Juni 09, 2011

- Another -





{IF: Saat kepulangan Satomi ke Tokyo. Kala itu Maya masih mencintai Satomi, walau terkadang perasaan bahagia hadir bila bertemu Masumi}


Hari itu Maya dan Satomi akan makan siang bersama. Sedari pagi, Maya mulai mencocokkan pakaian apa yang akan dia pakai untuk acara itu. Rei bingung melihat Maya yang sangat gelisah. Maya tampak bahagia, sampai-sampai beberapa kali handphonenya berbunyi tak didengarnya.


Akhirnya Rei yang mengangkat handphone itu. Ternyata dari Satomi. Rei memberikan nya pada Maya.


"Maya, ini dari Satomi" kata Rei.


Maya mengambil handphonenya dan Satomi meminta Maya untuk turun dari apartemennya. Karena dia saat ini sedang menunggunya di luar.
Maya tampak bingung, dia belum bersiap. Dan ini terlalu cepat, pikirnya. Dia pun memakai baju seadanya.


*****

Maya dan Satomi berjalan menyusuri trotoar kota Tokyo. Keduanya tampak bahagia. Maya menggandeng tangan Satomi. 


Mereka tak menyadari ada mobil yang memperlambat kecepatannya karena mereka. Tentunya mobil Masumi Hayami. Dia kaget melihat keduanya. Dia menyuruh supir untuk mengikuti mereka dari kejauhan.


Satomi...anak itu sudah pulang. Mengapa aku tak memperhitungkannya. Dia sangat menyukai gadis itu. Begitupun koji, aku bodoh sekali...
Tapi apakah mereka menjalin hubungan kembali?


Masumi tampak pucat, karena 2 hari sebelumnya dia sudah merencanakan kejutan untuk Maya. Dia lesu memandangi Maya dan Satomi yang tampak sangat bahagia.


Dia tak bisa menyaksikan kedekatan mereka lebih lama lagi. Akhirnya dia menyuruh supir melanjutkan perjalanan secepatnya.


Sesampainya di kantor, dia langsung memanggil Mizuki.
Mizuki dengan sigap datang dan menghadap Masumi.


"Mizuki...apa kau sudah tau bahwa Satomi telah kembali ke Tokyo?" tanya Masumi langsung.


"Satomi?" Mizuki bertanya balik.


"IYA! Apa saja kerjamu? Urusan anak itu saja kau tak tahu apa-apa?" bentak Masumi tiba-tiba.


Mizuki heran, mengapa dengan boss-nya yang datang-datang langsung marah dan mengejutkan seperti ini.


"Maafkan saya pak. Tapi Satomi sudah kembali 3 hari yang lalu. Dan selama itu pula Satomi selalu menemani kemanapun Maya pergi" kata Mizuki menjelaskan.


Masumi mengepalkan jemarinya, tampak wajahnya merah padam. Dia begitu cemburu mendengar itu dari Mizuki.


"Mizuki...bawa gadis itu padaku" ucap Masumi kesal.


"Pak Masumi, apa maksud anda?" Mizuki ragu dengan apa yang didengarnya.


"APA KAU TIDAK MENDENGARKU, MIZUKI" kata Masumi berteriak.


Mizuki langsung mengiyakan dan secepat kilat meninggalkan ruangan tersebut.


Apa yang akan dilakukan anda kali ini, pak Masumi...
Aku takut anda melakukan hal yang bodoh...
Pak Masumi...pak Masumi...


*****
Maya sedang latihan ditemani Satomi. Semua anggota teater, khususnya wanita...terkesima melihat ketampanan Satomi. Dia telah menjadi lelaki dewasa yang sangat gagah dan menarik.

Tiba-tiba handphone Maya berbunyi, ternyata dari Mizuki. Maya kaget dengan permintaan Mizuki untuk menemuinya di suatu tempat. Selain itu Mizuki juga merahasiakan pertemuan ini. Tak seorangpun boleh mengetahuinya. Maya menyetujui semua permintaan Mizuki. Dia tak pernah bahwa pertemuan itu atas permintaan Masumi.

Maya menjelaskan bahwa dia ada urusan penting, tapi Satomi bersikukuh ingin menemani Maya. Dengan susah payah Maya membujuk Satomi untuk membiarkannya. Akhirnya Satomi pun mau menerimanya. Dengan tatapan curiga dia memandangi punggung Maya yang pergi menjauh dari hadapannya.

*****
Maya masuk ke sebuah mobil yang telah menunggunya di ujung jalan. Tampak Mizuki melambaikan tangannya. Merekapun pergi ke suatu tempat. Mizuki mengajak Maya ke sebuah butik. Dia meminta Maya mencoba beberapa gaun indah. Maya terpelongo dengan semua yang diberi padanya.

Setelah itu, Mizuki membawanya ke sebuah salon. Dia memberi perintah untuk merapikan rambut Maya kepada seorang pekerja salon.

Lalu Maya disuruh berganti pakaian dan bersiap-siap. Mizuki membawanya lagi tanpa mengatakan apapun. Itu membuat Maya bingung dan bertanya-tanya.

"Maaf nona Mizuki, sebenarnya ada apa?" tanya Maya.

"Maya tenanglah, nanti kau akan tau. Tapi kumohon kau harus sedikit bersikap dewasa" pinta Mizuki pelan.

Mobil melaju meninggalkan Tokyo, menuju arah luar kota. Setelah hampir menempuh perjalanan selama lebih kurang 3 jam, akhirnya mobil memasuki kawasan pantai. Tak berapa lama, tampak beberapa villa dengan jarak yang cukup jauh antara masing-masing villa.

Maya semakin bingung dengan keadaan ini. Hingga Mizuki memintanya turun dan memasuki sebuah villa. Mizuki menenangkan Maya bahwa dirinya akan menunggu di sini. 
Maya tampak ragu, dia ingin Mizuki menemaninya. Namun Mizuki menolaknya, Maya takut dengan semuanya. Beribu pikiran buruk melintas di benaknya.

Maya pun perlahan menuju villa tersebut. Berkali dia menoleh ke arah Mizuki. Mizuki mengisyaratkan segera dengan tangannya.

Maya telah berdiri di pintu masuk. Dia mengetuk namun tidak ada jawaban. Sekali lagi Maya menoleh ke arah Mizuki. Dan Mizuki kali ini menyuruh Maya langsung masuk saja. Maya pun menuruti isyarat Mizuki.

Akhirnya dia berada di dalam villa tersebut. Maya melihat ke sekeliling. Tapi tak seorangpun ada disana. Tiba-tiba seseorang menutup matanya dari belakang. Maya kaget, dia berusaha menarik tangan itu, tapi tangan itu malah memeluk pinggangnya.

Sejenak Maya menyadari siapa yang memeluknya. Tapi dia tak bisa memalingkan badannya, karena dekapannya terlalu kuat.

Beberapa saat Maya hanya terdiam grogi. Pipinya mulai merona, tatkala orang itu membalikkan tubuh Maya dan mereka berhadapn saat ini. Sangking dekatnya jarak mereka, Maya jadi kesulitan bernafas.

"Pak Masumi....anda" ucap Maya heran dan bingung.

"Mungil...aku...aku..." kata Masumi lembut.

Masumi mendekatkan wajahnya ke wajah Maya dan dia mengecup lembut bibir mungil Maya.
Maya hanya bengong dengan apa yang baru saja dilakukan Masumi. Tapi dia membiarkannya.

Entah mengapa aku senang akan kecupan tadi...
Oh pak Masumi...aku...ada apa denganku? Satomi...

Tiba-tiba bayangan Satomi muncul. Maya merasa bersalah pada kekasihnya itu. Namun itu semua pergi saat Masumi mengeluarkan sekuntum mawar ungu dari jas-nya.

Maya menerimanya ragu, dia masih tidak berpikir bahwa Masumi adalah mawar ungu itu. 
Maya langsung menciumi mawar tersebut.

"Mungiil...apakah kau tahu sesuatu tentang mawar itu?" tanya Masumi gugup.

Maya menggelengkan kepalanya dan menciumi kembali pucuk mawar tersebut.

"Maya...aku...akulah 'mawar ungu' itu! Selama ini aku lah yang menjadi penggemarmu" kata Masumi merona.

Maya terbelalak mendengarnya, dia hanya tak percaya. Tiba-tiba dia merasa lemas sehingga tubuhnya sempoyongan akan jatuh. Namun Masumi segera menahannya.

Maya meneteskan airmata, dia benar-benar terharu dengan penuturan pak Masumi tadi. Masumi membawanya duduk di sebuah sofa. Dia memberi Maya minuman hangat.

Maya bersandar tak berdaya, sementara Masumi memandangi wajah Maya dengan mesra.

Sadar akan tatapan Masumi, pipi Maya menjadi merah. Dia merasa malu, berusaha memalingkan wajahnya dari tatapan Masumi. Namun Masumi menahan dagu Maya dan membuat mata mereka beradu dalam keheningan.

Perlahan Masumi mulai melingkarkan tangan kanannya pada pinggang Maya. Dan tangan kirinya membelai wajah Maya, menyentuhnya lembut. Jari telunjuk Masumi menyusuri lekuk wajah gadis itu. Saat bibir mungil itu tersentuh, Masumi mengecupnya lagi. Maya hanya mendesah manja.

Tangan Masumi mulai menyentuh turun ke dada, meremasnya dan lagi. Namun bibir itu masih saja melumat bibir Maya. Baik Maya, apalagi Masumi begitu terlena. Hingga tanpa sadar Masumi telah berada dia atas tubuh gadis itu.

Tatapan mereka begitu penuh arti. Entah apa yang Maya pikirkan, dia hanya sangat bahagia karena Masumi adalah penggemar yang dia cintai selama ini.

"Pak Masumi..." desah Maya pelan.

"Iya mungiiil..." jawab Masumi mesra.

Maya merasakan sesuatu menusuk tubuhnya. Dia jadi malu karena merasakan kenikmatan karenanya. Masumi semakin membabi buta. Satu persatu kancing baju Maya terbuka. Maya pun membiarkannya, Masumi membuka jas dan kemejanya. 

Kini hanya pembatas bagian dada mereka hanya lah sebuah bra Maya. Masumi seperti lepas kendali. Begitupun dengan Maya.

Tiba-tiba...
Handphone Maya berbunyi. Keduanya baru tersadar dan sama-sama terkejut.

"Pak Masumi..." kata Maya pelan.

Masumi segera berdiri dan memakai kembali pakaiannya. Maya pun mengancing satu persatu kancing bajunya. Mereka tampak sama-sama tersipu.

Maya mengangkat teleponnya. Dari Satomi yang sudah menunggunya di studio. Namun Maya meminta Satomi untuk tidak menunggunya. Maya berjanji akan menemuinya besok.

*****

Baik Masumi maupun Maya sudah sangat keterlaluan. Mereka benar-benar sama-sama merasakan rasa suka. Akhirnya Maya tersadar bahwa dia telah bersikap tidak adil pada Satomi. 


