Januari 06, 2012

Lembaran Jiwa








Suatu ketika....

Awan begitu mendung menyelimuti kota, rintik hujan pun perlahan mulai membasahi bumi. Bunga dan tanaman mulai basah dan menetesi tanah. Begitupun jalanan tampak basah dan licin.

Dari sebrang trotoar terlihat seorang gadis berjalan tanpa memperdulikan air yang mulai membasahi sebagian dirinya. Udara dingin pelan menusuk permukaan hingga ke dalam sukma terdalam sekalipun.

Dengan rahang wajahnya yang tampak kurus dan cekung, gadis itu tersenyum lirih memandangi langit. Tangan yang menengadah dan akhirnya dia tersuruk berlutut di tepi sebuah pohon besar.

Airmata di wajahnya berbaur bersama air hujan yang deras menetes tak terlihat. Hanya kedua bola mata yang indah itu memerah, meradang, menampakkan urat dan guratan kesedihan yang begitu mendalam.

"Aku lelah Tuhaaaan..." desisnya lirih.

"Aku benar-benar lelaaaaahhh...." suaranya terdengar getir menahan tangis.

Dia terduduk lemah tak berdaya, menyandarkan tubuh kecilnya pada pohon besar tadi...

Beberapa pasang mata mulai memperhatikan keberadaan si gadis. Dengan rasa penasaran mereka perlahan mendekatinya...

Ada apa dengan gadis itu?
Apakah dia sedang sangat sedih sehingga terkapar seperti itu?
Wajahnya terlihat sangat cantik...
Kulitnya begitu bersih dan putih bagai kapas...

Siapa gadis itu?
Siaappaaa dia berjalan di tengah hujan...
Tubuhnya kurus dan sangat terlihat kesepian...
Gadis cantik yang malang...

Kau sungguh malang, bidadari...

Mata indah itu terpejam merasakan gemericik air hujan membasahi daun-daun rimbun dari pohon besar tempatnya bersandar...


Tanpa peduli berapa pasang mata menatapnya lirih dan penuh rasa iba...


Aku tahu kalian akan seperti itu memandangku...
Sampai kapanpun mata itu akan tetap sama...


Tangannya yang kurus mengusap wajahnya dengan lembut, mencoba membuat matanya terang melihat lurus ke depan...


Mata itu berusaha mencari sesuatu yang hilang...
Sepertinya gadis itu memang selalu mencarinya...
Matanya seolah terombang-ambing melawan kesedihan...
Melawan semua nestapa yang selama ini ia rasakan...


Tangannya kembali menengadah...


"Masih mungkinkah..aku lalui hidup ini? Masih sanggupkah aku jalani semua jalan panjang di depan sana" desisnya pilu.


Kemudian gadis itu menangis tersedu...


TIBA-TIBA!!!


"Bangunlah nona! Jangan permalukan dirimu seperti ini!" sebuah suara pria memecah kesedihannya.


Gadis itu berhenti menangis...


Namun wajahnya masih menengadah tak menoleh sedikitpun ke arah suara tersebut...


"Apa kau tuli nona? Bangun! Sebelum aku memaksamu berdiri!" ucap pria itu lagi dengan nada sedikit keras dan kaku.


Tapi tetap saja gadis itu tak mengacuhkan perkataannya. Gadis itu tetap menengadah sambil memejamkan matanya...


Tak sabar dengan gadis tersebut, akhirnya pria itu menarik lengan kecilnya dan membuatnya berdiri!


Gadis itu berdiri..


Namun sekujur tubuhnya sangat lemah, hingga dia pun hampir saja terjatuh bila tangan pria itu tak menopangnya!


"NONAAA!!! APA KAU BAIK-BAIK SAJA?!" teriaknya cemas.


Beberapa orang mulai mendekatinya dan ingin menolongnya...


"Tolong bantu aku membawanya masuk ke mobil!" kata pria itu lantang.


Lalu mereka bersama pria itu memasukkan gadis tadi ke mobilnya...


BLLAAAMM!!


"Terimakasih, aku akan membawanya ke RS" jelas pria itu santun.


Tak lama mobil itu pun berlalu dan menjauh dari tempat tadi...


@@@


RS!

