Oktober 29, 2011

Promise -3-




[lecturas.org's pict]



Kediaman nona Naori...

"Ayaah...." panggil gadis kecil itu di depan pintu kamar sang ayah.

Tok...tok..tok...

Sudah beberapa kali ketukan, namun pintu kamar itu tak jua dibuka oleh ayahnya.

Raut sedih tergambar di wajahnya yang imut. Gadis kecil itu dengan langkah kecewa menuruni tangga satu persatu. Langkahnya gontai seperti hatinya.

Ayah...

Matanya menoleh kembali ke arah pintu kamar sang ayah...

Melihat nona rumahnya bersedih, pelayannya langsung mencoba menghibur...

"Nona...mungkin ayah nona kelelahan, sebab semalaman berada di ruang kerjanya" ujar pelayan itu bohong.

Naori berpikir sebentar, kemudian dia melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.

Seorang pelayan lainnya sudah menunggunya di ruangan tersebut. Dengan wajah yang sangat bersahaja, pelayan itu menarik lembut lengan Naori dan mendudukannya di kursi makan.

"Duduklah, nona" ucapnya sopan.

Naori tersenyum kecil membalasnya, lalu gadis kecil itu mulai membalikkan piring yang ada di depannya. Satu persatu dia makan sarapan pagi itu.

Gadis kecil itu selalu sarapan sendiri...

Hanya dua orang pelayan yang menemaninya disana. Berdiri seperti patung memperhatikan sarapan nona rumah mereka...

"Bibi...paman, apa ayah sudah sarapan?" tanya Naori sendu.

Kedua pelayan itu saling berpandangan...
Kemudian keduanya hanya bisa mengangguk mengiyakan pertanyaan Naori.

Naori menunduk kembali dan melanjutkan sarapannya. Namun dalam hatinya dia tahu bahwa kedua pelayan itu berbohong. Semuanya hanya untuk menenangkan bathinnya.

Aku tahu kalian selalu berbohong...
Aku tahu kalian sangat menjaga perasaanku...
Tapi apakah kalian tahu bahwa aku sangat sedih dengan kebohongan kalian itu?
Walau aku sadar, kalian sangat ingin membuatku bahagia...

Gadis itu telah selesai sarapan. Dengan sigap bibi pelayan menuntun tangannya untuk segera berangkat ke sekolah.

"Kita berangkat sekarang, bila nona telah selesai sarapan" katanya sopan.

Naori mengangguk lirih...

Mata gadis kecil itu berkaca-kaca ketika sekali lagi dia menatap ke lantai atas, dimana kamar sang ayah berada.

"Ayah, aku berangkat sekolah" gumamnya pilu.

Bibi pelayan tak sanggup menahan airmatanya. Perlahan dia menghapus airmata itu agar tak terlihat oleh nona rumahnya.

Naori membalikkan tubuhnya dan menuju ke teras. Bibi pelayan membukakan pintu mobil.
Naori pun masuk dan mobil segera berangkat meninggalkan kediaman megah itu.



*****


Kediaman Maya Kitajima...


Pagi hari yang sangat cerah, namun tidak secerah nyonya rumah di kediaman tersebut.


Dia menatap keluar jendela, memperhatikan mobil yang baru saja keluar dari pintu gerbang rumahnya. Dia mengusap airmata untuk yang kesekian kalinya.


Kemudian dia menangis terguguk-guguk...


Sampai punggungnya bergetar dan berguncang. Isak tangisnya terdengar sampai ke dapur, dimana pelayan tua setianya pun menunduk sedih.


Nyonya...anda menangis lagi...


Wanita tua itu perlahan menghampiri kamar nyonya nya. Diketuknya pintu itu dua kali, namun Maya tidak menjawabnya. Hingga akhirnya dia memberanikan diri untuk masuk ke kamar tersebut.


"Maaf....nyonya, saya lancang masuk tanpa anda perintahkan" ucapnya sopan.


Maya masih terisak sambil menatap keluar jendela. Wanita itu tak menoleh sedikitpun.


Lalu...


Pelayan tua itu mendekatinya dan entah bagaimana mereka berpelukan erat...


Seperti seorang ibu yang menyayangi putrinya, pelayan tua itu begitu hanyut bersama Maya. Dengan lembut dia menepuk dan mengusap punggung Maya.