Masumi berjalan ke arah balkon, sedang Maya merapikan pakaian dan rambutnya. Pipinya merona dengan apa yang telah dia lakukan dengan Masumi beberapa saat yang lalu.


Masumi mencoba menjelaskan sesuatu pada Maya. Dan Maya memang mengharapkan penjelasan itu dari Masumi.


"Mungill...apa yang kau pikirkan tentang 'penggemarmu' itu? Apakah pernah terpikir bahwa dia adalah aku?" tanya Masumi bertubi-tubi.


"Pak Masumi..." ucap Maya malu tertunduk.


"Mengapa kau membiarkanku tadi melakukannya?" tanya Masumi lagi.


"Aku...aku hanya merasa bahagia bahwa 'penggemarku' itu telah kutemukan" kata Maya gugup.


"Maksudmu? Tadi kau membiarkannya karena 'mawar ungu'? Bukan karena aku 'masumi hayami'?" tanya Masumi kesal.


"Pak Masumi...aku hanya ingin mengatakan yang sebenarnya pada anda" ujar Maya bingung.


"Baiklah mungill, aku akan mendengarkannya" kata Masumi lembut sambil membelai rambut Maya.


"Beberapa waktu yang lalu, aku pernah merasa bahagia bila..bila bertemu dengan anda" ucap Maya malu.


"Mungilll...benarkah itu?" tanya Masumi tak percaya.


"Tapi...rasa itu terabaikan karena Satomi kembali ke Tokyo" ucap Maya lagi.


Masumi menatapnya dengan senyum bahagia. Dia menggenggam tangan Maya.


"Mungill...mengapa kau tak mengatakannya padaku? Aku sangat cemburu pada Satomi" ucap Masumi mesra.


"Pak Masumi...saya bersikap tidak adil pada Satomi. Saat ini kami berhubungan kembali" kata Maya ragu.


"Maya...apa kau masih mencintainya seperti saat dia meninggalkanmu?" tanya Masumi ingin tahu.


Maya menatap Masumi, tatapannya kosong dalam kebingungan. Maya menarik nafas panjang sebelum menjawab.


"Entahlah pak, tapi bahagia itu ada saat bersamanya. Namun.. namun..." Maya tak melanjutkan perkataannya.


Masumi jadi penasaran, dia memeluk Maya. Mencium kepala gadis mungil itu. Maya masih sangat labil, pikirnya.


"Mungil...maafkan aku memaksamu untuk dewasa" kata Masumi lembut.


Maya hanya menundukkan kepalanya dan menenggelamkan tubuhnya di pelukan Masumi.


"Pak Masumi...mengapa anda melakukan seperti tadi itu padaku?" tanya Maya heran.


Masumi jadi malu dengan pertanyaan Maya. Pipinya sedikit merah. Masumi mencoba menenangkan bathinnya yang ingin gadis itu segera menjadi miliknya.


"Maya...perasaan 'penggemarmu' itu adalah perasaanku yang sesungguhnya" ucap Masumi lembut.


"Pak Masumi...selama ini anda begitu memperhatikanku. Maafkan aku, karena tak pernah menyadarinya" kata Maya malu.


Masumi kembali menggenggam jemari mungil Maya. Dia sedikit berlutut di hadapan Maya.


"Mungil...berjanjilah pada 'penggemarmu' ini" ucap Masumi memohon pada Maya.


"Pak Masumi...berjanji untuk apa?" tanya Maya bingung.


"Mungil...besok aku akan melanjutkan pendidikan ke luar negeri" kata Masumi terbata-bata.


"Maksudnya? Anda akan pergi dari Tokyo?" tanya Maya kaget.


"Iya Mungil, butuh waktu 2 tahun untuk menyelesaikannya" kata Masumi sedih.


"Pak Masumi..." ucap Maya mulai merasa hampa.


"Mungil, maukah kau merahasiakan perasaanku padamu? Aku hanya berpikir kau harus tahu, sebelum aku pergi jauh" ucap Masumi lirih.


Maya pun menganggukkan permintaan Masumi. Namun sejujurnya Maya belum paham betul dengan maksud dari Masumi. Saat ini usianya baru 16 tahun. Namun Masa-masa puber dan cinta monyet akan segera berlalu.


Maya merasa sedih dengan perkataan Masumi bahwa dia akan meninggalkan negeri ini besok. Maya menjadi merasa kehilangan, dia tak mau seperti itu.


"Pak Masumi...mengapa anda harus pergi. Apakah kau tidak akan melindungiku lagi?" tanya Maya mulai terisak.


"Tidak Mungil, walau jauh...aku akan selalu bisa melindungimu" ujar Masumi menenangkan Maya.


Maya masih menatapnya dengan mata yang sendu. Seperti akan kehilangan sesuatu.


"Hei...Maya...ketika aku kembali nanti, usiamu akan lebih cepat mengerti perasaanku. Percayalah..." ucap Masumi lembut.


Maya hanya menganggukkan kepalanya. Dia pun memeluk tubuh lelaki itu dengan erat. Entah apa yang dia rasakan. Tapi wajahnya tampak bahagia dan tenang di samping lelaki yang usianya 11 tahun lebih tua itu.


Mawar Unguku...jangan pergi...jangan pergi...
Mengapa seperti ini jadinya? Apakah karena aku belum dewasa. Apakah dia bosan untuk menungguku yang kekanak-kanakan...
Pak Masumi...walau aku belum mengerti arti cinta yang kau sebutkan, namun rasa kehilanganku tentangmu itu sudah muncul sedari tadi...


*****
Sejak hari itu Maya mencoba memahami makna cinta. Namun dia selalu menangis saat menerima bingkisan dari 'mawar ungu'. Karena dia tidak dapat bertemu dengannya. Mungkin ini cinta yang sesungguhnya, pikir Maya berulang kali.

Masumi telah berada di negara Paman Sam. Maya menjalani aktifitasnya seperti biasa. Mizuki selalu menjaganya atas perintah Masumi. Semua kebutuhan Maya, Mizuki memenuhinya. Hubungan Maya dan Satomi mulai renggang. Entah mengapa Maya jadi merasakan ada yang berbeda sejak saat itu.

Pak Masumi...ini sudah 1 tahun aku tak melihatmu... Maafkan aku, karena selalu merepotkanmu. Aku malu terhadap diriku sendiri...
Pak Masumi...semuanya terasa hampa tanpa anda. Apakah kau tau bahwa aku sangat menikmati pertengkaran-pertengkaran kecil denganmu...

Maya masih dalam lamunannya di meja riasnya, ketika Mizuki memanggilnya berkali-kali.

"Maya...Maya..." panggil Mizuki.

"Ah iya Mizuki, apa kau memanggilku?" tanya Maya malu.

"Maya ada telepon dari pak Masumi" kata Mizuki sambil memberikan handphone pada Maya.

"Halo mungil..." suara Masumi menyapa dari sana.

"Eh...halo pak Masumi" sahut Maya grogi.

Mizuki memperhatikan wajah Maya. Dia tersenyum melihat pipi Maya yang merona. 

Pak Masumi...cepatlah kembali...
Anak ini sudah mulai dewasa sekarang...
Aku yakin dia sudah bisa membedakan cintanya pada mawar ungu dan anda...

Mizuki masih memperhatikan Maya. Terdengar suara Maya sangat lembut dan manja pada Masumi di seberang telepon sana.

"Pak Masumi...jangan menggodaku terus. Ah anda..." ucap Maya tersipu-sipu sendiri.

"Baiklah...aku mengerti. Oiya anda juga harus jaga kesehatan ya" ucap Maya lagi.

"Pak Masumi...trimakasih. Aku akan menunggumu" kata Maya sedih.

"Bye-bye" ucap Maya menyudahi teleponnya.

Maya lama terdiam, mengingat apa yang dibicarakannya tadi bersama pak Masumi. Dia jadi berpikir tentang satu pertanyaan yang ditanyakan Masumi padanya. Pertanyaan itu tentang hubungannya dengan Satomi.

Satomi...aku tak tahu bagaimana lagi perasaanku padanya...
Kenapa aku tak memikirkan sebelumnya ya?
Sudah lama kami tak jalan bersama. Dan mengapa aku biasa saja...aku tidak merasakan sedih atau sepi...
Tapi waktu itu, aku pernah begitu ingin bersamanya...
Apakah sekarang semuanya sudah pergi...
Perasaanku padanya sudah tidak seperti dulu lagi...

Maya tidak tahu bahwa Satomi masih sangat mencintainya. Namun entah mengapa Maya selalu menghindar bertemu Satomi. Ada rasa bersalah bila dia sampai menemui Satomi lagi setelah janjinya pada 'mawar ungu'.


Namun Satomi sepertinya memaksa ingin menemui Maya. Dia meminta Mizuki untuk mengijinkannya bertemu dan berjalan-jalan bersama Maya di hari libur. Mizuki mencoba menjelaskan bahwa Maya memang belum bisa menemuinya.


Perlahan Mizuki memberi masukan bagaimana mengatasi hal seperti itu pada Maya. Maya selalu merasa takut untuk menjelaskan kepada Satomi. Namun Mizuki meminta Maya untuk bertanggung jawab dengan semua komitmen yang sudah diambil.


"Maya...sebaiknya kau menemui Satomi secepatnya. Dia pemuda yang baik. Pasti dia akan mengerti dengan apa yang kau katakan" kata Mizuki menasehati.


"Mizuki...kau mau membantuku kan? Aku akan menemuinya tapi kau harus ikut denganku" pinta Maya.


"Maya...aku akan selalu mengawasimu. Tapi itu tanpa kau ketahui. Jadi kau bisa merasa nyaman, bukan?!" kata Mizuki.


*****
Satomi telah menunggu Maya di sebuah cafe di pinggir pantai. Tak berapa lama Maya dan Mizuki sampai disana. Namun Mizuki segera meminta Maya duluan menemui Satomi. Mizuki akan memperhatikan mereka dari kejauhan. 

Perlahan Maya menghampiri meja dimana Satomi telah menunggunya. Satomi berdiri dan menyapa mesra Maya.

"Maya, kau sudah datang" ucapnya senang dan mempersilahkan Maya duduk di dekatnya.

Namun Maya memilih duduk di kursi yang berhadapan dengan Satomi. Bathin Maya berkecamuk saat bertatapan dengan Satomi. Dia kembali mengingat masa indah mereka. 

"Maya sudah lama kita tak bertemu. Apa kau baik-baik saja?" tanya Satomi membuka pembicaraan.

"Iya Satomi, aku senang bisa bertemu denganmu lagi" ucap Maya mencoba tenang.

"Satomi.....aku...aku minta maaf karena tak memberi penjelasanku padamu waktu itu" ujar Maya ragu.

Satomi menyentuh jemari Maya. Dia menatap Maya penuh cinta dan kerinduan. Maya hanya tertunduk, dia merasakan jantungnya kembali berdetak kencang karena sentuhan Satomi.

