Juni 21, 2011

Fall in Love Forever -part 4-



Masumi terduduk lunglai di kursi kerjanya. Perlahan dia menyentuh bibir nya. Kembali dia mengingat bagaimana Naomi mengecup dan melumatnya. Ada rasa kesal dengan apa yang dilakukan gadis itu.


Masumi memejamkan matanya. Pikirannya melayang pada kenangannya bersama Maya. Saat-saat Maya menyentuh apapun dari dirinya. Sepertinya dunia milik mereka pada saat itu.


Perlahan airmata Masumi menetes. Dia benar-benar merindukan malam pengantin itu. Entah mengapa sejak Maya kehilangan ingatannya, dia hampir tidak pernah memikirkannya.
Namun ketika Naomi mengecup bibirnya, entah mengapa Masumi seperti dibangunkan dari tidurnya.


Maya...apakah aku harus menahan semuanya...
Bisakah...bisakah...kita seperti dulu...
Maya...aku begitu merindukanmu...
Rindu akan pelukanmu, sentuhanmu...
Segalanya...


Masumi berdiri dan bergegas membereskan semua dokumen yang berantakan di meja kerjanya. Dia ingin segera bertemu dengan Maya.


Rasa rindu itu semakin tak tertahankan. Masumi keluar ruangan dan melewati Mizuki begitu saja.
Mizuki heran dengan sikap Masumi. Padahal dia baru saja akan menanyakan apa yang terjadi dengan Naomi tadi siang.


Mizuki mengurungkan niatnya. Dia tidak akan bertindak di luar urusannya sebagai sekretaris Masumi.


Masumi meminta supir untuk melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Supir pun menuruti apa yang diperintahkan Masumi. Tak berapa lama mobil telah tiba di kediaman Hayami.


Masumi langsung naik ke atas dan masuk ke kamar. Dia mencari sosok Maya. Namun dia tak bisa menemukan Maya. Dia berusaha mencari nya di balkon, kamar mandi dan ruang baca. 


Masumi turun kembali ke bawah. Asa melihat Masumi seperti kalang kabut begitu, segera melaporkannya pada Eisuke.


Masumi masih mencari Maya tanpa memanggilnya. Eisuke melihat semuanya. Dia menggelengkan kepala dengan sikap Masumi.


"Siapa yang kau cari, putraku?" tanya Eisuke.


Itu mengejutkan Masumi. Wajahnya langsung pucat dan buru-buru meninggalkan ayahnya. Dia mencari ke ruang belakang, melewati ruang keluarga dan berakhir di taman.


Masumi berhenti melihat Maya sedang memetik mawar ungu. Dia memandangi wajah istrinya yang tampak berseri-seri.
Perlahan dia mendekatinya dan berjalan ke depan Maya.


Maya terkejut dengan kehadiran Masumi yang tiba-tiba.


"Masumi..." sapanya lembut.


Masumi kaget dengan apa yang didengarnya. Maya bisa mengucapkan satu kata.


"Mungil...kau...." Masumi kaget.


Maya mengangguk tersenyum pada Masumi. Masumi langsung memeluk Maya dengan hangat. Dan mencium keningnya.


"Bagaimana bisa, sayang?" tanya Masumi tak percaya.


Maya melepaskan perlahan pelukan Masumi, lalu dia menggenggam tangan Masumi dan membawanya ke kamar.


Masumi bingung dengan yang dilakukan Maya. Masumi berpikir Maya sudah mengetahui apa yang dia inginkan.


"Sayang...apa kau sudah tahu? Mengapa kau membawaku ke kamar?" tanya Masumi ingin tahu apa yang dipikirkan Maya.


Maya diam saja dan berjalan ke arah ruang baca kamar mereka. Dia menyuruh Masumi menunggu nya di tepi tempat tidur. Lalu dia mengambil sesuatu ke ruang baca dan membawanya kepada Masumi.


"Ini..." ucap Maya sambil menyerahkan sebuah buku kepada Masumi.


Masumi membaca judul buku tersebut. Dan berpikir siapa yang memberikan buku tersebut. Dia mengernyitkan dahinya.


"Ayah..." gumam Masumi.


"Bukan..." sanggah Maya.


Masumi menatap Maya tajam. Menarik Maya untuk duduk di sampingnya.


"Mungil, darimana kau mendapatkannya?" tanya Masumi curiga.


"Ryo..." balas Maya pelan.


Wajah Masumi langsung merah padam. Masumi berpikir keras bagaimana mungkin bisa Ryo memberikan buku untuk Maya. Bagaimana caranya? Apakah...


"Sayang, apa Ryo yang mengantarkannya ke rumah ini?" tanya Masumi pelan.


"Iya, Ryo.......ke sini" jawab Maya polos.


Masumi tampak mengepalkan jemarinya. Dia kesal karena diam-diam pemuda itu datang mengunjungi Maya. Masumi semakin marah  karena dia menganggap ini perbuatan ayahnya.


Apa maksud semua ini...
Apa ayah ingin melihatku mati...
Mengapa dia tak bicara apa-apa padaku...
Sejak kapan pemuda itu datang kemari...


Entah mengapa Masumi begitu emosi mendengar semuanya dari Maya. Dia seperti terkena setrum kemarahan yang begitu besar.


Masumi menatap Maya tajam. Tanpa sadar Masumi memegang kedua pundak Maya dan mengguncang-guncangkannya. Mata Masumi tampak berkaca-kaca.


"Mengapa...kau lakukan ini padaku, mungil?" tanya Masumi geregetan.


Maya merasa kesakitan dengan apa yang dilakukan Masumi. Dia berusaha melepaskan tangan Masumi. Namun jelas bahwa Masumi sangat kuat memegang pundak Maya yang kecil.


"Aku harus bagaimana lagi padamu, sayang? Mengapa kau menemuinya di belakangku? Haaah?!!!" tanya Masumi emosi.


Maya semakin bingung dengan perbuatan Masumi. Airmatanya bercucuran membasahi pipi putihnya. Begitupun Masumi tampak mencurahkan kegelisahan dan cemburunya selama ini.


"Masumi...Masumi..." ucap Maya gugup.


Masumi tidak memperdulikan wajah Maya yang tampak terpukul dengan perbuatannya.


"Apa semuanya belum cukup, MUNGIIL!" tanya Masumi sedikit teriak.


"Mungil, apakah selama kita menikah kau tidak pernah bahagia? Mengapa saat kau terluka, hanya namanya yang kau ingat?" kata Masumi lagi.


"Masumi...sakiiitt.." ucap Maya lirih.


"Sakit? Lalu bagaimana dengan AKUUU?!" teriak Masumi.


Suara Masumi terdengar di telinga Asa dan Eisuke. Mereka langsung menuju ke kamar Masumi dan Maya.


Berusaha mengetuk dan menenangkan Masumi dari balik pintu. Karena pintu telah dikunci oleh Masumi.