"Sabar ya nyonya, mungkin belum saatnya kita kembali" katanya lirih.


Maya hanya bisa mengangguk pilu...


"Nyonya, sekarang saatnya sarapan dulu. Nanti sakit bila tidak sarapan" ujar pelayan tua itu lembut.


"Iya...bi, aku tahu. Tapi...bisakah kita keluar hari ini? Aku sangat ingin bertemu dengan nya. Aku.......sangat....merindukannya, bi" isak Maya tak tertahankan.


Nyonya...


"Baik, nyonya....saya akan menemani nyonya untuk menemui tuan dan nona" ucapnya menenangkan nyonyanya.


Maya melepaskan dekapannya perlahan, kemudian dengan penuh harapan dia menatap pelayan tua di depannya.


Maya menggenggam jemari wanita tua itu dan mengeratkannya sambil berkata:


"Terimakasih bi, selama ini kau selalu ada untukku. Aku tak tahu melewati ini semua tanpamu" ucap Maya tulus.


Pelayan tua itu mengangguk dengan mata yang berkaca-kaca...
Maya pun meminta dengan sangat agar pelayan tua itu mau menemaninya untuk sarapan di meja makan yang sama.


Mereka pun menikmati sarapan bersama dengan wajah yang sedikit ceria di pagi itu.


*****

Sementara itu...

Kediaman nona Naori...

Tuan rumah, baru saja hendak berangkat ke kantor. Namun seperti biasa sebelum berangkat dia menyuruh pelayan untuk menyiapkan sekeranjang kecil kembang yang akan dibawanya ke komplek pemakaman.

"Tuan, ini kembangnya" kata pelayan kepadanya.

"Ooh iya, terimakasih" jawabnya datar.

Kemudian dia masuk ke dalam mobil dan meninggalkan kediamannya.

"Kita ke tempat biasa" perintah nya kepada supir.

"Baik tuan" jawab sang supir hormat.

Mobilpun perlahan melaju menuju komplek pemakaman. Hanya membutuhkan waktu 10 menit, mereka telah tiba di kawasan tersebut.

Namun sebelum supir merapatkan mobilnya ke depan pagar komplek pekuburan itu, tuannya memerintahkan:

"Berhenti!"

CIIIIIITTT!!!

Supir itu pun menjadi heran dengan perintah majikannya. Tapi dengan cekatan dia memberhentikan mobil itu tanpa mengganggu pengguna jalan lainnya.

"Wanita berjubah itu, mungkin ini yang selalu dibicarakan orang..." desis pria itu dengan mata yang tak berkedip.

Supir itu dengan cepat memperhatikan kemana arah mata tuannya. Di sana ada sebuah taksi yang baru saja berhenti. Dan di dekat taksi itu terlihat sosok wanita berjubah yang tak lain adalah Maya dan seorang pelayan tua yang selalu menemaninya.

Pria itu beberapa kali mengedipkan mata untuk meyakinkan penglihatannya.

"Siapa dia?" gumamnya kemudian.

"Pak supir, tolong majukan sedikit ke dekat taksi itu jika wanita itu telah masuk komplek pemakaman"

"Baik, tuan"

Mata pria itu terus mengawasi gerak tubuh dari wanita berjubah tersebut. Dia ingin meyakinkan terus apakah benar yang dilihatnya.

"Aku harus menyelidikinya. Siapa dan pusara siapa yang dia kunjungi?"


Pria itu mengepalkan jemarinya...


Sebenarnya beberapa kali dia sempat melihat taksi dan wanita berjubah itu di depan pemakaman tersebut. Namun dia menganggap itu bukan pengunjung makam istrinya. Tapi sejak beberapa laporan kepadanya, bahwa ada wanita berjubah yang selalu datang mengunjungi makam sang istri. Akhirnya dia sedikit penasaran dibuatnya.




*****


Maya semakin mendekati pusara yang biasa dikunjunginya. Entah mengapa sedari tadi dia merasa gemetaran. Hatinya sedikit gelisah akan hal yang tidak dia tahu.
Dengan sangat perhatian pelayan wanita tua itu memapah Maya untuk melangkah.


"Anda baik-baik saja, nyonya?" 


Maya mendesah sebelum menjawab pertanyaan sang pelayan...


"Hhhhhuuufftt...entahlah, bi...aku merasa sedikit gelisah" 


Seketika itu juga mata pelayan itu langsung mengelilingi area pemakaman. Dia memperhatikan sekeliling untuk memastikan sumber dari kegelisahan majikannya.