Satomi...Satomi bagaimana aku menjelaskannya padamu? Kau begitu baik, dan sangat pengertian. Aku tak tega melihatmu bersedih karena aku...

Akhirnya Maya tak mengatakan apapun pada Satomi. Merekapun bertemu dan janjian seperti sedia kala. Mizuki jadi bingung sendiri. 

Maya...semua adalah keputusanmu, aku rasa aku tidak pernah salah menjelaskan apapun padamu kan...
Mungkin belum saatnya 'cinta monyet' itu berlalu...
Yaa...memang belum saatnya...pak Masumi...

Hari-hari berlalu, Maya tampak bahagia bersama Satomi. Dia benar-benar belum bisa melupakan Satomi. Dan semua yang terjadi pada Maya, pasti Masumi sudah mengetahuinya.

* Apartemen Masumi (United States)*

Masumi termenung di sudut balkon apartemennya. Dia menyembulkan asap rokok dari mulutnya berkali-kali. Ada guratan pilu dari wajahnya. Tadi sore dia baru mendengar semuanya dari Mizuki.

Berkali-kali dia coba memahami gadis mungil itu. Namun semakin lama, bathinnya semakin berontak. Dia merasa Maya hanya mencintai sosok 'pengagum rahasia' nya saja. Dan bukan dirinya.

Mungil...aku akan mengerti untuk saat ini, tapi ketika aku kembali...semuanya mungkin tidak bisa kumengerti lagi...
Maafkan aku yang selalu memaksakan kehendakku padamu..
Kali ini aku takkan memaksakan perasaanku padamu...
Biarlah berjalan seperti apa adanya...

*****

Hari itu Masumi kembali ke Tokyo. Mizuki sudah sedari tadi sibuk menyambut kedatangan bos-nya. Dia menyuruh petugas kebersihan membersihkan ruangan Masumi. Semua sudah rapi dan bersih. Mizuki pun menuju ke bandara. 

Namun kepulangan Masumi, tidak diketahui oleh Maya. Karena Masumi berpesan bahwa dia ingin melihat sejauh apa raksi Maya dengan kepulangannya. Masumi mencoba memahami perasaaan anak remaja itu.

Masumi mendorong trolinya dan keluar perlahan dari pintu kaca itu. Dia melihat Mizuki melambaikan tangan. Tak berapa lama mereka sudah berada di mobil dan segera melaju ke kediaman Masumi.

Ada pesta kecil untuk menyambut kepulangannya. Eisuke merencanakan semua ini. Hingga malam tampak relasi dan rekan kerja masih ada beberapa disana. Masumi tampak kelelahan, dia pun pamit naik ke atas.
Eisuke menyuruhnya istirahat dan dia lah yang menemani para tamu hingga mereka pulang.

Masumi masuk kamar dan langsung menghempaskan tubuhnya di kasur nan empuk itu. Pikirannya lega bisa kembali lagi ke Tokyo. Bayangan Maya muncul di benaknya. Dia benar-benar merindukan gadis mungil itu. Tapi dia harus menahan semuanya hingga Maya benar-benar dewasa.

Ah...bagaimana mungkin aku harus menahannya? Ini bisa gila! Mungil...apa kau benar-benar belum mengerti arti cinta itu? Sampai kapan aku harus memendam lagi?

Masumi terus dengan pikirannya sendiri tentang Maya, hingga diapun tertidur pulas. 

*****
Hari itu Maya berlatih seperti biasa, dia berjalan menyusuri trotoar sepanjang jalan besar itu menuju studio. Maya singgah ke sebuah minimarket kecil untuk membeli beberapa cemilan. Kemudian melanjutkan perjalanannya.


Setibanya di studio, tampak Satomi telah menunggunya. Dia ingin Maya menemaninya ke gedung Daito. Karena ada urusan menyangkut kerja sama untuk peran barunya dengan manajemen Daito.


Maya kaget mendengar Satomi mengajaknya kesana. Dia teringat pada pak Masumi. Namun Maya meyakinkan hatinya bahwa Masumi berada di luar negeri saat ini.


Akhirnya mereka pun pergi bersama. Satomi menggandeng tangan Maya mesra. Satomi membawa Maya ke suatu ruangan. Ada beberapa kursi di ruang tunggu. Maya pun duduk disalah satu kursi dan Satomi masuk ke ruangan tersebut.


Maya mengambil sebuah majalah yang tergeletak di meja kecil dekat tempat duduknya. Dia pun asyik membaca beberapa artikel di dalam majalah tersebut.


Tak berapa lama, Masumi melewati tempat Maya menunggu. Dia sangat kaget melihat Maya ada disana. Segera dia bergegas akan menghampiri Maya, namun Satomi keburu muncul dari ruangan di depannya.


Masumipun mengurungkan niatnya, dia berusaha menyembunyikan diri di satu ruangan kosong agar mereka tidak melihatnya.  Masumi menarik nafas panjang sambil memperhatikan keduanya dari ruangan tersebut.


Maya...kau tampak bahagia...
Aku senang melihatmu tersenyum...
Tapi aku sangat cemburu karenanya...
Mengapa bukan aku yang ada di sampingmu...
Mungil...mengapa kau tak menyadarinya..
Atau memang cinta pertamamu itu belum padam?


Setelah mereka pergi, Masumi pun kembali ke ruangannya. Dia kesal dengan keadaan Maya dan Satomi tadi. Dia merasa Maya memang tak pernah memikirkannya...
Kembali dia melamunkan gadis itu...


Mungil...apa kau sudah lupa dengan yang kukatakan?
Mengapa kau tak ingat bahwa ini sudah 2 tahun lebih 1 minggu sejak kepergianku...


Ketika masih terhanyut dengan lamunannya, Mizuki mengetuk pintu dan masuk ke ruangan Masumi. Dia melihat Masumi sedang kesal dan Mizuki yakin itu karena gadis yang bernama 'Maya' itu.


"Pak Masumi, kita ada janji dengan tamu dari China" kata Mizuki.


"Iya, aku tahu, siapkan semuanya" jawab Masumi sambil berdiri untuk pergi.


"Apa anda baik-baik saja, pak? Pertemuannya masih 1 jam lagi. Jadi sebaiknya nanti saja" ujar Mizuki bingung.


"Kita akan ke suatu tempat dulu" kata Masumi sambil berlalu melewati Mizuki.


Mizukipun mengikutinya dari belakang dengan membawa beberapa dokumen yang diperlukan. Dalam benak Mizuki, dia sudah tahu kemana bos-nya tersebut.


*****
Satomi sudah kembali ke studio tempat manejemennya berlatih. Sedang Maya berlatih di studio Kids bersama teman-teman yang lain. Sesekali Maya tampak tak konsentrasi. Oleh karena itu guru pelatih menyuruhnya untuk istirahat dulu.

Maya mengambil minuman hangat yang sudah disediakan. Dia mencoba keluar menuju satu ruangan kosong. Dia berdiri di dekat jendela kaca memandang langit yang terlihat mendung siang itu. 

Entah mengapa tiba-tiba dia teringat 'pak Masumi'. 

Sudah lama sekali aku tak bertemu dengannya...
Selama ini aku menjalani hubungan dengan Satomi, namun mengapa terasa ada yang hampa dalam relung hatiku?

Ah...sudah berapa lama ini? Apakah...oh tidak...
Aku baru ingat, bagaimana ini...
Oh Tuhan...mengapa aku lupa?
Mawar Unguku...apa kau sudah kembali?

Maya terlihat kebingungan sendiri, dia bolak balik melihat kalender yang ada di handphonenya. Dia pernah menuliskan tentang kepergian Masumi di note-nya.
Maya lebih shock lagi ketika tanggal itu muncul. Maya langsung menghubungi Mizuki. Namun handphone Mizuki tidak aktif.

Maya tak menyadari bahwa Masumi telah ada disana. Dia melihat kebingungan Maya. Wajahnya tersenyum, teringat bahwa Maya masih mengingatnya...

Mungil...kau masih mengingatnya...
Trimakasih Maya...
Berbaliklah menoleh ke arahku...
Maka aku akan memelukmu...

Maya merasa ada seseorang yang memanggilnya...
Namun dia ragu, karena tidak ada siapapun disana...
Akhirnya Maya pun menoleh ke belakang...
Dan...

Maya menjadi kaku...
Seluruh tubuhnya terasa ingin melayang...
Dia menatap Masumi dengan rasa rindu...
Dia pun berlari menghampiri Masumi..
Dan memeluknya...

Pak Masumi...an..anda sudah kembali?
Mengapa tak memberitahukanku?
Mawar Ungu-ku...

Masumi tampak terharu dengan sikap Maya. Dia pun membalas pelukan gadis mungil itu. Dia bahagia Maya mengingatnya, walau terlambat...

Mungil...kau jahat...
Membuatku terlalu merindukanmu...
Membiarkanku selama 2 tahun 1 minggu begini...
Kau sudah melupakanku ya? 
(Bisik Masumi lembut)

Mereka masih saling berpelukan, Mizuki masuk dan memberitahukan bahwa Satomi sedang mencari Maya.
Mendengar itu, Maya segera melepaskan pelukannya pada Masumi.


Dan tentu itu membuat Masumi kesal, dia mencoba menahan Maya, namun Maya menepisnya. Dia pamit begitu saja dan meninggalkan Masumi yang memandangnya pilu.


Apa itu? Mengapa jadi seperti ini?
Mungiiil...mengapa...mengapa?


Masumi menghantamkan kepalannya ke dinding. Mizuki menjadi serba salah. Dia menjadi cemas melihat bos-nya seperti ini.


Mizuki memohon pada Masumi untuk meninggalkan tempat itu, karena masih ada pertemuan dengan relasi dari China tersebut.
Dengan langkah berat, Masumi meninggalkan studio diikuti Mizuki. Dia menoleh ke arah studio, dimana Maya sedang bercanda dengan Satomi. 


Mata Masumi masih saja menatap mereka hingga dinding itu menghalangi dan berpindah ke ruangan lain. Mizuki memperhatikan Masumi dengan raut kasihan.


Pak Masumi...aku kasihan padamu..
Gadis itu benar-benar keterlaluan..
Maya...kali ini kau salah..
Aku tidak akan membiarkannya..


Entah mengapa Mizuki merasa kesal dengan sikap Maya tadi. Dia berencana akan membuat keduanya bersatu selamanya.


*****
Masumi masih melamun, ketika Mizuki memberikan dokumen untuk pertemuan hari itu. Hingga pertemuan usai, tak banyak yang diucapkan pria tampan itu. Dia masih saja dengan tatapan kosongnya.


"Pak Masumi, apa anda baik-baik saja?" tanya Mizuki ketika mereka di dalam mobil.


Masumi diam saja, dia mengacuhkan pertanyaan Mizuki. Pandangannya ke luar jendela begitu sedih. Masumi mencoba menerima dan mengerti gadis itu. 