"MASUMIII....BUKA PINTUNYA!" perintah Eisuke lantang.


Tok...tokk...toookk...tookk...tookkk....


Berkali Eisuke dan Asa meneriaki Masumi yang terdengar semakin tak terkendali. Eisuke begitu khawatir dengan keadaan Maya.


"Asa...apa Masumi tahu bahwa Ryo kemari?" tanya Eisuke cemas.


Asa dan Eisuke saling bertatapan. Sunyi...


Begitupun tak terdengar suara dari kamar Masumi dan Maya. Semuanya tampak lengang. Sepii.


Eisuke dan Asa masih berdiri di luar kamar dengan wajah pilu. Akhirnya mereka pun turun, karena menganggap semuanya telah baik-baik saja.


Sementara di dalam...


Masumi tampak masih memegang pundak Maya. Mata keduanya basah dengan airmata. Mereka saling pandang, dan kelelahan.


TIBA-TIBA...


"Masumiii..." panggil Maya pilu.


Masumi menatap Maya dengan sedih, teringat dengan apa yang baru saja dia ucapkan dan lakukan pada istrinya tersebut.
Ada penyesalan di hatinya...
Masumi menangis sejadinya...


"Aku lelaaaah, mungiill" ucap Masumi sedih.


"Maafkan aku..." balas Maya terisak.


Masumi menatap Maya lekat. 


"Aku...akan...pergii...darimu..." ujar Maya lagi.


Masumi langsung kaget dengan apa yang dikatakan Maya barusan. Dia tak mengerti dengan ucapan Maya.


"Pergi? Apa maksudmu, sayang?" tanya Masumi bingung.


Maya langsung menangis tersedu-sedu. Begitu banyak yang ingin dia utarakan pada Masumi. Itu tampak dari gerakan bibirnya yang tak berhenti. Namun apa boleh buat suara itu tak keluar jua.


Masumi langsung mendekap erat istrinya.


"Tidak...tidak mungil....bukan itu maksudku sayang" ucap Masumi gugup.


"Trimakasih...aku bahagia" balas Maya kemudian.


"Mungiilll...aku begitu cemburu bila ada pria yang mendekatimu. Selain itu aku begitu merindukanmu, sehingga aku bingung bagaimana mengungkapkannya padamu. Hanya itu..." terang Masumi kebingungan.


Maya perlahan melepaskan dekapan Masumi. Dia duduk di sofa dan menyandarkan tubuhnya.
Masumi merasa bersalah, dia benar-benar lepas kendali tadi. Dia mencoba menghampiri Maya dan duduk di sebelahnya.


Maya tak menoleh sedikitpun. Wajahnya tampak sedih. 


"Mungiil...maafkan aku" pinta Masumi memelas.


Tiba-tiba terdengar suara Maya terisak...


"Bila...kau...lelah...jangan...pedulikan aku...lagi" ujar Maya dingin.


Masumi merasa Maya sudah mulai lancar membuat satu kalimat. Dia tidak memperhatikan makna dari ucapan Maya. Masumi tampak senang dengan perkembangan Maya.


Masumi hendak memeluknya kembali, namun kali ini Maya menepis pelukan Masumi. Dia bergeser menjauh. Lalu Maya berdiri dan meninggalkan Masumi yang masih bengong dengan sikap Maya barusan.


"Maya...mengapa kau seperti ini? Aku sudah minta maaf, padamu" ujar Masumi sedih.


Maya berjalan ke balkon. Mereka tampak kejar-kejaran, pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.


Wajah Maya cemberut dan Masumi juga kesal karena Maya tak memaafkannya.


Masumi tak tahan dengan diperlakukan acuh oleh Maya. Dia segera menarik tangan Maya dan membawanya ke tempat tidur. Kini mereka tidur berdampingan dan saling berhadapan.


Maya tampak berontak. Namun Masumi berusaha menenangkannya dengan belaian lembut tangannya.


Maya tampak gugup dengan perlakuan Masumi. Dia berusaha menghindar dari tatapan Masumi. Masumi menahan dagu Maya dan mengecup lembut bibir mungil itu.


Wajah Maya tampak merona. Masumi senang melihat itu, karena baginya hal tersebut menandakan Maya mulai merasa tersipu dengan dirinya. Tentu saja berbeda ketika Maya baru kehilangan ingatannya.


Saat ini tatapan Maya pada Masumi terasa penuh arti. Masumi menyadari hal itu sejak pulang dari toko gaun beberapa waktu lalu.


Mata mereka saat ini saling beradu. Masumi begitu merindukan semua yang ada di diri Maya. Berbeda dengan Maya yang lambat laun mulai menyukai lelaki di hadapannya itu, yang masih terlupakan dari masa lalunya.


Perlahan Masumi menciumi bibir Maya dengan mesra. Berulang kali melumatnya dan lagi.


Maya membiarkannya, seolah dia pun menginginkan sentuhan lelaki yang bernama Masumi itu.


Mereka semakin lupa dengan kejadian-kejadian sebelumnya. Hingga yang terdengar hanya suara desahan dan desahan lembut.


Hari ini segalanya telah terpuaskan. Masumi begitu lama menginginkannya. Keduanya tampak tersipu saling pandang. Dengan tatapan mesra, Masumi membelai rambut istrinya. Maya tersenyum manis pada Masumi. Begitupun Masumi membalasnya lembut.




*****

Seminggu telah berlalu dari semua kejadian itu. Hari itu Masumi akan berangkat ke daerah Akiba (Akihabara) untuk urusan bisnis. Karena dia tidak ingin meninggalkan Maya, maka Masumi membawa Maya serta. Walau masih di sekitar Tokyo, namun Masumi benar-benar tidak ingin meninggalkan istrinya. Ada ketakutan jika Ryo akan datang kembali mengunjunginya.

Maya sangat gembira dengan ajakan Masumi. Akhir-akhir ini Maya selalu ingin dimanjakan oleh Masumi. Dia selalu menghubungi Masumi yang sedang berada di kantor. Masumi pun semakin bahagia dengan keadaan itu. Walau ingatan Maya tentang dirinya belum pulih, namun Masumi mulai melupakannya.

Masumi hanya ingin Maya selalu menginginkan dan  merindukannya. 

Mungil...aku sudah tak perduli dengan ingatanmu...
Yang terpenting adalah kau senang bersamaku...
Walau aku hidup dalam alam amnesiamu...
Aku tak perduli...

Masumi dan Maya berangkat ke Akiba bersama. Wajah mereka tampak sangat bahagia. 
Saking bahagianya, mereka tak menyadari ada sebuah mobil membuntuti mereka.

Sesampainya di sana...
Masumi memarkirkan mobilnya di sebuah gedung pertemuan. Mereka turun dengan bergandengan tangan. Lalu melangkah masuk ke gedung dan menanyakan sesuatu ke resepsionis.