Pemuda berpakaian rapi itu segera memanggil perawat untuk membantunya mengangkat masuk sang gadis malang tadi.

"Cepat tolong dia, suster!" katanya khawatir.

Tak berapa lama, tubuh lemah gadis itu berhasil dibawa masuk ke ruang Emergency.

"Anda silahkan tunggu di luar!" ujar salah satu perawat itu sopan sembari menutup pintu emergency.

Langkahnya mundur perlahan mengikuti perintah perawat dan duduk di sebuah bangku di ruang tunggu emergency.

Kedua jemarinya tampak diremas cemas. Sesekali dia melihat jam yang ada di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang! 

Pria itu pun berdiri dan mendekati meja informasi...

"Maaf, suster...saya harus segera pergi. Tolong hubungi saya mengenai kondisi gadis tadi. Sampaikan padanya semua biaya akan saya tanggung. Ini nomor telepon saya. Terimakasih" terangnya sambil memberikan sebuah kartu nama kepada suster jaga.

"Baik tuan, silahkan tanda tangani lembaran ini!" jawab perawat itu sopan.

Pria itu pun membaca lembaran yang berisi tentang tanggung jawab semua biaya dari perawatan gadis tadi sampai tuntas. Setelah itu dia membubuhkan tanda tangannya.

Kemudian dia pergi meninggalkan RS dengan tergesa-gesa...

@@@

Hari berganti...

Tanpa terasa tujuh hari sudah gadis malang itu terbaring di salah satu ruangan RS. Kondisinya berangsur membaik. Walau belum sadar sepenuhnya, tapi gadis itu sudah mulai membuka matanya.

Airmata kembali menetesi pipinya yang mulus. Entah apa yang sedang dia pikirkan saat ini. 

Seorang perawat datang memberinya senyuman pagi itu. Dengan penuh perhatian dia membawakan sarapan untuknya.

"Selamat pagi nona" sapanya ramah.

Gadis itu hanya menoleh dan tersenyum tipis, lalu kembali memalingkan wajahnya ke samping. Seolah tidak ingin satu orangpun mengetahui kesedihannya.

Blam!

Kini dia sendiri lagi...

Tiba-tiba...

Tok...tok...tokk!!

Mendengar suara ketukan pintu, gadis itu langsung memejamkan matanya...

KLEK!!

Tak..tuk...tak..tuk...

Suara langkah sepatu mendekati tempat tidurnya. Lalu terdengar suara plastik dan tercium harum semerbak dari balik plastik itu...

Sebuah bingkisan kembang nan harum baru saja diletakkan di atas mejanya...

"Bagaimana keadaanmu, nona?" suara pria yang membantunya waktu itu terdengar kembali.

Suara itu...
Aku mengenalnya...
Dia datang ke sini?
Siapa dia?

Perasaan ingin melihat dan mengucapkan terimakasih begitu ingin dia ungkapkan. Siapa pria yang menolongnya tersebut, namun rasa malu dan tak percaya diri masih membelenggunya.

"Hhmm, baiklah. Aku berharap kau cepat pulih. Nanti kau bisa ceritakan segalanya kepadaku. Aku ingin kita menjadi teman agar bisa saling berbagi, nona" kata pria itu pelan.

Suaranya terngiang mengharukan perasaan gadis itu. Perlahan airmatanya menetes pilu mendengar ucapan pria itu...

Pria itu melihat pipinya yang basah. Dengan lembut dia meraih tisu dan menghapusnya perlahan.

"Aku senang kau bisa mendengarku. Aku mohon jangan menangis lagi, nona"

Namun semakin pria itu bicara, maka airmata semakin deras mengaliri pipi gadis kecil tadi...

"Baiklah, aku akan pergi. Aku akan kembali mengunjungimu nanti" ucapnya kemudian.

Kakinya melangkah keluar ruangan...

Suara sepatu itu semakin menjauh. Gadis itu membuka matanya perlahan dan menatap langit-langit kamar.

Dia pria yang menolongku waktu itu? 
Untuk apa dia membantuku?
Mengapa dia peduli padaku?
Aku benci itu?

Aku benci dikasihani oleh siapapun!

AKU BENCI!!!!