Dan...!!!


Matanya berhenti pada sosok seorang pria yang berdiri tepat di belakang mereka.


Tuan...


Pelayan itu sempat adu pandangan beberapa saat dengan pria di belakangnya yang hanya berjarak sekitar 4 meter dari tempat mereka berdiri. Lalu dia menutup wajahnya dengan sehelai kerudung yang melilit di lehernya.


Dengan sigap pelayan tua itu menggiring nyonya nya untuk melangkah menjauhi pria tadi.


"Ada apa bi?" tanya Maya yang bingung karena tangannya tiba-tiba ditarik menjauhi dari pusara yang akan dikunjunginya.


Namun pelayan itu tak menjawab pertanyaan Maya. Dia terus membawa Maya kembali keluar dari area pemakaman.


Melihat gelagat dan gerakan yang mencurigakan, pria itu pun mempercepat langkahnya. Dengan berusaha mengejar dan memutar arah, pria itu begitu cepat mendekatkan jaraknya dengan Maya dan pelayan tua tersebut.


Karena bingung dan tak sempat mengunjungi pusara, Maya kesal dan menghempaskan tangannya dari genggaman pelayan setianya itu. Dengan raut marah, Maya membentak pelayan itu.


"Lepaskan, bi! Aku harus kembali mengunjunginya!" bentak Maya emosi sembari membalikkan tubuhnya..


DAN!!!


Pria itu kini tepat berada di hadapannya!


Maya segera menunduk tapi perlahan dari balik jubah yang menutupi sebagian wajahnya, Maya menyusuri pria itu dari ujung kaki hingga ke wajah dengan matanya.


Kau...


Akhirnya...


Pria itu adalah suami Maya Kitajima!


Pria itu mencoba mengenali wanita di hadapannya dengan seksama. Semakin lama mereka dia amati, semakin jelas bahwa wanita berjubah itu adalah wanita yang sangat dia cintai. 


Wanita yang selalu ada dalam mimpinya hampir setiap malam. Wanita yang pernah mengikat janji sehidup semati di depan altar bersamanya lebih dari sepuluh tahun yang lalu.


"Kau..."


Maya masih tertunduk tak berdaya. Di hadapannya kini ada suami yang sangat menyayanginya. Suami yang selalu membuatnya bahagia kala itu.


Seorang pria tampan yang mampu meluluhkan hatinya hampir satu dasawarsa yang lalu. Pria yang sangat perhatian dan sangat mencintainya. Sampai sekarangpun Maya masih sangat bisa merasakan rasa cinta suaminya tersebut.


Kakinya gemetar tak dapat bergerak sedikitpun...


Kaku...


Semuanya menjadi hampa melayang, tubuhnya serasa terbang ke angkasa, sama seperti ketika peristiwa itu terjadi. Peristiwa dimana Maya hampir kehilangan nyawanya saat persalinannya yang kedua.


Pelayan tua itu hanya bisa menahan tubuh nyonyanya yang mulai tak berdaya dan lemah.


Nyonya...


Pria itu mencoba mendekati Maya, namun langkahnya terhenti dengan perintah dan gerakan isyarat dari wanita itu.


"Sebaiknya anda jangan mendekat, tuan!" ujar pelayan tua itu tegas dengan mengacungkan tangannya.


Pria itu sempat terhenyak. Walau perlahan airmata dari pelupuk matanya mengaliri pipi.


"Maya...benarkah...itu kau?" gumamnya tak percaya.

Pria tersebut mencoba mengendalikan dirinya. Satu persatu dia amati wanita di hadapannya. Walau pelayan tua itu menghalanginya.

Dia mencoba menelusuri semuanya dengan mata dan kepalanya yang bergerak ke kiri dan ke kanan untuk memastikannya.


Benar...itu kau, sayang....
Mengapa?


Maya masih tertunduk. Tapi airmata jelas begitu deras mengalir dari matanya yang indah.


Sayang...
Betapa aku ingin berlari ke pelukanmu...
Betapa aku merindukanmu..
Sungguh aku ingin berada dalam dekapanmu..
Sungguh...
Tapi...aku tak bisa lakukan itu...
Tak bisa...


Maafkan aku...