Dari jauh seseorang menghampiri mereka dan bersalaman. Orang itu mempersilahkan Masumi untuk mengikutinya.

Masumi dan Maya mengikuti orang tersebut, masuk ke sebuah ruangan. Tampak beberapa orang telah berkumpul di sana. Semuanya berdiri memberi hormat pada Masumi dan Maya.

Selang beberapa waktu, mereka telah serius membicarakan segala sesuatunya. Mereka akan bekerja sama dengan Daito dalam pembangunan sebuah gedung teater di daerah Akiba tersebut.

Maya sedikit jenuh dengan pertemuan itu, dia membisikkan kepada Masumi sesuatu:

"Masumi...aku akan...berjalan-jalan...sebentar" pinta Maya lembut.

Masumi mengangguk.

"Hati-hati sayang, cepat kembali ya" balas Masumi mesra.

Maya pun keluar perlahan meninggalkan ruangan tersebut. Ada rasa lega dalam benaknya.

Maya berjalan menyusuri gedung. Beberapa ruangan tampak masih baru dengan style minimalis. Pantas saja belum banyak orang di sekitar sini, pikir Maya.

Maya tak menyadari bahwa dia sedang diperhatikan oleh seseorang. 

Tiba-tiba...

Orang itu berdiri di hadapan Maya. Dia memakai kaca mata hitam dengan dandanan yang sangat menawan.

Maya kaget...
Dia menatap memperhatikan orang tersebut. Seperti pernah mengenalnya. Namun sebelum Maya menyelidik lebih jauh, orang itu menjulurkan tangannya pada Maya.

"Apa kabar, Maya?" sapanya sambil membuka kaca mata hitamnya.

"Dokter Naomi!" ucap Maya ragu.

Lalu Naomi menggiring Maya untuk duduk di beberapa kursi di sana. Maya dengan polosnya mengikuti Naomi.

Baru saja duduk, Naomi mengeluarkan satu amplop coklat dari tasnya. Dia meminta Maya membukanya.

Perlahan Maya membukanya dan betapa terkejutnya Maya melihat beberapa lembar photo di amplop itu.

Matanya tampak terbelalak tak berkedip. Melihat Maya yang tampak shock. Perlahan Naomi meninggalkan Maya sendiri dalam keadaan seperti itu.

Wajah Naomi tampak puas dengan apa yang baru saja dia perbuat pada Maya.

"Kau tidak pantas mendampingi orang setampan Masumi!" gumam Naomi melangkah menjauh dari Maya.

Maya masih diam terpaku memandangi photo-photo tersebut. Airmatanya jatuh menetesi lembaran photo tersebut.

Sementara itu Masumi resah kenapa Maya begitu lama pergi. Dia tak konsentrasi dengan apa yang dibicarakan dengan relasinya tersebut.

Akhirnya pertemuan usai, Masumi pun buru-buru pamit keluar. Semua memandangi Masumi dengan heran. Masumi tak perduli dengan anggapan mereka. Dia berlari mencari Maya kesana- kesini.

Dari mulai toilet, ruangan demi ruangan. Lantai satu, dua dan tiga.
Nafasnya kelihatan terengah-engah. Namun sosok Maya tak bisa dia temukan.

Masumi berteriak memanggil istrinya. Beberapa orang membantu mencari Maya. Wajah Masumi pucat dan gemetaran. Matanya mulai berkaca-kaca sedih dan takut kehilangan Maya.

"MAYA...MAYA...MAYAAAA" panggil Masumi.

Waktu berlalu...
Senjapun tiba, namun Maya belum ditemukan juga. Mizuki dan Hijiri tampak datang terburu-buru menghampiri Masumi. 

Mereka pun ikut mencari di luar gedung. Hijiri memberi minuman untuk Masumi. Dan meminta Masumi duduk sejenak untuk beristirahat.

Masumi tampak letih. Wajahnya kebingungan, akhirnya dia terduduk lemas di sebuah kursi.

Mungiil...dimana kau...
Ada apa lagi?
Mungiil...kemana kau pergi, sayang...
Muncullah di hadapanku...
Muncullah...

Malam pun tiba...
Namun Maya tak jua ditemukan, Eisuke tampak datang menyusul ke sana. Dia menenangkan Masumi dengan perlahan. Setelah perdebatan panjang, tengah malam akhirnya Eisuke berhasil membawa Masumi kembali ke kediamannya. Dia menugaskan Hijiri dan anak buahnya yang lain untuk mencari Maya di sekitar Akiba.

*****

Waktu sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Masumi masih berdiri di teras, mondar-mandir. Berkali menghubungi Hijiri dan Mizuki, namun jawabannya tetap sama. Maya belum ditemukan!!!


Masumi tampak tak sabar, dia mengambil kunci mobilnya dan dengan cepat melajukan mobilnya meninggalkan kediamannya. Eisuke dan Asa tak sempat mencegahnya.


Eisuke segera teringat Ryo. Lalu menghubunginya. Ryo terdengar kaget dengan hilangnya Maya. Padahal Eisuke berpikir mungkin saja Maya menemui pemuda itu.


Eisuke menutup teleponnya. Sementara Ryo menjadi cemas luar biasa. Segera dia melaju dengan mobilnya menuju jalanan Tokyo.


Bersamaan dengan itu Masumi pun perlahan menyusuri sepanjang jalan Tokyo menuju Akiba. Tangan Masumi berkeringat ketakutan. Dia tak pernah menyangka akan kehilangan Maya dalam waktu beberapa jam, kemarin siang.


Maya...dimana kau...
Apa yang terjadi padamu...
Mengapa kau benar-benar meninggalkanku...
Seperti ucapanmu seminggu yang lalu...
Ada apa ini, mungiil...




*****

Tak begitu dengan Maya...
Maya larut dalam kesedihannya, dengan membawa amplop di tangannya, dia melangkah lesu tanpa arah.


Kaki membawanya menuju jalanan Tokyo. Matanya sembab karena menangis semalaman. Dia merasa begitu sakit melihat semua photo-photo yang diberikan Naomi.


Maya berhenti di depan sebuah taman. Pandangannya begitu pilu, berkali Maya menyeka airmatanya yang jatuh tanpa henti.


Entah mengapa, Maya merasa pernah berada di taman ini dalam keadaan yang sama. Perlahan Maya memejamkan matanya dan membukanya kembali. Yaa...Maya mengenalnya...


Perlahan Maya melangkahkan kakinya menuju taman tersebut. Sebuah ayunan yang mulai tak terawat. Dia mengusap dengan jemari mungilnya dan duduk di atasnya.


Maya mulai mengayun kakinya agar terdorong dan ayunanpun bisa mengayun ke depan dan belakang.


Sebersit bayangan mulai muncul dalam pikirannya. Lalu bayangan itu menghilang lagi. Begitu berulang-ulang, hingga Maya merasa agak pusing. 


Maya menghentikan ayunan itu karena menahan nyeri pada kepalanya. Dia seakan tak berdaya dengan sakit yang dirasakannya. 