Mungil...kau belum mengerti sepenuhnya...
Maafkan aku...maafkan aku...
Aku akan tetap melindungimu...
Apapun yang terjadi...
Bagaimanapun perasaanmu nanti...
Aku akan coba memahaminya...


Mizuki menatap Masumi dengan rasa iba, dia tak mengerti dengan bos-nya itu. 
Mobil melaju menuju Daito. Dan Masumi baru kembali ke rumah, saat malam telah larut.


*****
Sementara malam itu Maya baru saja selesai latihan. Dia berjalan menyusuri jalanan sendiri. Saat sendiri begini, entah mengapa pikirannya kembali pada Masumi. Dia mengingat peristiwa siang tadi, Maya merasa bersalah. Diapun heran mengapa dia bisa meninggalkan Masumi ketika itu?

Pak Masumi...Mawar Ungu-ku...
Aku tak menyadarinya tadi...
Betapa bodohnya aku, aku...aku telah menyakitinya...
Maafkan aku...pak Masumi...

Tiba-tiba sebuah mobil menghampirinya, Hijiri turun dari mobil itu. Tampak dia membawa sebuket bunga dan sebuah surat untuk Maya.

Maya kaget, dia merasa tak pantas menerima bunga itu. Dia meminta Hijiri membawa kembali bunga tersebut. Namun Hijiri menolaknya, dia mengatakan bahwa 'mawar ungu' sangat merindukan Maya.
Mendengar itu Maya langsung menangis. Dia merasa telah melupakan pak Masumi, pengagumnya.

"Kak Hijiri, sampaikan maafku padanya. Aku...aku malu sekali bila harus bertemu dengan pak Masumi lagi, setelah apa yang kulakukan" ucap Maya terisak.

"Nona...kau tak perlu seperti itu, beliau tidak pernah marah padamu. Jadi temuilah besok seperti dalam surat itu" kata Hijiri.

Maya masih menangis, Hijiri pun pamit setelah mengantar Maya ke apartemennya. Maya masih berdiri di depan apartemen. Kembali dia membaca surat mungil dari Masumi.

To: Maya
Mungil...aku sangat senang bisa melihatmu tersenyum, pasti kau sangat bahagia saat ini. Sebelumnya aku minta maaf padamu, bila perjumpaanmu denganku membuatmu menderita. 
Mungil...mungkin pengakuanku padamu 2 tahun yang lalu sudah membuatmu bingung, namun saat ini aku hanya memintamu untuk jujur padaku...
Temui aku besok pagi, aku hanya ingin sarapan bersamamu...
Besok Hijiri akan menjemputmu, dan membawamu ke suatu tempat. Datanglah...Mungil...
From:Masumi

Maya masuk ke kamar dan melipat surat itu. Buket bunga itu dia letakkan di atas meja riasnya. Dia mencium buket tersebut, membelainya dengan pilu.

Aku memang jahat...
Mengapa perasaanku seperti ini? Satu ruang di hatiku terasa masih  merindukan dan bahagia bila bersama Satomi...
Bagaimana ini? Mengapa secepat ini? Aku bingung...
Namun di ruang hatiku yang lain, ada pak Masumi si 'mawar ungu-ku'. 
Aku juga selalu merindukan saat-saat bercanda bersamanya. Aku tidak bisa begini terus, apakah aku harus mengambil keputusan? Tapi bagaimana bila keputusan itu salah di kemudian hari...bagaimana bila....

Beribu pertanyaan muncul dalam benak Maya, akhirnya dia tertidur pulas malam itu.

*****
Keesokan Hari...
Seperti yang sudah dijanjikan dalam surat Masumi kemarin, pagi-pagi sekali Hijiri telah datang menjemput Maya. Maya pun pergi dengan hati bimbang. Bathinnya berkecamuk dengan ajakan Masumi untuk bertemu.

Mobil memasuki sebuah rumah dengan pekarangan yang sangat luas. Maya heran mengapa pak Masumi mengajaknya makan di tempat seperti ini. Dia memandang keluar kaca mobil, hingga palang nama keluarga itu dia baca 'Kediaman Hayami'.

Maya langsung pucat, dia merasa gemetar. Kakinya terasa kaku tak bisa digerakkan. Perlahan keringat dingin membasahi tubuhnya.

Mobilpun berhenti, Hijiri pun membukakan pintu untuk Maya. Namun Maya masih diam tak bergerak, akhirnya Hijiri menyentuh tangan Maya, barulah Maya melangkahkan kakinya.

Hijiri membawa Maya ke satu ruangan. Maya pun masuk, kemudian Hijiri pamit dan menutup pintu itu kembali.
Maya semakin bingung, jantungnya terasa lebih kencang berdetak. Dia mencoba menenangkan diri dengan meremas-remas jemarinya.

Tiba-tiba pintu dibuka kembali. Terdengar suara langkah sepatu yang semakin lama semakin mendekatinya.
Maya pun membalikkan tubuhnya dengan mata terpejam karena takut.

"Mungil...kau sudah datang" ucap Masumi lembut.

Maya membuka matanya, dia langsung tertunduk begitu beradu pandang dengan Masumi. Jantungnya semakin berdetak kencang. Masumi menyadari kegugupan Maya. Karena sebenarnya Masumi pun merasakan hal yang sama.

Mereka hanya berdiri tanpa kata. Masumi terus saja menatap Maya dengan rindu. Sedangkan Maya masih saja tertunduk karena merasa bersalah. 

Akhirnya Masumi menyentuh jemari Maya, menggiringnya ke sebuah sofa panjang. Dia meminta Maya duduk, sembari mengambilkan teh buatnya.

DEG...DEG...DEG!!!

Maya mengambil cangkir berisi teh dari Masumi. Dia segera meminumnya untuk menghilangkan kegugupannya. Masumi tersenyum memperhatikan gadis mungilnya ketakutan begitu.  

Maya mencoba mencari kata untuk bicara. Dia benar-benar sangat gugup. Namun keberaniannya muncul juga. Perlahan Maya mulai tenang.

"Trimakasih pak Masumi" ucap Maya memulai.

"Sudahlah Mungil, sekarang kita sarapan dulu. Nanti setelah sarapan, kita punya banyak waktu untuk bicara, bukan?" ujar Masumi pelan.

Perasaan Maya kembali gugup. Masumi memanggil pelayan untuk membawakan sarapan ke ruang kerjanya. Tak berapa lama semuanya telah disajikan dengan rapi di atas meja.

Masumi pun menyuruh Maya segera sarapan. Dia tidak ingin Maya sampai sakit karena terlambat sarapan hari ini.

Maya pun hanya menyantap sepotong roti yang ditaburi messes. Juga segelas susu coklat hangat. Begitupun Masumi. Keduanya menghabiskan sarapan tanpa bicara sepatah katapun. Itu membuat Maya semakin tak tenang berada di sana. Sesekali Maya memandang Masumi, namun dia cepat-cepat memalingkan ke arah lain, saat Masumi berbalik menatapnya.

*****
Usai sarapan, Masumi menawarkan potongan buah segar pada Maya. Masumi tampak pandai memendam perasaannya pada gadis itu.

Perlahan Maya mulai memakan buah yang diberikan Masumi. Masumi masih terus menatap Maya dengan lembut. Dia benar-benar sangat merindukan gadis itu. Namun dia telah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak melakukan hal bodoh lagi seperti 2 tahun yang lalu.

Masumi mencoba menahan semuanya sampai Maya benar-benar bisa mengerti dan datang padanya suatu saat nanti.

Masumi duduk di sofa dekat jendela, Maya mengikutinya dan duduk di sofa depan tempat Masumi duduk.

Masumi menatap ke luar jendela, entah apa yang dipikirkannya. Namun raut wajahnya tampak sedang sedih. Mungkin dia menyadari bahwa gadis mungil di depannya ini mempunyai 'seseorang' yang mencintainya selain dirinya.

Dan keyakinan lainnya adalah bahwa gadis ini memang menyayangi 'mawar ungu' pengagum rahasianya, namun saat ini gadis iitu belum bisa memastikan bahwa itu 'cinta'.

Masumi jadi bingung sendiri bagaimana cara menanyakan dan mengatakan kepadanya. Dia menghampiri Maya, Maya pun bergeser menjauh sedikit dari tempatnya duduk.

Masumi menyentuh lembut jemari Maya. Jantungnya berdetak kencang, dia meletakkan jemari mungil itu tepat di jantungnya.

"Kau tahu Mungil, bahwa saat ini...aku begitu grogi ada di dekatmu. Dan itu selalu terjadi bila aku di dekatmu seperti ini" ucap Masumi lembut.

Maya berusaha mengalihkan pandangan matanya. Karena dia pun merasakan hal yang sama  seperti Masumi. Pipi Maya merona seketika. Masumi terus menatapnya lembut.

Tak terasa airmata Maya menetes. Maya mulai terisak dengan kata-kata Masumi. Maya membalas sentuhan tangan Masumi. Dia menggenggamnya erat. Masumi pun begitu sedih melihat Maya menangis.

"Mungil...kau jangan menangis seperti ini. Aku tak bisa melihatnya" ucap Masumi pilu.

"Pak Ma...su...mi, ma..af..kan...aku" ujar Maya terisak.

Maya mencoba memberanikan diri mengangkat wajahnya dan menatap Masumi. Dia merasa sangat berdosa dan bersalah pada Masumi.

"Mungiiiill.........." ucap Masumi, sambil mengusap airmata yang membasahi pipi Maya.

Mereka masih saling menatap...

"Pak Masumi, apakah aku harus membuat keputusan sekarang?" tanya Maya sedih.

Masumi menatapnya penuh harap Maya memutuskan yang membuatnya bahagia. Dia jadi tak ingin lebih lama lagi menderita. Masumi pun menganggukkan kepalanya.

Maya menjadi pucat, dia belum punya keputusan yang pasti. Karena dia harus bertemu Satomi dulu. Dia tak mungkin mengabaikan perasaan Satomi. Namun kali ini dia pun tak ingin membuat kecewa 'pengagumnya'.

"Pak Masumi...bisakah anda memberiku waktu untuk keputusan itu?" tanya Maya lagi.

Masumi hanya diam menatap gadis itu. Dia merasa putus asa dengan sikap Maya. Dia menarik nafas panjang dan mengalihkan pandangannya dari Maya.
Perlahan dia melepas genggamannya dari jemari Maya. Berdiri dan menyembulkan nafas berulang kali.

Masumi berjalan ke jendela, Maya jadi semakin merasa bersalah. Dia pun ingin segera pergi karena tubuhnya terasa lemas. Maya berjalan menghampiri Masumi, namun...

Bbrruuugghh...

Maya terjatuh di lantai yang beralaskan karpet tebal itu. Masumi terkejut, dia segera menghampiri Maya. Berkali dia memanggil Maya, namun Maya diam saja.

Segera Masumi memanggil pelayan dan memintanya memanggil dokter keluarga untuk datang.
Masumi menggendong Maya ke kamarnya. Dia sangat cemas seperti orang linglung sendiri.