*****


Beberapa saat mereka dalam situasi yang kaku dan tegang. Maya mencoba berpikir untuk bisa lari dari suaminya tersebut. Namun rasa rindu yang membubung tinggi begitu mengganggu otot kakinya, hingga dia masih saja berdiri di hadapan pria itu.

Pelayan tua yang sangat setia tersebut pun bergegas menarik dan membawa Maya kabur dari tempat nya berdiri. Tentu saja itu membuat pria itu mengejar dengan sekuat tenaga.

"TUNGGU!!!" dia berteriak mencegah laju Maya dan pelayannya.

Namun pelayan itu terus berlari membawa Maya semakin jauh dari jangkauan pria itu.

Maya berlari dan terus berlari menjauhi suaminya sendiri. Hatinya begitu berat menghadapi segala peristiwa yang menimpa keluarganya.  

Airmata kesedihan deras mengalir di pipinya...

Wanita itu sangat merana...

Hentikan....sudah cukup semuanya ini...
Tuhan aku ingin kembali...
Aku ingin berada di sisinya...
Berikan aku waktu sedikit saja untuk itu...

Naori...
Ibu merindukanmu...
Sangat rindu nak...

Maya menoleh ke belakang dimana pria itu masih mengejarnya. Wajahnya berkeringat lelah dan sangat sedih. Pria itu...

Maafkan aku, sayang...
Aku tidak bisa kembali ke sisimu...
Tidak bisa...
Ada dia...di antara kita...

Tapi percayalah...
Kau tetap yang terbaik untukku...
Kau tetap pria yang selalu ada di hatiku...

Bukan dia...
Bukan...
Percayalah...

Aku sudah mati...
Aku sudah bukan milikmu lagi...
Sejak hari itu...
Maya Kitajima sudah mati...

BLLAAAAMM!!!

Pintu taksi sudah tertutup, dan dengan cepat ke empat roda itu melaju dengan kecepatan yang sangat tinggi menjauh dari pemakaman.

Teriakannya masih jelas terdengar sampai beberapa waktu. Semakin membuat hati Maya hancur berkeping-keping.

"MAYAAAAAAAAAAA!!! Aku tahu itu kau! Aku tahu kau masih hidup!!!"

"MENGAPAAAAAA?!!! KAU SANGAT TEGA MENINGGALKAN KU?!"

"KEMBALILAAAH....AKU TETAP AKAN MEMAAFKANMU! PERCAYALAAAHH!!!"

Maya...
Selama ini aku terus menantimu...

Aku tak akan peduli...
Dengan apapun...

Kembalilah...
Hiduplah seperti dulu di sisiku...
Aku mohon...

Hiduplaaaaaahhh....

Pria itu tersungkur lemah tak berdaya sambil menangis. Tangisan yang sangat menyayat hati.

Airmatanya masih berlinang...

"Mayaaa......" desisnya dengan mata yang terus memandangi taksi yang membawa istrinya pergi dan menjauh...

Pria itu tertunduk lesu memasuki mobilnya kembali. Matanya begitu kosong. 

Kau masih hidup sayang...
Aku sudah tahu itu lama...
Perasaanku mengatakan itu...
Kau memang masih hidup...

Tapi aku yakin....
Jiwamu sudah mati karena dia...
Aku yakin itu...
Janjimu padanya...

Dan kini...
Aku pun berjanji padamu...
Akan selalu menunggumu sampai kapanpun...
Hingga saat nanti...

Yaa...suatu saat nanti...
Aku yakin kau akan mengingkarinya...
Dan meninggalkannya untukku...
Melupakan janji itu...

Janji yang membuat kita terpisah jauh...
Jauuuuuuhh sekali...

Maya....

*****

Waktu pun berlalu...

Hari berganti...

Bulan berganti bulan namun keadaan masih saja sama. Tidak ada yang berubah. Sama sejak beberapa tahun lalu...

Dan hari ini...

Bertepatan dengan hari lahir Naori, putri kecil yang sangat cantik dari keluarga terhotmat tersebut.

Gadis kecil itu kini sedang memandangi langit dari balkonnya. Udara pagi begitu cerah dengan sinar mentari yang mulai menyeruak mencari celah pada pepohonan besar di pekarangan kediamannya.

Pandangan gadis itu lurus ke depan...
Tatapannya begitu hampa...
Sepertinya gadis kecil itu sedang berpikir...
Terus berpikir...