"Ada apa ini? Mengapa aku begitu mengenal tempat ini?" gumam Maya lancar.


"Yaa...taman ini, aku pernah ke sini sebelumnya" gumam Maya kemudian.


Maya menoleh ke ayunan di sampingnya, tiba-tiba sebersit bayangan itu muncul kembali.


"Ah...mengapa seperti ini" gumamnya lagi.


Lama Maya memandangi ayunan di sampingnya. Maya merasa di sana seolah-olah berdiri seseorang yang amat dikenalnya.


"Siapa dia...mengapa bayangannya muncul lagi?" ucap Maya pelan.


Pusingnya mulai menghilang. Maya berdiri dan mengitari taman tersebut. Dia berdiri di depan kedua ayunan tersebut.
Maya melihat seperti ada dua orang yang berayun-ayun di sana. Maya menajamkan tatapannya.


"Siapa mereka? Tapi bukankah itu...aku?" ucap Maya bingung.


"Tunggu, siapa di sampingku? Itu...." ucap Maya bicara sendiri lagi.


Maya tak menyadari kemampuan bicaranya mulai pulih. Maya mendekati ayunan itu kembali. Airmatanya perlahan menetes, dia mulai ingat bahwa di taman inilah dia sering tertawa dan menangis sendiri.


"Yaa...di sini tempatku meratapi kesedihanku, keputus-asaanku dan menangisi hidupku" gumam Maya terisak.


Maya terus menangis, lalu dia teringat dengan sosok bayangan yang muncul sedari tadi.


"Dia..." ucap Maya dengan mata yang kaget.


"Mawar Unguku..." 


"Aku menangisinya di tempat ini...ya...dia...mawar unguku...pengagum rahasiaku...." ucapnya terhenti dengan tangisannya yang tersedu-sedu.


Maya berhenti menangis karena teringat sesuatu kembali.


"Dimana dia? Apa dia Masumi?" gumam Maya sambil kembali meratapi photo-photo tersebut.


"Tidaak...tidaaak...iya aku ingat sekarang!" Maya mulai ingat semuanya.


"YA!!! Aku dan dia MENIKAH...di taman ini" Maya terisak kembali.


Lalu dia ratapi kembali photo-photo di tangannya. Wajahnya semakin sedih, Maya merasa dikhianati Masumi. Hatinya hancur berkeping-keping, berkali dia melihat photo-photo itu.


Masumi...mengapa kau lakukan itu...
Kita sudah menikah, bukan?
Apa karena kita belum dikaruniai anak?
Masumi...mengapa aku disini?
Dimana kau sekarang?
Apa bersamanya?


Maya benar-benar telah mengingat Masumi sepenuhnya. Semua kenangan bersama Masumi muncul bergantian dalam benaknya. Semuanya begitu indah. Maya menangis kembali dan terduduk di rumput taman itu.


Suara tangisannya terdengar oleh seseorang yang melintasi taman itu. Orang itu mencari asal suara tangisan tersebut. Betapa terkejutnya dia melihat seseorang yang dia kenal menangis dalam keadaan terduduk di rumput seperti itu.


"MAYA...kau kah itu?" teriak orang itu kaget.


Maya menoleh dan terkejut melihat siapa yang mendapatinya.


"REI...." balas Maya rindu.


Mereka saling berpelukan erat. Dua sahabat ini benar-benar terhanyut dalam pagi buta yang hening.


Perlahan Rei melepaskan pelukannya dari Maya. Dia memandangi Maya penuh tanda tanya. 


"Maya...mengapa kau ada di sini? Apa yang terjadi?" tanya Rei bingung.


"Entahlah Rei, akupun bingung mengapa aku sampai ada di sini?" jawab Maya.


"Maya...apa suamimu, Masumi tahu kau di sini?" tanya Rei ingin tahu.


"Tidaak...jangan beritahu dia, aku mohon Rei!" pinta Maya sedih.


Rei menatap sahabatnya bingung. Rei berpikir apa Maya sudah pulih dari amnesianya?


"Ehhmm...Maya, apa kau sudah bisa mengingat Masumi sepenuhnya?" tanya Rei kembali.


Maya balik menatap Rei bingung. Keduanya saling pandang. Bisuu...


"Rei, apa maksudmu?" tanya Maya ragu.


Rei tak mengerti bahwa semua peristiwa selama Maya menderita amnesia akan hilang begitu saja dari ingatan Maya. Oleh karena itu Maya menjadi bingung dengan pertanyaan-pertanyaan Rei.


"Tentu saja aku ingat Rei, dia kan suamiku" kata Maya polos.


Rei hanya mengangguk mengiyakan, walau dia sendiri masih bingung dengan semuanya.


Tiba-tiba Maya menggenggam jemari Rei dan memintanya merahasiakan keberadaannya di sini.


"APA? kau kenapa Maya?" tanya Rei heran dengan permintaan Maya.


"Nanti akan kuberitahu alasannya. Untuk saat ini, aku mohon padamu, Rei" ucap Maya memelas.


Rei mengangguk kembali dan membawa Maya ke apartemennya yang tak jauh dari taman itu. Rei menyelimuti Maya dengan jaketnya.
Dia begitu merindukan sahabatnya tersebut. Berkali dia mendekap Maya erat. Hingga masuk ke apartemen mewah Rei.


*****

Masumi melangkah lesu dan masuk ke ruangannya. Hari ini tepat 3 hari sejak Maya menghilang.

Tiada kabar apapun dari Hijiri dan Mizuki. Semuanya nihil. Masumi mulai terlihat kusut dan sedikit depresi.

Melamun dan melamun itulah yang dilakukan Masumi. Eisuke tampak prihatin dengan kondisi putranya.

Mengapa jadi seperti ini...
Beberapa waktu lalu, Maya hilang ingatan...
Saat memorynya mulai pulih, sekarang dia malah menghilang...
Putraku yang malang...

*****

Satu bulan telah berlalu....

Selama itu pula Naomi berusaha mati-matian mengejar Masumi. Terkadang Masumi hampir saja tertipu dengan bujuk rayu Naomi. Namun untungnya Mizuki selalu mengawasi Masumi kemanapun dia pergi. Mizuki tidak ingin saat begini Naomi hadis dan menggoda bos-nya. 

Karena Mizuki mengerti, bahwa Masumi pun adalah lelaki normal yang masih membutuhkan cinta dan kehangatan dari seorang wanita. Apalagi dia telah menikah. Tentu akan lebih mudah ditaklukkan dalam keadaan kesepian.

Di Apartemen Rei...

Maya sedang membersihkan tempat tidurnya. Dan Rei sedang membuatkan sarapan untuk mereka berdua. Kebetulan suami Rei bekerja di luar kota Tokyo, jadi Maya bisa tinggal sementara di sana.