Eisuke memperhatikan anaknya dengan santai. Dia tahu bahwa anaknya sangat memperhatikan gadis itu. Tak sepatah katapun dia lontarkan dengan sikap Masumi yang membawa seorang gadis dan membaringkannya di kamar tidur.

*****
Maya masih belum sadarkan diri. Dia tampak pucat, Masumi memandanginya sedari tadi. 

Mungiil...seandainya saat ini kau menjadi milikku, maka aku bisa melakukan apa saja padamu saat ini...
Melihatmu disini...adalah impianku, aku ingin kau yang akan membangunkanku setiap pagi...
Kumohon mungil...kabulkanlah harapanku...

Masumi masih melamunkan Maya, tiba-tiba handphone dari tas Maya berbunyi.
Masumi mengambilnya, dia melihat nama Satomi yang menelepon.
Masumi berpikir sejenak, ragu untuk mengangkatnya. Namun Masumi harus berjiwa besar menghadapi Satomi. Karena dia tahu Satomi adalah pemuda yang baik dan sangat mencintai Maya.
Masumi mengangkat telepon itu.

"Hallo...Maya" terdengar suara Satomi dari sebrang sana.

"Maaf Satomi, ini Masumi Hayami" balas Masumi tenang.

"Apa, ini pak Masumi? Mengapa anda bersama Maya? Apa terjadi sesuatu padanya pak?" tanya Satomi bertubi-tubi.

"Dia baik-baik saja, saat ini dia ada di rumahku. Bila kau ingin bertemu, datanglah kesini" kata Masumi berusaha lapang.

Sepertinya Satomi terdiam, dia mungkin merenung dan heran bagaimana Maya bisa ada di rumah pak Masumi. Lama tak terdengar suara, Masumi menyapanya lagi.

"Hallo Satomi, kau masih disana? Bila kau masih ragu, nanti akan kuberitahu Maya untuk menghubungimu kembali" kata Masumi.

"Iiiya pak Masumi, trimakasih. Maaf mengganggu...." kata Satomi menutup teleponnya.

Masumi pun menyimpan kembali handphone Maya ke dalam tas tadi. Dia merenung dan mengira-ngira apa yang dipikirkan pemuda itu.
Dia terus mengernyitkan dahinya, ketika tiba-tiba tangan Maya sedikit bergerak.
Terdengar suara gumamman dari bibirnya. Masumi mencoba mendekat. 

Dengan lembut Masumi memanggil Maya. Mata Maya mulai terbuka sedikit demi sedikit. Dia melihat ke arah Masumi. Masumi tersenyum, begitupun Maya.

Masumi menyentuh tangan Maya dan menggenggamnya. Masumi menatap Maya dengan rasa khawatir.

"Mungil, apa kau baik-baik saja?" tanya Masumi.

"Mmm...iya" balas Maya pelan.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Masumi membukanya dan seorang pelayan memberitahukan bahwa ada seseorang yang ingin bertemu Masumi dan Maya.

DEG!!!

Mendengar itu Maya bingung, siapa yang ingin mencari mereka berdua? Siapa yang tahu bahwa Maya ada disini? Wajah Maya seperti kebingungan sendiri.


Masumi tampak tenang, dia meminta pelayan membawa tamu itu ke ruang kerjanya. Masumi pun menyuruh Maya menunggunya di kamar itu. Namun Maya menolaknya, karena pasti tamu itu mengenal dirinya.


"Pak Masumi...ijinkan aku ikut menemuinya, kumohon..." kata Maya memelas.


"Mungiil...sebaiknya kau menungguku disini, seperti kataku tadi" ucap Masumi lembut.


"Mengapa? Apa aku tidak..." kata Maya bersikeras, namun Masumi memotong perkataan Maya.


"Ini untuk kebaikanmu juga, Maya. Percayalah..." kata Masumi.


Maya akhirnya menuruti kata-kata Masumi. Dia merasa ada baiknya kali ini mendengar kata-kata Masumi. Karena dia yakin bahwa lelaki itu sangat menyayanginya.


Pak Masumi...aku akan mencoba mengikutimu...
Aku tak akan mengecewakanmu, aku janji itu...
Aku akan membuat keputusan yang akan membahagiakanmu...


Masumi meninggalkan Maya di kamarnya, dia pun menuju ruang kerjanya dimana Satomi telah menunggunya.


*****
Sementara Satomi merasa tegang, dia merasa telah terjadi sesuatu dengan gadis yang dicintainya. Satomi mondar-mandir dari satu sisi ke sisi lainnya.

Maya...apa yang terjadi denganmu...
Mengapa kau ada di rumah ini...
Apa keperluanmu disini...
Apa yang terjadi antara kau dan pak Masumi...
Maya...Maya...Maya...

Satomi terus bertanya-tanya dalam hatinya. Hingga Masumi masuk dan menyapanya.

"Ah...kau rupanya, duduklah" sapa Masumi hangat.

"Eh...ah...iya, trimakasih pak" jawab Satomi gugup.

Masumi duduk berhadapan dengan Satomi. Dia menatap tajam pemuda itu. Ada kekesalan dan kecemburuan di sorot matanya. Satomi balik menatapnya, dia bingung dengan tatapan Masumi. 

"Oh iya...apa kau datang kesini untuk menjemput Maya?" kata Masumi memulai.

"Sebenarnya saya kesini untuk menanyakan dimana Maya sekarang? Apakah dia masih disini pak Masumi?" balas Satomi kaku.

"Begini...Satomi, aku tidak ingin mengatakan lebih detail padamu, tapi ada satu hal yang harus kau ketahui" ujar Masumi tegas.

"Apa maksud anda, pak Masumi? Apa Maya sakit atau apa pak Masumi?" tanya Satomi khawatir.

"Maya...baik-baik saja. Saat ini dia ada di kamarku" ucap Masumi santai.

DEG!!

Wajah Satomi langsung pucat dan lesu. Dia membelalakkan matanya. Beribu pikiran buruk hadir di benaknya.

"Tidak...tidak mungkin, pak Masumi...." kata Satomi lemah.

Masumi dapat membaca pikiran Satomi, Masumi merasa inilah saatnya dia harus bergerak dan meraih cintanya.
Dia menatap Satomi dingin. Begitupun Satomi mulai sadar dengan apa yang dimaksud Masumi.
Berkali Satomi menelan ludahnya. Dia merasa bingung harus bagaimana.

"Satomi...apa yang kau pikirkan? Mengapa wajahmu pucat haah! Apa kau pikir aku melakukan sesuatu pada kekasihmu?" tanya Masumi geram.

"Ma...maafkan aku pak Masumi, tapi kenapa Maya bisa ada di kamar anda? Apakah kalian..." kata Satomi sedih.

"Dengarkan aku....anak muda!" kata Masumi.

Satomi menatap Masumi tajam, dia mengepalkan jemarinya kesal. Seketika itu juga Satomi mulai cemburu pada Masumi. Begitupun Masumi akan menabuh genderang mulai saat ini, dia merasa lelah harus mengerti perasaan Maya terus.

"Aku tidak perlu memperjelas hubungan antara aku 'Masumi Hayami' dengan 'Maya Kitajima'.  Kau pasti sudah mengerti, bukan?!" ujar Masumi dingin.

Satomi semakin merasa dikhianati, dia mengernyitkan dahinya.

"Mengapa harus Maya yang anda pilih, pak Masumi?" tanya Satomi lesu.

"Baiklah Satomi, aku dan Maya sudah lama punya hubungan. Jauh sebelum dia bertemu denganmu" kata Masumi berbohong sedikit. (hehe)

"Maksud anda?" tanya Satomi tambah bingung.

"Kau tidak perlu tanyakan itu, tapi mengapa kau terus memaksakan perasaaanmu padanya?" ujar Masumi dendam.

"Pak Masumi...aku tidak pernah memaksakan apapun pada Maya" kata Satomi membela diri.

"Lalu apa? Kau pikir, kau bisa seenakmu meninggalkannya begitu saja. Lalu kau datang kembali padanya?" tanya Masumi kesal.

Seketika itu juga wajah Satomi menjadi kikuk, dia mulai merasa kata-kata Masumi benar. Dia pernah pergi tanpa kabar apapun untuk Maya. Dan kembali datang tanpa menanyakan perasaan Maya sesungguhnya kala itu.

Satomi terduduk lemah, dia semakin merasa sedih. Sedikitpun dia tak pernah memikirkan apa yang dikatakan Masumi padanya tadi.

Namun secepat itu pula dia ingin mempertahankan hubungannya dengan Maya. Satomi berdiri dan menatap Masumi yang masih duduk di hadapannya.

"Tidak pak Masumi, anda salah" ucap Satomi tegas.

Masumi heran dan berdiri menatap Satomi.

"Pak Masumi...saya selalu mencoba mengerti perasaan Maya. Jadi tidak mungkin saya egois memaksakan perasaan saya sendiri!" ujar Satomi dengan nada sombong.

"Sudahlah Satomi, lebih baik kau pulang dan renungkan semua yang kuucapkan tadi!" kata Masumi.

Masumi dan Satomi saling tatap. Keduanya lama terdiam. Sepertinya Satomi enggan meninggalkan tempat itu sebelum bertemu kekasihnya.

Masumi memanggil pelayan dan menyuruhnya mengantarkan Satomi keluar. Perlahan Satomi melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan itu. Sesekali dia menoleh ke belakang menatap Masumi. 
Dan Masumi masih menatapnya dari pintu. Hingga Satomi hilang dari pandangannya.

*****
Satomi berjalan dengan lesu. Dia berulang kali memikirkan perkataan Masumi tadi. Ini benar-benar di luar dugaannya. Selama ini dia hanya mengira bahwa Koji adalah saingan satu-satunya. Ternyata...

Ternyata lelaki itu...Masumi Hayami...
Mengapa harus dia Maya?
Pantas saja selama ini kau selalu membisu bila mendengar namanya...
Apakah kau benar-benar mencintainya, Maya?
Bukankah aku adalah cinta pertamamu?
Maya...Maya...Maya...

Satomi merasa mata Maya tidak pernah bohong tentang perasaannya. Dia berjanji akan menanyakannya langsung pada Maya. Dia sangat ingin bertemu kekasihnya itu.

*****
Sementara Maya gelisah menunggu seorang diri di kamar Masumi. Dia ingin segera pergi dari sana. Maya terkejut saat Masumi kembali ke kamarnya dengan wajah sumringah.

"Pak Masumi, ada apa? Siapa yang ingin menemuiku?" tanya Maya tak sabar.

Masumi tersenyum lembut pada Maya. Maya menatapnya heran. Maya memaksa Masumi bicara secepatnya. Dia menggerak-gerakkan tangan Masumi untuk bicara.

"Pak Masumi...kumohon katakan sesuatu" ucap Maya lagi.

"Kau ingin tahu, mungil?" ucap Masumi lembut.


"Pak Masumi...jangan membuatku penasaran seperti ini" kata Maya memaksa.