Ibu...
Seandainya bisa...
Aku ingin terbang bersamamu, bu...
Seperti burung-burung di atas sana...

Kemudian tatapan berpindah pada bangku kayu yang ada di sudut taman pekarangannya...

Naori terkenang saat-saat indah bersama sang ibu...

Bu......ibu.....
Aku ingin terus duduk bersamamu di sana...
Di bawah teduhnya pohon itu...
Di sana...bu....
Ditemani matahari dan angin sepoi-sepoi...

Aku masih sangat ingat, bu...
Sangat jelas...
Betapa hangatnya jemarimu...
Begitu erat menggenggam jari-jemariku...
Ibu....

Beberapa kali dia mengusap pipi dan matanya. Meraba dan mengelus jemarinya sendiri. Mencoba menenangkan rasa rindu pada sosok wanita yang melahirkannya. Wanita yang selalu sabar mendengarkan celotehnya.

Dia rindu...

Dia merindukannya...

Gadis itu benar-benar merindukan Maya Kitajima!!!




continue to - part 4- 

Oktober 23, 2011

Promise -2-




(picture by: lecturas.org)


Komplek Pemakaman...

Seorang wanita mendatangi salah satu pusara di area pemakaman tersebut. Dengan menjinjing sebuah keranjang kecil berisi beberapa jenis bunga, wanita itu terlihat sangat sedih.


Dia menutupi sebagian wajah dan tubuhnya yang putih dengan pakaian jubahnya yang panjang sampai menyentuh tanah. Beberapa menit, dia terlihat berdiri dan menebarkan bunga-bunga dari keranjang kecil yang dibawanya. Dia menyatukan kedua jemarinya sambil memejamkan matanya. Sepertinya wanita itu sedang berdoa di pusara tersebut. 


Dia menangis! 


Airmata tampak melinangi pipinya yang mulus. Beberapa kali dia mengusap dengan saputangannya. Kemudian dia sempat mengitari makam tersebut satu kali. Namun langkahnya terhenti ketika sebuah suara memanggilnya...


"Nyonya..."


Itu...nyonya?!!?


Wanita berjubah itu tak menoleh sedikitpun. Dia terdiam sejenak sebelum melanjutkan langkahnya dengan terburu-buru. Kakinya berbalik kembali ke arah gerbang pemakaman. Dengan sangat cepat dia menaiki taksi yang sedari tadi sudah menunggunya. Lalu menghilang entah kemana.


Seseorang yang memanggilnya tadi merenung. Sepertinya dia sangat kenal dengan wanita berjubah tersebut. Dia adalah salah satu pelayan dari...pria yang sering mengunjungi pusara yang sama yang dikunjungi oleh wanita tadi.


Wanita itu seperti...nyonya....
Yaa...aku masih sangat mengingatnya...
Walau dia menutupi sebagian wajah dan tubuhnya...
Tapi aku benar-benar yakin...


Nyonya...apakah benar itu anda?
Lalu makam ini?
Makam ini milik siapa?
Apa yang terjadi sebenarnya?


Nyonya...


*****



Taksi yang membawa wanita berjubah itu berhasil menjauh dari komplek pemakaman dan saat ini taksi itu berada dekat dengan sebuah rumah megah di kawasan elit, Tokyo.


Cukup lama taksi itu berada di depan kediaman tersebut. Dari balik jendela tampak wanita berjubah sedang memperhatikan dengan tajam ke arah rumah tersebut. Dengan tatapan yang sendu, wanita itu sepertinya mulai terbawa suasana akan kenangannya di rumah tersebut. Tak sadar, airmata perlahan mengaliri pipinya. Tangannya yang putih bersih pun mengusap lembut setiap butir airmata tersebut.


"Bagaimana keadaan kalian? Aku berharap semuanya akan baik-baik saja" gumamnya lirih.


Supir taksi itu hanya diam membisu. Tak ada sepatah katapun darinya. Seolah dia merasakan apa yang sedang dikenang oleh wanita itu.


Setelah hampir 50 menit berdiam di depan kediaman megah itu, wanita itu menyuruh sang supir untuk meninggalkan tempat itu. Dari kaca spion, sepertinya terlihat ada mobil yang akan masuk ke rumah tersebut.


"Bawa aku kembali pulang!" perintah sang wanita tersebut pelan.