Namun Rei tetap saja bingung dengan sikap Maya. Padahal ingatannya telah pulih, mengapa dia tak mau menemui Masumi, pikir Rei seperti itu.

Dengan hati-hati Rei menanyakan alasan Maya menghindar dari keluarga Hayami berulang kali. Namun Maya tak pernah mau mengatakan yang sebenarnya.

Beberapa waktu sebelumnya, Masumi sempat menanyakan keberadaan Maya pada Rei. Tapi Rei terpaksa berbohong dan mengatakan tidak tahu menahu tentang Maya lagi.

Rei terus membujuk Maya untuk kembali kepada Masumi. Maya pun terus menolak hal tersebut dengan berbagai alasan.

Hingga Rei mulai mengingat-ingat hal apa yang dia temukan sewaktu pertama kali bertemu Maya di taman itu.

Yaa...amplop coklat..
Sebuah amplop coklat..
Pasti itu alasannya... 
Akan kucari tahu...

Rei mencari waktu agar bisa mendapatkan amplop tersebut. Ketika Maya mandi misalnya, Rei berusaha mencari amplop itu, namun kesempatan pertama gagal.

Kedua kalinya Rei berhasil menemukan amplop itu di bawah taplak meja di ruang tv.

Betapa kagetnya Rei melihat isi di dalam amplop tersebut. Tampak photo-photo Masumi dan seorang wanita sedang bercumbu. Dia semakin mengerti mengapa Maya pergi dari Masumi.

Tapi Rei tidak begitu saja mempercayai isi amplop itu. Diam-diam Rei membawa dan menyelidiki photo-photo itu tersebut dengan bantuan temannya yang ahli di bidang itu.

Rei terkejut mendengar hasilnya bahwa semua photo-photo itu adalah rekayasa. Walau Rei sudah memprediksikannya.

Maya...maya, mengapa kau bodoh sekali...
Meninggalkan Masumi hanya karena alasan photo palsu itu..

Aku harus memberitahukan ini pada Maya..
Sebelum terjadi sesuatu pada Masumi...

Tapi sebelum itu Rei lambat laun baru memperhatikan siapa wanita yang bersama Masumi di photo itu... 
Rei merasa mengenalnya...

Bukankah dia dokter di RS? Tapi mengapa bisa bersama dengan Masumi. Apa mereka saling kenal sebelumnya? Atau memang ada hubungan di antara keduanya?

*****

Maya dan Rei makan malam bersama. Selesai makan, mereka duduk mengobrol di balkon. Maya tampak sedih memandangi gelapnya malam.

"Maya...kau belum menceritakan semuanya padaku, bukan?" tanya Rei memulai obrolan.

"Aku akan menceritakan semua, bila tiba waktunya" jawab Maya singkat.

"Maya...kau sudah lama menikah. Bukan pacaran lagi seperti dulu" ucap Rei.

Tampak mata Maya berkaca-kaca. Rei menatapnya pilu. Dia teringat hasil dari photo-photo itu. Dia baru saja hendak mengatakannya...

Tiba-tiba...

Uuuook...oook...

Maya menutup mulutnya. Wajahnya pucat dan keringat dingin tampak di keningnya.

Rei kaget dan segera berlari ke dalam dan kembali membawa minyak angin untuk di usapkan ke punggung Maya.

"Maya...mugkin kau masuk angin. Ayo sebaiknya kita mengobrol di dalam saja" ajak Rei sambil membawa Maya masuk.

Rei meminta Maya selonjoran di sofa ruang tamu. Maya berusaha menenangkan Rei dengan mengatakan bahwa dia baik-baik saja.

"Rei, jangan khawatir..." pinta Maya.

"Maya...mengapa kau begini, suamimu harus tahu jika kau sakit saat ini. Aku akan menghubunginya" ujar Rei kesal.

"Jangan Rei, aku mohon. Aku hanya merasa mual dan pusing sedikit. Aku janji akan tidur setelah ini" terang Maya.

Rei menatap Maya pilu. 

*****
Keesokan pagi Rei pergi ke supermarket untuk membeli stok makanan di apartemennya.

Rei masuk ke toilet untuk buang air kecil. Ketika hendak keluar, Rei mendengar seorang ibu muda muntah-muntah dan suaranya persis seperti Maya tadi malam.

Lalu Rei mencoba mengobrol dengan ibu muda itu. Ibu muda itu mengatakan bahwa saat ini dia sedang hamil muda. Jadi pembawaannya sering mual dan pusing-pusing.

Rei langsung menebak apakah Maya sedang mengalami hal yang sama.
Wajah Rei tampak bahagia. Dia buru-buru keluar dan menuju ke apartemennya.

Namun di tengah jalan, dia bertemu Masumi dan seorang wanita di sampingnya. Mereka berjalan menuju sebuah restauran. Rei memperhatikan wanita itu sama dengan yang di photo itu.

Rei langsung naik pitam melihatnya. Dia bergegas mendatangi keduanya.

Masumi tampak senang bertemu dengan Rei, namun wajah Naomi merah padam.

PLLAAAAKK...!!!

Sebuah tamparan mengenai wajah putih Naomi. 

Masumi terkejut dengan apa yang dilakukan Rei. Dia mencoba menjelaskan kepada Rei bahwa itu salah paham.

Namun Rei tidak mau mendengarkan penjelasan Masumi. Dan meminta Masumi tetap tenang. Sementara Naomi mulai emosi dan hendak membalas tamparan Rei.

Tapi tangannya di tahan oleh Rei. Rei memegang tangan Naomi kuat dan mengatakan:

"Dasar perempuan jalang!! Perebut suami orang!" kata Rei marah.

"Rei...kau salah paham, dia hanya akan mengatakan pernah melihat Maya di restauran sebelah sana. Makanya aku mengikutinya" ujar Masumi polos.

Rei menatap Masumi kasihan dan berbalik kembali menatap Naomi tajam.

"Dia bohong pak Masumi. Dia hanya ingin menjebak anda" ujar Rei lantang.

"Rei...jangan seperti itu" kata Masumi.

"Pak Masumi...sekarang datanglah ke apartemenku. Nanti aku akan menyusul anda. Aku harus mengurus wanita satu ini terlebih dahulu" ucap Rei tegas.

Tangan kanan Rei masih memegang kuat tangan Naomi. Lalu tangan kirinya memberikan kantong plastik belanjaannya tadi kepada Masumi.

Masumi pun ragu menerimanya. Namun Rei mengisyaratkan agar Masumi segera pergi dari sini. Dan berkata lagi:

"Aku ingin anda menaruh ini ke apartemenku, karena keluargaku sedang membutuhkan semua perlengkapan yang ku beli barusan. Aku mohon, pak Masumi" ucap Rei penuh arti.

Akhirnya Masumi mengerti apa yang diminta Rei. Dia pun meninggalkan Rei dan Naomi.
Lalu melajukan mobilnya menuju arah apartemen Rei.