@@@


Di salah satu gedung megah di kota tersebut...


Sebuah mobil mewah baru saja parkir di basement...


Pria sang penolong itu turun dengan tergesa...


"Maaf pak, semua sudah menunggu anda" kata seorang karyawan yang sudah menunggunya.


Tanpa basa-basi pria itupun langsung menuju arah lift, yang diikuti beberapa staf di belakangnya.


"Pak Andrew, apa anda akan langsung meninjau lokasi setelah rapat ini?" tanya salah satu staf kepercayaannya.


"Ya! Tentu saja" jawabnya singkat.


Ting Tong...


Lift berhenti di lantai 18, dan pintu lift terbuka...


Andrew keluar diikuti para staf. Terlihat petugas resepsionis memberinya hormat.


Andrew pun memasuki ruang rapat!


Andrew adalah seorang direktur sekaligus pemilik tunggal dari sebuah perusahaan kontruksi terbesar di kota tersebut. Setelah kedua orang tuanya meninggal, dia pun berjuang untuk mempertahankan perusahaan itu dengan tangannya sendiri.


Diusianya yang baru menginjak 28 tahun, Andrew sudah setahun ini bertunangan dengan seorang gadis cantik dari kalangan atas di kota tersebut. Gadis beruntung itu bernama Stefany. Dia merupakan gadis pintar dan menawan lulusan dari univ ternama.


Hubungan keduanya sangat harmonis. Hingga banyak yang menginginkan keduanya untuk cepat membawanya ke jenjang pernikahan.


Namun baik Andrew maupun Stefany selalu saja mengulur waktu dengan alasan pekerjaan dan karir. Dan membiarkan berbagai spekulasi yang berkembang di publik begitu saja.


Dua jam sudah rapat itu berlangsung...


Andrew menutup rapatnya dengan sempurna, terdengar tepuk tangan serentak dari dalam ruangan.


BRRAAAKK!!!


Pintu ruang rapat terbuka, Andrew keluar dan terus menuju ruang kerjanya tak jauh dari ruang rapat tersebut. Diikuti oleh seorang staf bernama Fernandes.


"Jam berapa kita ke lokasi, pak?" tanya Fernandes sopan.


Andrew baru saja melingkarkan jasnya di kursi. Pria itupun duduk dengan bersandar santai sejenak. Kemudian matanya melirik Fernandes.


"Apa aku tidak boleh duduk sebentar Fernand?" tanyanya menyindir.


Fernandes membungkuk hormat, "Saya minta maaf, pak. Nanti bapak bisa menghubungi saya, bila sudah siap" ucapnya sambil melangkah mundur.


Staf kepercayaan tadi keluar dari ruangan Andrew...


Andrew tersenyum tipis, wajahnya terlihat lelah. Sambil memutarkan kursi kerjanya, dia menatap sebuah photo berbingkai warna khaki di atas mejanya.


"Hhhmm...bagaimana kabarmu Stefany? Sudah lama kita tidak makan siang bersama" ucapnya sendiri.


Karena kesibukan masing-masing, sehingga antara dirinya dan Stefany jadi jarang bertemu hingga tak bisa menghabiskan waktu bersama.


Andrew memejamkan matanya...


TIBA-TIBA!!!


Suara ponsel mengejutkan lamunannya tentang Stefany...


"Halo, tuan Andrew?" sapa seseorang dari tempat yang berbeda.


"Iya benar. Ada apa menghubungiku?" jawab Andrew sopan.


"Kami dari RS, tuan. Ingin mengabarkan bahwa gadis itu sudah bisa dirawat di rumah besok. Jadi kami mohon tuan bersedia datang langsung ke RS" terang seseorang itu kepada Andrew.


Wajah Andrew tampak bersemangat sejenak...


"Aaah baiklah, siang ini juga aku akan ke sana. Terimakasih" kata Andrew tegas.


Kemudian pria itu bergegas meraih jasnya dan keluar ruangan. Sementara sebelumnya dia ada janji akan meninjau lokasi bersama beberapa stafnya.


Melihat langkah atasannya mereka yang terburu, Fernandes langsung mengejar Andrew cepat.


"Pak Andrew, apa kita akan ke lokasi?" tanya Fernandes ingin tahu.