Lagi-lagi tanpa menjawab, supir taksi itu pun melajukan mobilnya menjauh kawasan tersebut.


Taksi yang membawa wanita itu kemudian terlihat menuju keluar kota Tokyo.



"Kita kembali, nyonya?" tanya supir itu tiba-tiba.


"Iya, kembali ke tempat biasa!" jawab wanita itu dingin.


Segera supir itu melajukan kendaraannya dengan cepat. Dan sepanjang perjalanan mereka hanya saling diam. Wanita itu terus membuang pandangannya ke arah luar jendela mobil.


Tak sekedip pun dia memejamkan matanya. Padahal perjalanan sudah hampir satu jam lebih. Dia seolah tak ingin melewatkan semua perjalanan dan pemandangan yang dilaluinya.


Airmata masih membasahi pipinya...


"Naori...putriku..." gumamnya sambil terisak.


Supir itu melirik dari kaca spion memperhatikan wanita yang ada di belakangnya. Kini wanita itu benar-benar terlihat sangat sedih. Mata dan pipinya yang mulus tampak merah dan sembab.


Nyonya...


Entah apa yang sedang dipikirkan wanita berjubah itu, namun yang pasti raut kesedihan jelas tampak dari sorot matanya yang bening.


Tak berapa lama, taksi itu berbelok ke arah pedalaman, sepertinya memasuki wilayah sebuah desa terpencil. Sepanjang jalan sangat rimbun oleh pohon-pohon tua yang sudah berusia ratusan tahun. Dengan daun-daun yang menumpuk di tepi jalan karena memang jalanan tersebut telah lama ditutup untuk umum.


"Tempat ini membuatku damai...." gumam wanita itu dengan membuka jendela mobil lebar-lebar.


Matanya terpejam sambil menghirup udara yang masuk lewat jendela mobil. Wajahnya menengadah ke atas, seakan ingin mendapatkan angin yang berhembus dari langit. 


Nyonya...


" Mungkin ini adalah yang terbaik untuk ku. Aku sangat takut dengan semua ini! Aku takut....takuuutt!!!" desisnya kemudian.

TIBA-TIBA...

Supir taksi pun menghentikan laju mobilnya di depan sebuah rumah tua yang masih tampak kokoh berdiri di tengah semak belukar yang menyelimutinya.


"Nyonya, kita sudah sampai" kata supir itu pelan.


"Hhhmm, iya...aku tahu" jawab wanita itu kaku.


CEKLEK!!!


BRRAAKK!!


Pintu taksi baru saja ditutup oleh nya. Perlahan dia melangkah memasuki sebuah rumah besar dengan pagar yang sangat tinggi, namun hampir semua pagar itu ditumbuhi oleh benalu dan kembang akar.


Perlahan supir taksi melajukan mobilnya memasuki sebuah garasi di ruang bawah tanah rumah tersebut.


KREEEKK!!!


Pintu depan telah terbuka...


Wanita itu masuk dan disambut oleh seorang pelayan tua.


"Nyonya sudah pulang? Bagaimana keadaan di sana, nyonya? Apakah semua baik-baik saja?" tanya pelayan tua itu penasaran.


Nyonya itu tak menjawabnya. Dia membisu dan berlalu masuk ke ruang keluarga. Di sana ada sebuah perapian tua namun masih terpakai. 


Dengan menggosokkan kedua tangannya, dia duduk di depan perapian tersebut. Di sana dia merenung dan menerawang kembali.


Pelayan tua itu tak dapat berkata apa-apa lagi selain segera meninggalkan nyonya rumahnya sendiri hingga panggilan keluar dari bibirnya.


Nyonya...
Mengapa harus seperti ini?
Kasihan tuan dan nona Naori...


Mengapa harus anda turuti kemauan wanita itu...
Mengapa harus anda turuti juga keinginan dari lelaki itu?
Semuanya membuat kesengsaraan untuk tuan dan nona...


Pelayan tua itu kembali ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Asap terlihat mengepul dari beranda belakang. Rupanya sang supir sedang membakar sampah di pekarangan belakang tersebut. 


Begitupun di perapian ruang keluarga, asap masih keluar perlahan. Wanita itu masih di sana, berdiam diri sambil mendengarkan alunan musik dari Mozart. Sayu-sayu alunan musik terdengar sampai ke dapur.