*****

Rei menyeret Naomi masuk ke dalam mobilnya. Dengan wajah marah Rei mengikat Naomi dengan sebuah tali dan mendudukkannya di kursi depan. 

Lalu Rei menghubungi Hijiri dan Mizuki. Mereka janjian di sebuah tempat. Rei membawa mobil nya dengan kecepatan tinggi. Naomi sempat berteriak karena ketakutan.

Namun Rei hanya mengacuhkannya dan mencibir senang bisa menemukan penghancur hati sahabatnya.

"Hei kau...lepaskan aku. Lihat saja aku akan melaporkanmu pada polisi" teriak Naomi kesal.

"Aku tidak takut, dokter!" balas Rei santai.

Naomi terus saja berteriak dengan mengeluarkan kata-kata tidak sopan. Sementara tanpa sepengetahuan Naomi, Rei merekam semua yang dikatakan oleh Naomi. Rei memancing apa saja yang sudah dilakukan oleh dokter itu.

"Jadi kau ingin menghancurkan rumah tangga mereka?" tanya Rei memulai.

"YA...aku ingin Maya amnesia selamanya. Dengan begitu Masumi akan menjadi milikku" ujarnya teriak.

"Bagaimana kau bisa merebut Masumi. Apa saja usahamu kalau kau mampu melakukannya, Haah?" selidik Rei lagi.

"Itu bukan hal yang sulit untukku. Aku hanya memberikan photo-photo itu kepada Maya" aku Naomi.

"Photo? Maksudmu photo yang mana dokter?!" tanya Rei meyakinkan.

"HAHAHAHA...." Naomi tertawa.

Rei semakin semangat dengan apa yang dilakukannya hari ini.

"Hey dokter cantik, kau jangan membual. Aku tidak akan mempercayainya" kata Rei menjebak.

Mata Naomi tampak merah marah. Dia menendang-nendangkan kakinya. Dan berkata:

"Kau tahu! Photo-photo ku bersama Masumi itu adalah rekayasa. Memang bukan Masumi yang sedang bersamaku kala itu. Melainkan  kekasihku yang sebenarnya" aku Naomi lagi.

Rei tak sengaja berteriak...

"YES!!...I get it!!" teriak Rei lalu terhenti takut ketahuan.

"Apa maksudmu, nona?" tanya Naomi curiga.

"Ah...tidak ada, hanya aku ingin tahu. Apa kau sudah menikah dengan kekasihmu itu?" tanya Rei lagi.

"Menikah? Tidak perlu menikah bukan, untuk melakukannya?!" jawab Naomi santai.

"Berarti kau merekayasa photo kekasihmu dengan memasang photo Masumi di sana?" tanya Rei kembali.

Naomi hanya mengangguk. Rei harus menyuruhnya mengatakan kebenaran dengan suaranya, bukan gerakan.

"APA DOKTER?" tanya Rei pura-pura bingung.

"IYA, AKU MENGGANTI PHOTO KEKASIHKU DENGAN PHOTO MASUMI, APA KAU PUAS??" teriak Naomi jelas.


Sekali lagi Rei berteriak gembira...


"YES!!!....." teriak Rei gembira.


Wajah Rei sangat puas dengan apa yang dikatakan Naomi tadi. Rei memperlambat laju mobilnya, karena tampak mobil Hijiri dan Mizuki di depan sana. 


Setelah mereka saling memberi isyarat. Serentak mobil itu beriringan menuju satu arah.


*****

Di Apartemen Rei...


Perlahan Masumi menekan bel pintu apartemen. Dengan membawa satu kantong plastik berisi segala kebutuhan Rei dan Maya tentunya. Masumi memandangi satu persatu isi kantong belanjaan Rei tadi.


Masumi melihat sebuah 'alat test kehamilan'. Lalu dia menggelengkan kepalanya karena iseng melihat isi belanjaan Rei.


Kembali Masumi menekan bel...


Ceeekklekk...


Pintu terbuka, namun tidak ada orang yang menyambutnya.
Dari dalam yang terdengar hanya suara:


"Mengapa lama sekali Rei?" tanya Maya.


Mendengar suara yang baru saja di dengarnya Masumi terdiam...sunyiii.
Masumi mengenal suara itu. Sekali lagi Masumi mengingat suara barusan. Yaa...dia sangat mengenalnya!!!


"Mungil..." gumam Masumi, perlahan masuk ke apartemen.


Perlahan Masumi melangkah menuju arah suara tadi. Dan...
Masumi kaget melihat sosok yang sedang duduk membelakanginya  di balkon. Itu Maya...Mungilnya...!!!


Maya pun menyadari mengapa Rei tidak langsung menghampirinya.


Masumi masih berdiri memandang Maya penuh rindu. Matanya mulai berkaca-kaca.


"Mungiill...." ucap Masumi lembut.


Maya merasa mendengar suara Masumi. Dia berdiri dan membalikkan tubuhnya. Dan...


"Masumi..." ucap Maya tak percaya.


Dengan langkah pelan Masumi menghampiri Maya dan berdiri di depan istri yang sangat dirindukannya.


Maya pun tampak kaget dan matanya mulai menitikkan airmata.
Mereka lama terdiam saling menatap. Heniiing...


"Masumi.....suamiku...." ucap Maya lirih.


Mendengar itu Masumi kaget. Masumi mulai menangis karena sekarang dia tahu bahwa Maya telah pulih dan bisa mengingat siapa dirinya.


"Saayaang...kau mengingatku?!" tanya Masumi memastikan.


Maya hanya mengangguk pilu. Dia pun benar-benar merindukan suaminya.
Maya tiba-tiba mendekap tubuh Masumi erat. Masumi pun membalasnya dengan penuh cinta dan kerinduan.


"Maya...maya...maya..." gumam Masumi terisak.


Keduanya seolah hanyut dalam kerinduan. Masumi mengecup beberapa kali rambut istrinya. Begitupun Maya menenggelamkan wajahnya di dada Masumi yang bidang.


Beberapa waktu berlalu...


Perlahan Maya tersadar dengan photo-photo itu. Maya melepaskan pelukannya dan menjauh dari Masumi.


Masumi menjadi heran dengan sikap Maya. Dia menarik lembut lengan istrinya. Namun Maya menepisnya dan berkata:


"Lepaskan aku, Masumi!" pinta Maya sedih.


"Mungiilll...kita baru saja bertemu dan kau sudah mengingatku. Bagaimana mungkin aku melepaskanmu, sayang..." terang Masumi pilu.


Maya menangis tersedu-sedu. Dia menutup wajahnya. Masumi menggenggam jemari Maya dan membawanya ke sofa untuk duduk.


Masumi menjadi khawatir sesuatu terjadi pada Maya selama ini.


"Mungil, ada apa? Mengapa kau menghilang saat di Akiba?" tanya Masumi lembut.


"Kumohon Masumi, pergilah. Aku sudah tahu semuanya" ucap Maya sedih.