Namun pertanyaan Fernandes tak digubris sama sekali oleh Andrew. Pria gagah itu terus saja melangkah memasuki lift, dan terus sampai ke tempat parkir. Langkah Fernandes pun tak kalah cepat, pria yang merupakan teman kecil Andrew itu mengikuti terus sampai masuk ke dalam mobil.


"Bos Andrew, ada apa denganmu?" tanyanya kesal.


BLLAAMM!!


Keduanya kini sudah berada di dalam mobil yang sama. Andrew memerintahkan supir untuk melajukan mobil ke RS.


"Bos Andreeeewww, apa kau tidak mendengarku dari tadi?" Fernandes bertanya kembali.


Andrew menoleh ke arah staf sekaligus teman kecilnya tersebut dengan tatapan meledek, lalu tersenyum tipis dan mencibir.


Fernandes bertambah kesal...


"Aku serius, teman" kata Fernandes gemas.


Andrew pun manggut-manggut sembari berkata: 
"Aku harus menyelesaikan masalah ini dahulu, baru kita ke lokasi sobat"


Fernandes semakin bingung dengan masalah yang dimaksud atasannya itu. Sepertinya Andrew tidak pernah punya masalah dengan RS. Karena yakin temannya tersebut sehat dan selalu rutin mengecek kesehatannya.


"Apa kau sakit, Drew?"


Andrew menggeleng "Tidak, aku baik-baik saja. Sudah kau ikuti saja aku" perintah Andrew memutuskan keingintahuan temannya.


"Baiklah. Terserah padamu saja, bos" kata Fernandes putus asa.


Dia menyandarkan tubuhnya di kursi mobil itu perlahan. Begitupun Andrew...






@@@




Seorang perawat keluar dari ruangan gadis malang tersebut. Andrew dan Fernandes masuk setelahnya.


Fernandes yang tak tahu menahu dengan apa yang terjadi, terlihat bingung berputar di sekitar ruangan. Andrew tak menghiraukan kebingungan pria itu sama sekali.


Langkah mereka berhenti tatkala kaki baru saja masuk ke ruangan itu. Keduanya melihat gadis malang itu sedang duduk di atas tempat tidurnya dan melayangkan pandangannya keluar jendela.


Tatapan yang sangat kesepian. Matanya menerawang ke awan jauh nan putih di atas sana.


Kedua pria itu saling berpandangan. Lalu Andrew memberi kode kepada Fernandes untuk tetap berdiri di tempatnya.


Ada apa ini? Siapa gadis ini?


Bathin Fernandes sangat penasaran melihat wajah temannya yang tampak sangat mencemaskan gadis itu...


Andrew mendekat perlahan ke tempat tidur gadis itu. Gadis itu diam saja, seperti tak mendengar kehadiran Andrew dan Fernandes.


"Selamat siang nona, bagaimana kabarmu?" sapa Andrew lembut.


Mendengar sapaan, perlahan gadis itu menoleh ke arah Andrew!


WOOOOOOOWWWW ....CANTIK SEKALIII!!!!


Betapa terkejutnya Fernandes saat melihat wajah gadis itu. Dia tercengang bengong memandangi kecantikan gadis malang tersebut. Dia tak menyangka sebelumnya!


HHHMMM, ANDREW...
KAU MULAI BERMAIN API RUPANYA!!


"EHEEHHMMM!!" Andrew berdehem mengetahui temannya terpana.


Fernandes menjadi salah tingkah sendiri karenanya. Dia pura-pura mengelilingi ruangan itu sambil sesekali melirik ke arah sang gadis.


Gadis itu menatap Andrew dingin dan tak berkedip. Entah mengapa tatapan gadis itu malah membuat Andrew merasa sangat iba.


"Apa kau ingin mengatakan sesuatu?" tanya Andrew.


Gadis itu menggeleng...


"Maaf, boleh aku tahu namamu?" Andrew bertanya kembali.


Lalu gadis itu memberi kode kepada Andrew untuk menyediakan kertas dan pulpen.


"Ah...oh...kau ingin menulisnya? Baiklah" dengan sigap Andrew mengambil pulpen dan kertas kecil dari dalam sakunya.