Pelayan tua itu semakin hanyut dengan semua kejadian yang telah menimpa nyonya rumahnya. Airmata mengalir pipinya yang keriput. Rona kesdihan yang mendalam sepertinya masih jelas terbayang di wajahnya.


Dasar wanita dan lelaki biadab...
Mengapa kalian menghancurkan kehidupan kami...
Kasihan nyonya...tuan...nona...dan....
Mereka tidak berdosa apa-apa...


Mengapa...
Mengapa...???


*****

Beberapa lama kemudian, sebuah mobil masuk ke pekarangan rumah tua itu.

BRRAAKK!!!

Seorang pria tampan dan wanita anggun keluar dari mobil dan langsung menuju pintu depan.

Pelayan tua tadi membukakan pintu dan mempersilahkan mereka masuk.

"Apa nyonya ada?" tanya pria tampan itu kaku.

Dengan membungkuk pelayan tua itu mengiyakan. Tanpa disuruh keduanya langsung menuju ruang keluarga. Tepat di depan perapian, wanita nyonya rumah tersebut masih di sana. Sepertinya wanita itu tertidur kelelahan.

Perlahan pria tampan itu menghampirinya. Dan setengah berjongkok dia menatap nyonya dalam. Dibelainya pipi mulus wanita itu dengan lembut.

Sedangkan wanita anggun tadi keluar menuju dapur mengikuti pelayan tua. Mereka tidak ingin mengganggu pria tadi dan sang nyonya rumah.

"Aah...apa kau pergi mengunjunginya?" tanya pria tampan itu lembut.

Sang nyonya baru saja terbangun...
Dia sedikit terkejut mengetahui kedatangan pria itu di hadapannya.

Wanita itu tak menjawab, dia hanya tersenyum kecil pada pria tampan itu..

"Sayang, aku rindu padamu. Aku ingin menghabiskan hari ini bersamamu. Kau tidak keberatan bukan?" tanya pria itu menggoda.

Wanita itu menatap sang pria dalam...

Kemudian berkata:

"Apapun yang kau inginkan, pasti kuturuti. Apa aku bisa menolakmu?!" jawabnya dingin.

Pria tersebut berdiri dan segera menarik tangan wanita itu. Lalu dibawanya ke sebuah kamar di lantai atas. 
Dari balik tirai, pelayan tua memperhatikan keduanya. Bathinnya sangat sedih dengan apa yang dilihatnya.

Tiba-tiba...

"Apa yang sedang kau lihat, pelayan?" tanya seseorang yang tak lain adalah wanita anggun yang datang bersama pria tampan tadi.

"Aa..ee..aannuu...tidak. Aku tidak lihat apa-apa" jawab pelayan tua itu gugup.

"Kerjakan saja tugasmu, jangan ikut campur!" kata wanita itu sinis.

Pelayan itu pun membungkuk gugup dan segera pergi meninggalkan wanita itu.

Dasar wanita sakit jiwa...
Awas kalian...
Aku akan mencari cara untuk pergi dari sini..

Huuuuuhh...

*****




Malam telah larut...


Namun pria tampan tadi belum keluar juga dari kamar nyonya rumah tua itu.


Wanita anggun itu telah sedari tadi tertidur di kursi malas di dekat perapian. Sepertinya dia sangat lelap, hingga tak bisa mendengar suara pintu dapur terbuka oleh pelayan tua tersebut.


Pelayan itu lalu duduk di kursi kecil di depan pintu kamar nyonya rumahnya. Dia meremas-remas kedua jemarinya, seakan sedang menunggu sesuatu dengan tak sabar.


Di dalam kamar...


Wanita nyonya rumah itu tertidur di dekapan pria tampan tersebut. Dengan lembut, pria itu membelai dan menelusuri lekuk wajah wanita yang amat dicintainya.


"Aku sangat mencintaimu, Maya" bisiknya lembut di telinga nyonya Maya.


Namun nyonya Maya tampak sangat lelah setelah memuaskan keinginan sang pria tampan itu.


Dia hanya menguap dan menggeliat...


"Hhuuuaaa....hhmmmm"


"Maya...terimakasih kau telah menjadi milikku selama ini. Aku sangat beruntung" ujarnya.


Maya mulai membuka matanya perlahan. Dia tatap pria itu dalam kemudian tersenyum manis pada pria itu.


"Aku pun sangat mencintaimu" balas Maya.