"Mungil...tadi itu hanya Mizuki yang datang. Aku memintanya datang karena ada dokumen yang harus kuserahkan padanya" ujar Masumi berbohong.


Maya lalu berpikir mengapa Mizuki tahu bahwa dirinya ada disini? Maya masih penasaran dengan perkataan Masumi. Itu tidak masuk akal menurutnya.


"Pak Masumi, tolong katakan yang sejujurnya padaku" kata Maya kesal.


Masumi mencoba merangkul gadis itu, namun Maya menepisnya dan berjalan ke pintu.


"Pak Masumi, aku merasa sudah baikan. Jadi aku akan mencari tahu sendiri. Permisi" ucap Maya hendak pergi.


Masumi hanya diam dan menatap Maya dengan lembut.


"Baiklah mungil, lakukan apa yang kau mau. Bila itu membuatmu bahagia, aku tidak akan mencegahmu" ucap Masumi santai.


Maya pun membuka pintu, namun sebelum berlalu, Maya mengucapkan terimakasihnya pada Masumi karena telah memperlakukannya dengan baik.


Maya berlari ke luar kamar dan Hijiri telah menunggunya di samping mobil. Maya meminta Hijiri tidak usah mengantarnya. Dia akan pulang sendiri. Namun Hijiri tidak membiarkan itu terjadi. Hijiri segera membuka pintu dan menyuruh Maya masuk.


Maya pun akhirnya menuruti permintaan Hijiri. Maya pun kembali ke apartemennya. Maya langsung masuk kamar, tanpa memperdulikan Rei yang heran melihatnya.


*****
Seminggu telah berlalu, selama itu pula Maya berusaha menghubungi Satomi. Namun Satomi tidak pernah mengangkat handphone-nya. Maya juga mendatangi tempat latihan Satomi, namun Satomi selalu menghindarinya. Maya jadi semakin bingung, mengapa Satomi menjauhinya. Pasti terjadi sesuatu dengannya.

Satomi...mengapa kau menghindariku?
Padahal aku ingin mengatakan sesuatu padamu...
Aduh bagaimana ini? Aku harus segera membuat keputusan, tapi mengapa sulit sekali bertemu denganmu...
Satomi kumohon...

3 minggu telah berlalu...
Maya merasa sudah tidak ada gunanya lagi menghubungi Satomi, bila Satomi sendiri tidak ingin bertemu dengannya.

Maya berjalan sendiri sepulang latihan, senja itu benar-benar membuatnya merasa jenuh. Maya merasa pak Masumi pun mengacuhkannya sejak saat itu. Dia tidak menghubungi Maya sama sekali. Begitupun Hijiri dan Mizuki. Semuanya tak ada kabar. Saat ini Maya merasa benar-benar kesepian.

Mengapa aku merasa sendiri saat ini. Tidak pernah aku bayangkan sebelumnya, bahwa saat kau menjauhiku, aku akan merasa tak berdaya begini...
Pak Masumi...Mizuki...Kak Hijiri...dan kau Satomi...
Kemana kalian semua? Aku membutuhkan kehangatan dari senyuman dan gurauan kalian...

Maya perlahan menyusuri trotoar dengan pandangan kosong. Kembali dia menarik nafas panjang dan kemudian menyandarkan tubuh mungilnya di sebuah tiang lampu jalan.

Dia menatap langit yang mulai berganti warna jingga. Dalam benaknya dia menyadari kini semuanya telah mulai memudar dan sendu. Maya merasa dirinya teramat bodoh. Dia mencoba memukul dadanya sendiri...

Bodoh...aku memang gadis bodoh dan tak berperasaan...
Semuanya ingin kuraih, namun aku sendiri yang menghancurkannya...
Kini semua telah meninggalkan ku...
Aku harap aku sanggup melewatinya...

Kembali Maya terkenang Masumi, dia benar-benar merasa telah ditinggalkan oleh 'pengagum rahasianya' tersebut.

Pak Masumi...maafkan ketidakpastian ku...
Aku hanya ingin kau tetap menanti keputusanku...
Namun saat ini, semuanya memang belum bisa kuputuskan...
Aku ingin menikmati kesendirianku dulu...

Tapi Maya baru terpikir, dia sedikit berdiri tegak. Saat dalam benaknya terlintas, jika pak Masumi tidak mau menunggu keputusannya lagi...
Jika pada saat itu, ada seseorang yang mengisi hatinya...
Maya terlihat pucat dan menggeleng-gelengkan kepalanya...

Tidak...tidak...itu tidak boleh kupikirkan...
Dia pasti akan menunggu ku...
Tapi jika benar seperti yang kupikirkan tadi bagaimana?
Apa yang harus kulakukan?
Pak Masumi...

Maya masih berkecamuk dengan pikirannya sendiri. Dia tak menyadari ada sebuah mobil terparkir jauh mengikutinya.
Tentu saja mobil Masumi. Masumi selalu memperhatikan Maya kemanapun dia pergi.

Begitupun senja itu, Masumi sepulang kantor sengaja untuk menunggu Maya keluar studio dan mengikuti gadis yang masih sangat dia cintai.

Masumi menatap dari kejauhan, dia sangat sedih dengan keadaan Maya saat ini. Dia tahu pasti gadis itu merasa kesepian. Tapi Masumi menahan semuanya sampai Maya bisa menyadari arti kehadiran nya disisi Maya.

Mungil...kau tampak kurus...
Maafkan aku...maafkan...
Bukan maksudku untuk menghukummu... 
Tapi aku hanya ingin tahu sedalam apa perasaanmu padaku...
Aku tidak ingin kau cintai sebagai 'mawar ungu' saja,
Tapi kau harus mencintaiku sebagai Masumi Hayami...
Ya...ya...begitu Mungiiil...

Tampak Maya perlahan mulai melangkahkan kakinya kembali. Dia berlari kecil karena tiba-tiba ada butir-butir air membasahi kepalanya. 

Masumi menyadari bahwa sepertinya cuaca sedikit mendung. Dia menjadi khawatir jika Maya kehujanan dan nanti sakit. Bergegas Masumi hendak membuka pintu mobilnya, namun sesuatu seperti menahannya untuk melakukan itu. Masumi pun kembali menutup pintu mobilnya dan terus memperhatikan Maya.

Maya berlari lebih cepat. Langit mulai menjatuhkan bulir-bulir embun yang lebih deras lagi. Maya semakin berlari cepat. Ada sebuah halte di depan sana. Maya berusaha mencapainya sebelum tubuhnya basah kuyup.

Oh...hujannya mulai deras, bagaimana ini...
Aku harus segera berteduh...

*****
Sementara itu di tempat latihan Satomi, dia masih berlatih keras hingga sesenja itu. Kelihatannya Satomi berusaha melupakan perasaannya pada Maya. Dia tidak ingin berurusan lebih panjang lagi dengan bos Daito itu.

Maya...jika memang kau mencintainya...
Aku akan merelakanmu...
Tapi kau harus bahagia bersamanya...
Tidak akan kubiarkan dia menyakitimu...ku..
Karena dia sangat dewasa...
Mungkin dia akan memperlakukanmu dengan baik...
Maya...sampai kapanpun, kau selalu ada di hatiku...
Aku mencintaimu...

Satomi terduduk lemah. Dia melamunkan Maya sedari tadi. Memikirkan apa yang telah Pak Masumi lakukan pada Maya. Satomi merasa geram karenanya...
Dia mengepalkan jemarinya. Dan tiba-tiba dia ingin menanyakan langsung pada gadis itu.

*****
Hujan masih sangat deras. Namun Satomi berlari menuju tempat latihan Maya. Di tengah jalan dia melihat Maya berdiri di sebuah halte. Satomi tersenyum gembira. Dia segera berlari menghampiri ke arah Maya.

Masumi terkejut melihat kedatangan Satomi. Matanya berkedip untuk memastikan bahwa pemuda itu mendekati Maya.

Apa ini? Mengapa dia ada disana? Apakah mereka janjian? Atau hanya kebetulan...

Perlahan Satomi mendekati Maya yang tampak gemetar karena seluruh tubuhnya hampir basah kehujanan. Satomi memandang Maya dengan tatapan rindu dan kasihan melihat Maya seperti itu.

"Maya..." ucap Satomi lembut.

Maya yang tak menyadari kedatangan Satomi, langsung terkejut mendengar seseorang memanggil namanya. 

"Sato..mi, kau...?" balas Maya kaget dan gugup.

Satomi mendekati Maya dan memberikan jaketnya pada gadis mungil itu. Maya hanya diam terpaku tanpa menoleh ke arah Satomi. 

"Mengapa kau disini Maya? Apa kau menunggu seseorang?" tanya Satomi heran.

Maya masih diam, tatapannya mulai lesu. Dia menjadi bingung harus menjawab apa.

"Ah...tidak...aku akan pulang tadi sehabis latihan. Tapi di tengah jalan, hujan turun" jawab Maya dingin.

Satomi heran dengan sikap Maya yang dingin. Biasanya Maya hangat memperhatikannya. Satomi semakin berpikir bahwa telah terjadi sesuatu antara Pak Masumi dan Maya.

"Maya....ehhmm aku ingin menanyakan sesuatu" ujar Satomi gemetar.

"Tidak perlu kau tanyakan Satomi. Aku telah lama ingin bicara padamu" kata Maya tenang.

Sementara itu Masumi masih memeperhatikan mereka dari jauh. Dia ingin tahu apa yang akan dilakukan keduanya. Dengan wajah cemburu dan kepalan di tangannya, Masumi terus saja menatap halte tersebut.

"Maya...apa maksudmu? Bukankah..." ucap Satomi terputus saat Maya memotong ucapannya.

"Bukankah kau tidak ingin menemuiku lagi, Satomi?" tanya Maya mulai kesal.

"Maya...apa aku akan datang padamu, setelah apa yang kalian lakukan di belakangku?" tanya Satomi mulai tegang.

"Apa? Kau bilang KALIAN?" tanya Maya sedikit teriak.

Keduanya saling berhadapan dan menatap tajam. Masumi pun sadar bahwa ada yang aneh dengan mereka. Masumi tahu pasti saat ini Maya dan Satomi sedang tegang. Karena Masumi melihat Satomi meletakkan tangan di pinggangnya. Begitupun Maya tampak resah.

"Ooo...jadi sekarang kau ingin mengatakan tidak?" kata Satomi kesal.

"Satomi! Kalian apa maksudmu?" tanya Maya tegas.

"Sudahlah...kau tidak seharusnya berpura-pura Maya. Katakan sejujurnya padaku" ucap Satomi mulai melunak.

Maya jadi tidak mengerti dengan ucapan Satomi. Dia bingung harus bicara apa lagi. Akhirnya Maya memikirkan bahwa semuanya harus diakhiri secepatnya. Maya merasa tidak perlu membuang waktu memikirkan masalah cinta yang berlarut-larut.