"Apa yang kau ketahui? Katakan sayang..." balas Masumi bingung.


Maya berdiri dan menuju sebuah meja, mengambil amplop coklat itu, lalu memberikannya pada Masumi.


Masumi segera membuka isi amplop itu. Betapa terkejutnya Masumi melihat semua photo yang ada di sana.


"Apa ini? Siapa...siapa yang memberikannya padamu?" tanya Masumi belum menyadari bahwa Naomi lah pelakunya.


"Sekarang ku mohon kau pergilah...aku..." ucap Maya menangis.


"Mungilll...ini bohong sayang. Aku tidak pernah melakukannya!!" terang Masumi mendekap Maya.


"Kau mengkhianatiku...Masumi" ujar Maya pilu.


"Sayang...aku bersumpah! Bahwa aku tidak melakukannya" kata Masumi sambil menghapus pipi Maya yang basah.


"Mungil, bagaimana mungkin aku bisa seperti yang ada di photo itu. Selama ini aku terus memikirkanmu..." ucap Masumi lagi.


Masumi membelai wajah Maya. Maya hanya menunduk lemah. Wajah Maya tampak pucat. Keringat dingin mengaliri tubuhnya. Masumi menyadari itu...


"Sayang...apa kau sakit?" tanya Masumi cemas.


Maya hanya diam menatap Masumi lirih. Tak lama Maya menutup mulutnya dan berlari ke kamar mandi.


Maya merasa mualnya semakin menjadi dan pusing. Dia bersandar di dinding kamar mandi sejenak. Masumi menghampirinya khawatir.


"Uook...uuook...uuook!!" Maya seperti ingin muntah.


Masumi menjadi bingung. Dia langsung meminta Maya untuk diperiksa ke RS. Namun Maya menolaknya.


"Jangan pedulikan aku, Masumi..." ucap Maya kaku.


"Mungiil...kau istriku. Sampai kapanpun aku akan menjagamu" ujar Masumi lembut.


Maya menjadi terharu dengan perkataan suaminya. Lalu Maya mendekap Masumi kembali.


"Masumi...aku begitu membutuhkanmu. Aku merindukanmu..." balas Maya terisak.


"Maya..." gumam Masumi bahagia.


"Jangan tinggalkan aku lagi, sayang" ucap Maya lirih.


Masumi menggelengkan kepalanya sambil membalas erat dekapan Maya.


Maya benar-benar merindukan suaminya, begitupun Masumi. Mereka berpelukan kembali. Ada kerinduan dan cinta yang begitu dalam dari mata keduanya.




*****

***continue to -part 5-***



Juni 19, 2011

- 25 Minutes To Late -


{IF: Masumi menikahi Shiory 2 tahun yang lalu karena jebakan yang dirancang Shiory. Sedangkan Maya menikah dengan Satomi 1 tahun kemudian. Semua itu tak lain karena Satomi begitu baik dan banyak berjasa pada Maya, terutama saat masa-masa sulit setelah ditinggal Masumi}




Hari ini adalah hari ulang tahun Maya. Dari minggu kemarin Satomi telah mempersiapkan kejutan untuk istri tercintanya. Setelah menikah Satomi semakin menyayangi Maya. Begitu sayangnya, sampai-sampai orang akan merasa iri melihat kasih sayangnya pada Maya.


Begitupun lambat laun Maya mulai bisa menerima Satomi sebagai akhir dari kisah cintanya. Perlahan Maya membuka hati untuk Satomi. Maya berusaha untuk tidak menyakiti hati Satomi. 


Terkadang berat menjalaninya, karena setelah menikah dengan Satomi, keduanya dikontrak oleh Daito untuk bernaung di bawah manajemen mereka.


Maya dan Satomi tinggal di sebuah apartemen yang lumayan mewah di Tokyo. Hampir setiap hari mereka selalu bersama menuju tempat latihan.


Tanpa sepengetahuan Maya, diam-diam Masumi masih mengharapkan cinta Maya. Dia tetap memerintahkan Hijiri untuk menjaga Maya. Sebenarnya Masumi berterimakasih pada Satomi karena telah menjaga Maya. Namun Masumi enggan mengungkapkannya.


Tak begitu dengan Shiory yang semakin curiga dengan Masumi, meski mereka telah menikah. Itulah salah satu penyebab Masumi susah untuk membuka hatinya untuk Shiory.


Tak seperti Maya dan Satomi yang selalu tampil bersama dalam setiap kesempatan. Masumi dan Shiory sangat jarang tampil bersama. Dari situ pula berbagai gosip mulai menyeruak di kalangan elit perfilman dan teater Jepang.


*****
Satomi pergi ke sebuah toko cincin di sebuah pertokoan perhiasan. Dengan senyum bahagia dia melangkah keluar dari toko tersebut. Di tangannya tampak sebuah bingkisan kecil berwarna biru.

Sembari melangkah semangat Satomi kembali ke studio di gedung Daito. Dia sempat berpapasan dengan Masumi dan Mizuki. Masumi menundukkan kepala nya sedikit sebagai tanda menyapa ramah pada Satomi.
Begitupun sebaliknya. 

Masumi memandangi Satomi dari jauh. Dia merasa akan sangat bahagia bila dirinya yang berada di samping Maya.

Tak berapa lama, tampak Maya dan Satomi keluar dari tempat latihan. Keduanya bergandengan tangan. Masumi menatapnya pilu dari kejauhan.

Rasa cemburu itu tentu masih ada dalam bathin Masumi, namun dia tak bisa berbuat apa-apa. Dialah yang meninggalkan Maya untuk Shiory.

Masumi berjanji tidak akan mengganggu pernikahan Maya dan Satomi. Karena dia melihat Satomi begitu menyayangi Maya. Walau dalam keheningan malam, Masumi masih menitikkan airmata untuk kerinduannya pada Maya.

*****
Satomi membawa Maya ke sebuah tempat makan di tepi pantai. Suasananya begitu romantis. Maya tampak bahagia, apalagi Satomi.

Dari tempat jauh yang tersembunyi, Masumi memandangi mereka sedih.

Terlihat Satomi mengeluarkan sesuatu dari kantongnya. Maya tampak tak sabar menunggunya.

"Ayolah Satomi, jangan membuatku penasaran" paksa Maya ingin tahu.

Satomi tersenyum dan membungkukkan badannya untuk mengecup kening istrinya.

Masumi tampak mengepalkan jemarinya cemburu. 

"Maya...aku tidak bisa memberikan lebih dari ini" ucap Satomi lembut.

"Satomii...jangan berkata seperti itu. Kau selalu membuatku bahagia" balas Maya lembut.

Jam menunjukkan pukul 5 sore lebih 5 menit, itu artinya 25 menit lagi hari dimana Maya lahir.

Satomi membisikkan pada Maya, bahwa pada jam itu, dia akan membawa Maya ke tempat yang paling indah di dunia.