Pria itu tampak berpikir sejenak. Keningnya berkerut mendengar penuturan dari Maya barusan. Mungkin dia mengetahui bahwa sebenarnya wanita di dekapannya tersebut berbohong.


"Tidak, kau jangan coba membohongiku sayang. Kau tidak mencintaiku. Aku tahuu...itu" kata pria itu sedih.


Maya membelai pipi pria itu lembut. Dan mengecupnya perlahan.


"Mengapa kau tak percaya juga kepadaku? Belum cukupkah bertahun-tahun ini aku mengabdi kepadamu?" tanya Maya sendu.


Wanita itu terisak sambil menenggelamkan wajahnya di dada pria itu.


"TIDAAK! KAU BOHONG....KAU SELALU BOHONG!!!" teriak sang pria itu marah.


Dengan berurai airmata keduanya saling berpelukan sambil menangis tersedu-sedu.


"Aku sangat mencintaimu, dan untuk itu aku masih bertahan sampai sekarang" isak Maya tak tertahankan.


"Tapi mengapa kau masih juga mengunjunginya?" tanya pria itu cemburu.


"Karena aku...rindu pada putriku...putri kita...jadi aku mohon kau ijinkan aku untuk tetap mengunjunginya" bujuk Maya memelas.


Pria itu menangis terisak mendengar permintaan Maya...


Dengan lembut dia merengkuh kembali wanita itu ke dalam dekapannya...


"Iya, aku mengerti. Tapi semua orang menganggapku sangat jahat. Dan aku tak mau itu. Aku kesal sekali dengan hal itu!" kata pria itu emosi.


Maya menganggukkan kepalanya sembari mempererat dekapannya di tubuh pria itu.


"Aku minta padamu, untuk menjauhi wanita itu! Aku sangat cemburu bila kau datang bersamanya!" ujar Maya kesal.


Senyum lebar yang penuh arti tersungging dari bibir pria tampan itu.


"Kau masih saja cemburu padanya?" tanya pria itu bahagia.


"Aaah...kau ini, sangat suka menggoda dan meledekku" kata Maya sambil mencubit mesra pinggang pria di dekapannya.


Mereka menghabiskan malam sampai keesokan harinya. Wajah keduanya tampak sangat bahagia.


*****


Pagi yang cerah...


Pria tampan itu baru saja selesai mandi dan berpakaian. Nyonya Maya duduk di depan meja riasnya sambil menyisir helai demi helai rambutnya yang hitam berombak.


Matanya menatap ke arah pria tampan tersebut dengan senyuman yang sangat dan teramat manis.


Senyuman itu membuat pria itu melambungkan khayalannya bersama Maya...


"Apa arti senyumanmu itu, Maya? Apa kau puas? Atau kau merasa bahagia bermalam bersamaku?" tanyanya penasaran.


Maya terdiam tak menjawab pertanyaan itu...


Kemudian dia berdiri dan menghampiri pria itu...


Maya mengitari pria tampan itu dengan senyuman yang menggoda dan menusuk-nusuk birahi si pria. Tampak pria itu memejamkan mata untuk menahan segala hasrat yang kembali hadir dengan kedekatan dan keharuman tubuh wanita yang dicintainya tersebut.


Maya...Oooohhh....


Dengan cepat dia menarik Maya ke dalam dekapannya. Maya direngkuh dan dibelai begitu panas oleh sang pria itu.


Terdengar desahan dan rintihan dari nya, tubuhnya mulai menggeliat menahan kenikmatan dan hasrat yang kembali menggebu di pagi cerah itu.


"Apa kau ingin menahanku, sayang?" tanya pria itu bernafsu.


Maya diam, namun tangannya menarik tubuh pria itu menuju ranjang tempat mereka menghabiskan malam bersama.


Pria itu segera menghentakkan tubuhnya di ranjang, disusul oleh Maya. Keduanya kini bertindihan satu sama lain. Nafas yang terengah-engah terdengar mulai menggetarkan ruangan kamar Maya.


"Aku menginginkannya lagi, sayang" ucap Maya mesra.


Dengan menarik nafas panjang, pria tampan itu langsung melumat bibir Maya. Melumat seluruh tubuh Maya hingga dia benar-benar puas. Gejolak cinta dan nafsu terasa jelas dari tatapan mereka. Keduanya hanyut kembali dalam peraduan.






continue to -part 3-