"Satomi...sebelumnya aku sudah berusaha untuk menghubungimu, tapi kau tidak pernah mau menemuiku" ucap Maya pelan.

"Maya...itu karena aku..." balas Satomi. Namun dipotong Maya.

"Tidak Satomi...cukup sampai disini hubungan kita" ucap Maya lagi.

Satomi tidak menyangka Maya akan mengatakan itu. Satomi terlihat pucat dan berusaha menyentuh jemari Maya. Tapi Maya menepisnya dan berkata:

"Jangan sentuh aku lagi, Satomi. Lebih baik seperti ini. Aku tidak akan bertanya apa-apa lagi padamu" kata Maya dingin.

"Maya...kau tidak serius kan?" tanya Satomi mulai sedih.

"Satomi...pergilah. Bila suatu saat nanti kita bertemu, aku harap ada senyuman untukku darimu. Dan itu artinya bahwa kita berpisah dengan senyuman" ucap Maya hampa.

"Maya..." kata Satomi tak percaya.

Maya hendak berlari meninggalkan Satomi, namun tangan Satomi berhasil menarik tubuh Maya dan memeluknya.
Maya berusaha berontak dan berhasil. Dia berlari menjauh dari halte itu. Satomi berusaha berlari mengejarnya.

Masumi menjadi resah. Di tengah hujan deras begini,apa yang dilakukan mereka, pikir Masumi. Dia menyuruh supir mengikuti mereka perlahan. Hingga akhirnya tiba di depan apartemen Maya. 

Tampak Maya masuk tergesa-gesa ke apartemen. Sedangkan Satomi hanya memandang punggung Maya. Tidak ada lagi kata-kata yang mereka ucapkan. Satomi sejenak berdiri menatap jendela-jendela apartemen tersebut. Namun akhirnya dia bergerak melangkahkan kakinya menjauhi apartemen tersebut.

Masumi memperhatikan semuanya dengan penasaran. 

Apakah hubungan mereka sudah berakhir? Apa yang mereka bicarakan tadi. Tapi kalau itu benar, Masumi tersenyum sendiri. Dia merasa ucapannya pada Satomi beberapa minggu yang lalu, berhasil.

Mungkin pemuda itu percaya dengan omonganku...
Maafkan aku Satomi...
Aku hanya melakukan nya untuk Maya..
Agar dia mengerti arti kekasih itu sendiri...
Dan tentunya arti diriku baginya...

Ada raut puas dari wajah Masumi. Sekali lagi dia tersenyum dan mengepalkan jemarinya.

Sudah selesai persaingan ini, Mungiiill...
Mulai saat ini berpikirlah dewasa...
Karena 18 tahun usiamu sudah saatnya cinta monyet itu pergi...
Ya...mulai sekarang cinta yang sesungguhnya akan hadir mengiringi hari-harimu...mungiill...

Masumi meminta supir untuk memutarkan mobil dan kembali ke kediamannya. Malam ini mungkin Masumi baru bisa sedikit tertidur pulas.

*****

Keesokan harinya, Maya masih tertidur pulas. Sementara sinar mentari telah hampir menyeluruh menerangi bumi ini. Mungkin Maya kelelahan karena tadi malam kehujanan. Rei mencoba mengetuk kamar Maya. Namun tidak ada jawaban, akhirnya Rei membuka pintu dan melongo ke dalam kamar sambil memanggil Maya.


"Maya...apa kau sudah bangun? Hari ini kita akan pergi ke tempat latihan baru, bukan?" tanya Rei.


Namun Maya masih tertidur. Rei mendekatinya dan menyentuh punggung Maya. Mencoba membangunkan sobatnya itu. Namun Rei terkejut ketika tangannya menjadi panas karena bersentuhan dengan Maya.
Rei tampak terkejut, mengetahui bahwa tubuh Maya demam. 


"Oh Tuhan...sejak kapan dia panas begini. Maya..." kata Rei cemas sambil mengusap kening Maya.


Rei mengambil saputangan dari handuk dan merendamnya di air hangat. Lalu mengompreskannya di kening Maya.
Rei tampak sibuk mengurus Maya, sampai dia lupa menghubungi studio bahwa dia belum bisa datang.


*****
Sementara itu di gedung Daito...

Mizuki sedang berada di ruangan Masumi. Memberitahukan bahwa sebentar lagi teater dimana Maya berlatih akan memakai sementara ruangan kosong di gedung mereka. Masumi telah bertemu dengan pak Kuronuma dan pelatih teater itu sebelumnya untukmembicarakan ini. Dan semua kesepakatan telah disetujui.
Karena studio itu akan mulai direnovasi, maka secepatnya mereka harus berlatih sementara di ruangan Daito.

Maya tidak mengetahui sama sekali rencana tersebut. Saat ini dia benar-benar demam tinggi karena kehujanan semalam. Rei dengan setia mengurusi Maya. Dia keluar sebentar untuk membeli obat penurun demam. Rei juga menyempatkan pergi sebentar menemui pak Kuronuma di tempat latihan sementara. 

Langkahnya tergesa-gesa, hingga dia menabrak pak Masumi yang berpapasan di lift. Rei tampak acuh dan hanya meminta maaf.

"Oh maaf pak, saya terburu-buru" kata Rei sambil berlari menuju tempat latihan.

Masumi dan Mizuki tampak heran dengan Rei. Namun akhirnya mereka pun segera ke tempat yang sama. Pak Kuronuma sedang bicara dengan Rei. Masumi dan Mizuki hanya berdiri di pintu memperhatikan mereka. Sambil melihat suasana di tempat latihan tersebut. Samar-samar Masumi mendengar apa yang dibicarakan pak Kuronuma dan Rei.

"Pak...ijinkan aku tidak membantumu hari ini beres-beres. Maya sedang demam tinggi. Dan aku harus menjaganya dulu" ucap Rei bingung.

"Demam? Apa sudah dibawa ke dokter?" tanya pak Kuronuma.

"Belum pak, mungkin nanti sore aku membawanya kesana. Jadi maafkan aku pak, aku harus segera kembali menjaga-nya" ucap Rei sambil membungkuk pamit.

Rei pun berlari melewati Masumi dan Mizuki yang kaget mendengar itu. Mizuki mencoba memanggil Rei, namun Rei tak bisa mendengarnya karena telah jauh dari tempat tersebut.

Masumi segera mendekati pak Kuronuma. Tanpa basa basi Masumi menanyakan apakah benar yang dikatakan Rei tadi.
Dan pak Kuronuma hanya mengangguk saja. Masumi pun segera berlari menuju apartemen Maya pastinya. Diikuti Mizuki yang terburu-buru membawa beberapa dokumen.

"Pak Masumi...apa anda akan menemuinya?" tanya Mizuki setengah berlari mengejar langkah Masumi yang begitu cepat.

"Lalu...kau pikir aku bisa membiarkan dia terkulai lemah karena demamnya?" Masumi menjawab kesal dengan pertanyaan Mizuki.

"Tapi pak...anda..." kata Mizuki ragu.

"Sudah kau diam saja, hubungi dokter sekarang juga dan suruh dia ke apartemen Maya sekarang juga!" perintah Masumi cemas.

Masumi langsung masuk ke dalam mobil, diikuti Mizuki. Masumi mulai berpikir pasti Maya demam karena kehujanan semalam.

Ya...pasti itu penyebabnya...
Mungiil...bertahanlah, aku akan segera melihatmu...

Masumi masih memikirkan Maya, ketika mobilnya telah sampai di depan apartemen gadis itu. Masumi turun tergesa-gesa, begitu menaiki lift dan menekan bel apartemen tersebut.

Rei membuka pintu, dan kaget melihat siapa yang datang. Tanpa berbasa-basi Masumi mendorong Rei untuk sedikit minggir karena dia ingin segera melihat gadis yang sangat dicintainya itu.

"Hei...apa-apaan ini?" bentak Rei bingung dengan sikap pak Masumi yang tak memberi salam dan menyerobot masuk.

Namun Mizuki menahan tangan Rei dan memintanya untuk membiarkan Masumi masuk menemui Maya. Mizuki coba bicara dengan Rei tentang apa yang terjadi. Rei hanya mengernyitkan dahinya tak percaya.

*****
Maya masih tertidur di tempat tidurnya. Pipinya yang putih tampak memerah karena demam yang dideritanya. Maya terlihat bergumam beberapa kali. Suaranya terdengar sangat lemah. Tubuhnya yang mungil akan menambah sedih siapa saja yang melihatnya dengan keadaan seperti saat ini.

Masumi masuk perlahan ke kamar Maya. Pandangan Masumi langsung tertuju pada tubuh mungil yang terbaring disana. Masumi mendesah lemas melihat itu. Wajah Masumi benar-benar cemas. Seketika itu juga keringat deras mengalir dari tubuh nya. 

"Mungil...mungil...mungil..." panggil Masumi cemas.

Masumi duduk di sebelah sisi tempat Maya terbaring. Wajah Masumi benar-benar frustasi. Tangannya menggenggam jemari mungil itu. Meletakkannya di pipi Masumi. Perlahan air matanya mulai menetes.

Masumi tak kuasa menahan betapa sedihnya dia melihat gadis yang sangat dicintainya, terbaring lemah tak berdaya.

Masumi memanggil Mizuki, menanyakan dokter mengapa belum datang juga. Mizuki tampak gugup dengan teriakan Masumi. Begitupun Rei menjadi kalang kabut. Masumi memintanya menyediakan air hangat untuk kompres, mengambilkan air minum yang hangat buat Maya dan perintah yang lainnya lagi.


Mereka terduduk lelah saat dokter tiba. Mizuki langsung membawanya ke kamar. Masumi pun tampak lebih tenang. Dia mencoba mengontrol emosi dan kegundahan hatinya.


Dokter sedang memeriksa Maya. Masumi mondar-mandir gelisah. Lalu dokter sedikit mengambil sample darah gadis itu. Maya langsung merintih lemah. Lalu dokter menuliskan resep untuk Maya. Masumi langsung meminta Mizuki menebus resep tersebut. 


Rei dan Mizuki pergi menebus obat, tinggallah Masumi di kamar itu. Masumi tampak belum tenang. Walau dokter tadi telah mengatakan bahwa Maya hanya terkena demam biasa dan kelelahan.


Bagaimana ini mungil...
Mengapa kau tidak menghubungiku bila kau kehujanan...
Tapi...tidak, ini salahku mungkin...
Seandainya aku tak membiarkannya kehujanan, kau tak akan sakit seperti ini...
Mungiill...bukalah matamu...kumohon jangan buat aku gelisah seperti ini...


Maya masih tampak lemah. Mizuki membawa obat untuk Maya. Rei langsung meminumkan obat tersebut,dibantu Mizuki dan Masumi tentunya.


Rei memperhatikan sikap pak Masumi, ini benar-benar diluar dugaannya. Rei masih tak percaya, karena selama ini, Satomilah kekasih  Maya.