"Trimakasih sayang" jawab Maya senang.

Tiba-tiba...

Terdengar suara orang berteriak dan beberapa kali suara tembakan. Suara itu mendekat ke arah dimana tempat Maya dan Satomi akan makan.

Semuanya menjadi panik, tembakan terdengar kembali. Orang-orang berteriak "TIARAP....TIARAP...TIARAP.."

Satomi berusaha melindungi Maya, dia berlari ke arah Maya yang berada di depannya.

DOOR...DOOR...

Sesuatu mengenai tubuh Satomi, sehingga dia terjatuh pucat tepat di pangkuan Maya.

Semua orang disana masih sibuk menyelamatkan diri masing-masing.

Maya memeluk tubuh Satomi dan mengguncangkannya. Namun tubuh itu terdiam lemah. Darah mengalir dari hidung dan dadanya.

Maya bingung. Dia berteriak minta tolong. Dan Masumi yang melihat kejadian itu segera menghampiri lokasi kejadian.
Tampak suasana mulai aman. Para penjahat dan polisi yang saling kejar-kejaran tadi telah menghilang dari tempat kejadian

Maya masih memeluk Satomi erat. Mengecup kening dan memintanya bangun.

"Bangun Satomi...bangunlah...sebentar lagi..." ucap Maya lirih.

Mata Satomi terbuka sedikit dan menatap Maya penuh cinta. Maya memeluknya lagi.
Satomi berusaha mengucapkan sesuatu.

"Jangan...nanti saja sayang, kita ke RS dulu ya" kata Maya cemas.

Masumi menghubungi ambulan, tak berapa lama mereka membawa Satomi ke RS. 
Tampak Maya mengiringinya setia. Membelai kepala suaminya.

Setibanya di RS, dokter segera memberikan pertolongan pertama pada Satomi. Tampak Masumi menemani Maya yang sedang ketakutan.

"Tenang Maya, aku yakin Satomi pasti baik-baik saja" ujar Masumi menenangkan Maya.

Maya hanya diam terpaku. Wajah Maya benar-benar sedih. Dia menangis terisak mengingat luka di sekujur tubuh Satomi.

Lalu...
Dokter keluar dari tempat Emergency. Dia memanggil Maya, Masumi mengiringi nya.

Dokter meminta keluarganya masuk dan menemui Satomi. Karena sepertinya Satomi sudah sangat kritis. Dokter telah berusaha.

Maya masuk dan langsung memeluk Satomi. Airmatanya mengalir tanpa henti.

"Satomiii...bukalah matamu...aku mohon" isak Maya.

Perlahan Satomi kembali membuka matanya. Dia menatap Maya sayu. Maya menggenggam jemari Satomi dan menciumnya.

"Sayaaang..." panggil Satomi lemah.

Maya mengangguk sambil menangis. Masumi memandangi mereka dengan mata berkaca-kaca.

"Iya suamiku, kau berjanji akan membawaku ke tempat yang indah 25 menit lagi, bukan?" ucap Maya pilu.

Satomi mengangguk lemah, airmatanya pun mengalir deras.

"Maya...aku sela..lu....mencintai...mu" ucap Satomi terbata-bata.

Maya mengiyakan, dan mendekapnya kembali. Maya begitu terpukul dengan keadaan Satomi.

Maya menggenggam lebih erat jemari Satomi yang pucat dan lemah. Lalu Maya mencium bibir Satomi lembut.

"Sayang..trimakasih..kau mau mem...bu..ka..hati..mu..untukku" ucap Satomi kembali.

Maya menggelengkan kepalanya lirih. Dia tidak ingin Satomi berbicara lagi. Satomi harus banyak beristirahat, pikirnya.

"Sudah sayang, kau harus istirahat, aku akan menjagamu disini" balas Maya sedih.

Satomi tampak menganggukkan kepalanya lemah. Lalu membalas genggaman jemari Maya. Namun genggaman itu semakin lama semakin lemah dan akhirnya terlepas dari tangan Maya.

Begitupun matanya tertutup perlahan dengan senyuman di bibirnya.

Maya terdiam membelai Satomi. Maya tak menyadari bahwa alat bantu pernafasan Satomi telah berbunyi datar.

SATOMI TELAH PERGI...

Dokter meminta Masumi memberi penjelasan pada Maya. Maya masih memeluk tubuh Satomi yang mulai dingin dan kaku.

"Maya..." ajak Masumi.

"Tidak...dia masih hidup pak Masumi" balas Maya terisak.

"Dia...akan...mem..bawa..ku...ke..tempat...yang...indah, 25 menit lagi, kan?!" kata Maya shock.

"Maya...biarkan dia tenang di tempat indah itu" kata Masumi sedih.

"Tidak pak, aku harus ikuuuuuttt" Maya menangis sejadinya.

"Maya..." peluk Masumi menenangkan Maya.

"Satomi...satomi...25 menit lagi. Mengapa kau bohong?!" tangis Maya sedih.

Satomi...satomi...satomi...

*****
Semua rekan dan teman hadir pada acara pemakaman Satomi. Begitupun Masumi, Mizuki dan Hijiri.

Semua memandangi Maya dengan sedih. Semua tamu telah pulang. Yang tinggal hanya Rei, Masumi, Mizuki dan Hijiri.

Maya tampak berdiri di samping pusara Satomi di atas tanah yang masih basah.

Perlahan Maya memegangi perutnya. Maya tersenyum miris sambil mengatakan sesuatu ke arah pusara Satomi.

"Satomi...suamiku...apa kau tau bahwa aku belum sempat mengatakannya padamu" ucap Maya terisak.

Semua menatap Maya pilu. Mereka sangat ingin menenangkan Maya yang dari tadi terus menangis tanpa henti.

"Padahal aku akan mengatakannya...setelah kau ucapkan ulang tahun itu padaku. Maafkan aku" ucap Maya kembali.

Maya terus mengusap-usap perut kecilnya.

"Sayang...sekarang kau akan hadir kembali melalui janin ini" ujar Maya pilu.

"Ya...janin ini adalah dirimu. Dia yang akan menjagaku setelah kau pergi. Trimakasih Satomi, kau telah berikan semua yang terbaik padaku" Maya menangis tersedu-sedu.

"Selamat Tinggal, suamiku" ucap Maya lagi.

Lalu Rei memberanikan diri membawa Maya meninggalkan pusara suaminya. Maya sangat lemah sehingga dia mengikuti Rei begitu saja.

Walau dalam perjalanannya, Maya berulang kali menoleh ke belakang memandang pusara tersebut. Airmata masih membasahi pipinya.

Satomi...kau begitu baik...
Kau akan tetap hidup dalam hatiku...
Anak kita nanti akan selalu menemaniku...
Seperti janjimu padaku...

Dan kini walau kau telah tiada...
Kau berikan penjagaanmu melalui anak ini...
Trimakasih Satomi...
Suamiku...
Satomi Sayang...






***the end***