"Ini"


Kertas dan pulpen itu diraihnya. Dengan sangat lamban, jemari gadis itu mulai menorehkan tinta di kertas tadi...


"N-A-T-A-L-I-E" eja Andrew pelan.


Sebuah nama telah selesai ditulis gadis malang itu!


"Jadi namamu Natalie?" tanya Andrew memastikan kemudian.


Gadis itu mengangguk kaku...


"Terimakasih, mulai sekarang aku bisa memanggilmu dengan nama itu bukan?" tanya Andrew lagi.


Natalie mengangguk kembali...


Andrew tersenyum tulus padanya. Fernandes yang masih penasaran pun menghampiri keduanya dan mengulurkan tangannya tanpa basa-basi...


"Aku Fernandes" katanya memperkenalkan diri pada Natalie.


Natalie menyambutnya dan hanya mengangguk tanpa senyum...


Ada rasa haru di dalam bathin Andrew. Perlahan dia begitu ingin mengetahui apa yang terjadi dengan gadis bernama Natalie tersebut.


Aku akan membawanya pulang...
Aku harus tahu mengapa dia jadi seperti ini?
Dimana keluarganya?
Apa tidak ada yang mencemaskannya?


Gadis yang malang...
Kau sungguh malang, Natalie..


@@@



Kini Andrew membawa Natalie untuk tinggal di kediamannya yang megah. Tanpa peduli sungutan dari Fernandes yang menuduh bahwa pria itu mulai menduakan Stefany, sang tunangan.

"Masuklah Natalie!" ajak Andrew lembut.

Dari ruang keluarga, seseorang berseragam pelayan dengan hormat membungkuk dan mempersilahkan Natalie untuk mengikutinya.

Natalie menoleh ke arah Andrew ragu, namun pria itu berusaha meyakinkan Natalie untuk mengikuti sang pelayan tersebut. Dengan anggukan kepala yang meyakinkan Natalie, akhirnya gadis itu pun masuk mengikuti pelayan tadi.

"Huuuuuufftth" desah Andrew sembari menghempaskan tubuhnya di sofa ruang keluarga.

Diikuti Fernandes yang sedari tadi terus saja menatap sinis pada temannya sekaligus atasannya.

Andrew melirik temannya tersebut, dan tersenyum geli...

"Apa? Apa ada yang lucu dari sikapku?" ketus Fernandes kesal.

"Hhahahahahaa...." Andrew terbahak keras sekali.

"Keterlaluan kau Dreeeww!!" desis Fernandes marah.

"Hey!hey!hey! Ada apa denganmu sobat?!?" tanya Andrew pura-pura tak mengerti.

Fernandes meneguk minuman yang ada di depannya. Lalu pria itu mengeluarkan sebatang rokok dari sakunya, dan menyulutnya.

Tak lama...

"Huuuuuuuuuff" kepulan asap keluar dari hidungnya. 

Fernandes mendekati jendela dan memandang keluar untuk menghilangkan kekesalannya pada Andrew.

Andrew tak bergeming, pria itu masih saja duduk santai sambil memejamkan matanya.

"Fernand, aku tahu yang kau pikirkan!" kata Andrew memulai pembicaraan serius.

Fernandes diam saja. Andrew bangkit dan berjalan menghampirinya. Kemudian menepuk pundak Fernandes perlahan.

"Jadi bagaimana sebaiknya menurutmu?" kata Andrew lagi.

Fernand menoleh dan menatap tajam sahabatnya...

"Kau lebih tahu itu daripada diriku, sobat!" jawab Fernandes tegas.

Lalu pria itu menjauhi Andrew, berjalan terus dan pergi meninggalkan kediaman Andrew begitu saja.

Andrew memandangi kepergian temannya bingung. Tapi di dalam hati kecilnya mengerti, jika sang sahabat tidak ingin melihat dirinya mempermainkan pertunangan, apalagi menghancurkannya.

Andrew menunduk merenung...

"Tidak Stefany, aku masih mencintaimu, bahkan sangat mencintaimu sampai kapanpun" gumamnya yakin.

Tatapannya kembali menerawang...

"Aku hanya kasihan dan ingin membantunya. Hanya itu!!" gumamnya lagi.

@@@