Ada apa ini? Mengapa pak Masumi begitu khawatir dengan keadaan Maya...
Mungkinkah perasaan mereka yang selama ini berselisih, menjadi suka atau mungkin cinta?
Aduuuh...aku benar-benar tidak percaya ini...


Waktu sudah hampir larut. Mizuki mohon pamit. Namun Masumi melarangnya. Dia menyuruh Mizuki untuk tidur di apartemen Maya. Akhirnya Rei mempersilahkan Mizuki untuk istirahat di kamarnya. Begitu juga Rei...


Sementara Masumi masih berada di sisi Maya. Menungguinya sepanjang malam. Matanya terlihat sembab karena tidak tidur semalaman.


Dia terus menggenggam jemari Maya. Dengan berbagai macam pikiran. Masumi meremas-remas jemari mungil itu berulang kali. Ada rasa bersalah yang menggelayut di relung hatinya. Ada rasa takut bila terjadi sesuatu yang buruk pada Maya. Belum lagi penjelasan kepada ayahnya yang pasti sudah menantinya pulang.


Mungil...bukalah matamu...
Aku janji mulai saat ini akan selalu menjagamu...
Siang dan Malam...
Tak peduli berapa lama kau akan bicara...
Aku akan tetap ada disampingmu...


Pipi Masumi mulai basah oleh airmatanya. Dia begitu putus asa menghadapi Maya begini.
Kembali dia menciumi tangan Maya dengan lembut. Membelai rambut Maya yang sedikit menutupi dahinya. 


Tanpa sadar airmata Masumi jatuh menetes tepat di pipi Maya. Samar terdengar rintihan gadis mungil itu. Masumi segera memanggilnya lembut.


"Mungiil...mungil...ini aku..." panggil Masumi penuh harap.


"Mmmm...." gumam Maya pelan.


Perlahan mata Maya mulai terbuka. Masumi langsung tersenyum pada Maya. Maya memandangi Masumi dengan tatapan yang lemah. Perlahan matanya tertutup dan terbuka kembali. Hati Masumi begitu cemas karena hal itu.


Masumi menyentuh kening Maya, ternyata demamnya mulai turun. Masumi tampak menarik nafas lega dan kembali menggenggam jemari Maya.


"Mungil...cepatlah sembuh" bisik Masumi di telinga Maya.


Maya hanya diam menatap Masumi. Sepertinya Maya masih terlalu lemah.


"Mungil...i love you" bisik Masumi lagi.


Kali ini Maya tersenyum tipis sambil mengedipkan matanya pelan. Maya berusaha menggenggam erat tangan Masumi, namun semuanya masih sangat lemah. Masumi menyadarinya dan diapun membelai Maya lembut.


"Sayang...aku mengerti apapun yang kau inginkan. Matamu telah mengisyaratkannya padaku" ucap Masumi menenangkan Maya.


Maya kembali tersenyum, dan membalas tatapan Masumi dengan manja. Masumi benar-benar bahagia melihat Maya bisa tersenyum lagi. Namun Masumi tampak sangat letih.


Karena lelah Masumi tertidur di sisi Maya. Begitupun Maya memejamkan kembali matanya karena pengaruh obat tidur dari obat penurun demam tersebut. 


*****
Rei terbangun saat sinar mentari mulai menyilaukan matanya. Begitupun Mizuki. Mereka bergegas berlari ke kamar Maya. 
Mereka sama-sama terperanjat saat melihat Masumi dan Maya tidur dalam satu ranjang. Dimana tangan Masumi menggelayut memeluk pinggang Maya. Keduanya memang sedang dalam tidur yang nyenyak.

Mizuki pamit sebentar untuk mandi dan berganti pakaian. Mizuki juga akan membantu Rei membuatkan sarapan buat semuanya. 

Mereka menyediakan sarapan untuk Maya dan Masumi. Tepat jam 8 pagi itu, Maya mulai membuka matanya. Demamnya sudah turun, walau masih tampak lemas. Maya memandang sekeliling. Hingga pandangannya ke arah Masumi. Maya kaget dan berteriak saat dia sadar bahwa pak Masumi tidur di sebelahnya. 

"Haaaaaaahhh.....Reeeeeiiii..." teriak Maya dan itu membuat Masumi terbangun.

Masumi langsung menatap Maya dan menanyakan apa yang terjadi. Dia langsung melepaskan tangannya dari pinggang Maya.

Rei dan Mizuki langsung melihat ke kamar. Mereka sudah tahu bahwa Maya akan terkejut bila Masumi ada di satu kamar dengannya.

"Ada apa Maya?" kata Rei.

Maya masih tampak bingung, sedang Masumi segera berdiri dan merapikan pakaiannya. Masumi langsung ke kamar mandi untuk sekedar cuci muka dan menghilangkan groginya dengan tatapan Maya tadi.

Rei menghampiri Maya, menyentuh kening Maya. Rei tersenyum karena demam Maya sudah turun. Lalu Rei menggoda Maya. Mengatakan bahwa Maya sembuh karena ada Masumi disisinya semalaman.

Maya tampak tersipu, dia mengelak. Rei masih saja menggodanya.

"Maya, apa kau tahu...betapa cemasnya pak Masumi tadi malam?" goda Rei.

Pipi Maya merona. Dan Rei tersenyum simpul melihat itu. Dia menepuk punggung Maya dan mengajaknya segera sarapan karena harus minum obat. Maya mematuhinya, dia akan sarapan. Tapi dia akan ke kamar mandi terlebih dahulu dan bicara sebentar dengan Masumi. Rei menyetujuinya...

Masumi keluar dari kamar mandi. Maya masih duduk di tepi tempat tidurnya. Masumi langsung menghampiri Maya dan duduk di samping gadis itu. Menyentuh jemari Maya dan berbisik:
"Aku sangat mengkhawatirkanmu..."

Kata-kata Masumi tadi membuat Maya tertunduk malu. Masumi merangkul pinggang Maya dan mengecup kening Maya.

"Pak Masumi, trimakasih anda..." ucap Maya terputus karena Masumi menyentuh bibir Maya dengan telunjuknya dan mengecupnya lembut.

Maya semakin merona, dia berdiri dan permisi untuk ke kamar mandi. Maya merasa tubuhnya tak stabil bila dekat pria itu. Jantungnya berdetak kencang. Maya jadi takut bisa demam lagi karenanya.

Masumi tersenyum dengan sikap Maya yang tersipu dengan perkataannya. 

Maya membasuh wajahnya dengan air hangat. Merapikan baju tidurnya. Dia keluar dan Masumi masih menunggunya di tempat tadi. Maya mencoba menghilangkan groginya dengan tersenyum. Masumi meminta Maya duduk di sampingnya. 

Maya mengikuti permintaan Masumi. Dan bertanya apa ada yang ingin dikatakan Masumi padanya.

"Mungiil...mulai saat ini aku akan selalu menjagamu" ucap Masumi lembut.

Maya menatap Masumi mesra. Begitupun Masumi begitu ingin menyentuh lebih dalam gadis di depannya tersebut.

"Pak Masumi...maafkan aku" ucap Maya merasa bersalah selama ini.

"Maya, kau tidak bersalah. Aku hanya ingin memberimu waktu untuk kau memahami semuanya" kata Masumi.

Maya memandangi lelaki di depannya, betapa sabar lelaki itu, pikirnya. Masumi memberanikan diri untuk memeluk Maya. Maya pun menenggelamkan tubuhnya di dada Masumi yang bidang.

Mereka cukup lama saling berpelukan seperti itu. Rei mencoba akan memanggil keduanya, namun dia mengurungkan niatnya saat melihat adegan itu. Rei segera memberi kode pada Mizuki, untuk membiarkan mereka berdua dulu. 
Perlahan Rei dan Mizuki meninggalkan apartemen. Mereka duduk berbincang di taman dekat apartemen.

Masumi mulai tak kuasa menahan kerinduan akan sentuhan gadis itu. Masumi mulai menyentuh bibir Maya dan menciuminya. Maya tampak menikmati sentuhan lembut bibir Masumi. Dia pun membalasnya.

"Pak Masumi..." gumam Maya.

"Hhmmm...." balas Masumi.

Masumi menguatkan rangkulannya. Mencoba menahan tubuh Maya yang mulai terbaring di kasur empuk itu.
Kembali Masumi mengecup lembut bibir mungil gadis itu. 

Entah berapa lama mereka melepas rindu. Maya menyadari bahwa lelaki di depannya sangat berarti baginya.

"Pak Masumi...aku begitu membutuhkanmu disisiku"ucap Maya pelan.

Mendengar itu Masumi merasa bahagia sekali. Dia begitu terbawa kata-kata Maya. 

"Iya mungil...aku berjanji akan menjaga kau tetap disisiku... selalu sayang" ucap Masumi lembut.

"Pak Masumi...aku menyayangimu. Trimakasih selama ini anda mau menungguku. Aku sangat jahat padamu" kata Maya merasa bersalah.


"Tidak Maya...aku yang berterimakasih padamu, telah membuatku lebih sabar. Dan mencoba memahami bahwa cinta tidak selalu harus terwujud" ujar Masumi.


"Pak Masumi...apakah cinta ini kan terwujud?" tanya Maya ragu.


Masumi tak menjawabnya lagi, dia hanya memeluk gadis itu lebih erat. Hingga mereka terbaring di tempat tidur Maya. Masumi tepat di atas tubuh Maya. Memandangi wajah gadis itu berulang kali dengan pandangan begitu mesra. Maya pun membalas pandangan Masumi dengan senyum bahagia.


Masumi kembali melumat bibir mungil itu, tentu saja Maya membalasnya. Keduanya teramat sangat bahagia, sampai tak sadar bahwa seharian sudah terlewati dengan hanya di dalam kamar.


Hingga mereka terkulai letih dan tertidur berdampingan. Masumi menggenggam jemari Maya. Keduanya tersenyum bahagia dengan sejuta pelangi menyongsong di depan sana. Tidak ada lagi keraguan dan penantian. Yang ada hanya sejuta rencana untuk segera menyatukan hubungan mereka dan saling setia selamanya.


Maya tersenyum di pelukan Masumi...





*****the end*****


4 komentar:

  1. oomg2...kyaaaaaa *blushing* ada satomi menarik nih ceritanya....di tunggu kelanjutannya sista :)

    -fagustina-

    BalasHapus
  2. Mayanya kok selfish dan childish banget...
    Masuminya too nice...
    Kalo Mayanya ky gini mending Masumi jd sama yg laen dulu deh, yg baek dan yg pasti bkn Shiori (amit2) biar Maya tau
    Nanti kalo Maya ud grow up baru balik sama Masumi
    -serendipity

    BalasHapus
  3. hehehe...iya mba emang kmrn moodnya lg pgn nguji Masumi luv dl, nanti deh biar gantian Maya yg bakal diuji, mudah2n bs cpt nemu idenya lg, n tengkyu yah....

    BalasHapus
  4. wiiii tambaaaahhhh sista ....XDDD

    -fagustina-

    BalasHapus

Frens, pliz comment in here...