Juni 11, 2011

Fall in Love Forever



{IF: Masumi dan Maya telah menikah selama 5 tahun, mereka belum juga dikaruniai keturunan. Saat itu Maya telah menjadi aktris terkenal. Maya terlihat masih sangat muda diusianya yang ke 27 tahun saat ini. Sedang Masumi masih saja digilai para wanita, karena ketampanannya semakin mempesona}


Masumi masih tertidur nyenyak di pembaringannya. Sedang Maya hari itu bersiap-siap sedari subuh hendak berangkat ke Yamagata. Maya harus menyelesaikan pengambilan di sepanjang jalan menuju kesana untuk film terbarunya. 


Maya menyisir rambutnya, namun dia menoleh ke arah dimana suami tercintanya sedang tidur dengan pulas.
Maya pun meletakkan sisir di tangannya dan berdiri menghampiri Masumi. 


Suamiku...mimpi yang indah ya...
Senyummu akan membuatku seperti memiliki dunia ini...
Mimpikan tentang kita...


Maya membelai pipi suaminya dan mengecup bibirnya lembut.
Sambil membisikkan 'aku selalu mencintaimu' di telinga Masumi.


Masumi menggeliat, Maya langsung menjauhinya. Maya tidak ingin membuat Masumi merasa terganggu. Dia pun kembali ke meja riasnya, kembali menyisir helai demi helai rambut hitamnya yang ikal.


Jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi, Maya pun menulis sebuah surat dan meletakkannya di atas meja rias. Berharap Masumi akan membacanya sebagai pengganti diri pamit pergi ke Yamagata.


Maya pun diantarkan ke stasiun kereta api Tokyo. Semua kru dan pemeran lainnya telah berkumpul disana. Perjalanan kali ini akan cukup panjang.


Mereka akan berangkat dari stasiun itu menuju Sendai. Jarak Tokyo-Sendai akan ditempuh sekitar 4 jam. Setelah itu baru mereka akan berganti kereta menuju jurusan Yamagata. Perlu waktu sekitar 90 menit dari Sendai ke Yamagata. Dan disana nanti mereka akan mengambil adegan di sepanjang jalan Nanoka-machi. 


Benar-benar melelahkan, pikir Maya. Tapi dengan mendengarkan beberapa music dari handphone-nya. Maya menikmati perjalanan tersebut. Dia melirik jam tangannya, waktu hampir menunjukkan pukul 10 pagi.


Mungkin Masumi sudah membaca suratku dan saat ini pasti dia sudah ada di kantor. Maya tersenyum tipis saat memikirkan Masumi yang begitu ingin diperhatikan olehnya. 


Suamiku...baru saja aku meninggalkanmu...
Tapi rasa rindu mulai hadir di relung hatiku...
Kuharap kau akan baik-baik saja...


*****
Masumi sudah 1 jam yang lalu tiba di kantornya. Dia baru saja hendak membaca surat dari Maya. Malam sebelumnya Maya telah pamit padanya. Masumi sedikit cemberut saat Maya mengatakan hal itu semalam.

("Sayang...kau jangan cemberut begitu. Aku juga tak suka ini, tapi aku harus bersikap profesional pada semuanya" ucap Maya lembut.
"Istriku yang mungiill, apa kau tega meninggalkanku selama 2 hari? Apalagi aku tahu bahwa pemeran lainnya adalah 'Ryo Majima' itu" ucap Masumi emosi kesal.
"Suamiku...aku adalah istrimu. Semua orang tidak akan berani menyentuhku sedikitpun, kan?!" Maya coba menenangkan Masumi yang selalu saja cemburu.
"Baiklah...baiklah, aku akan mengijinkanmu asal kau janji mungil..
bahwa kau akan menghubungiku 1 jam sekali!" pinta Masumi memaksa.
Maya hanya tersenyum, dan Masumi mencium lembut bibirnya)

Masumi tersenyum sendiri mengingatnya. Dia tak pernah menyangka sampai saat ini, masih saja cemburu itu hadir. Semakin lama semakin besar. Kembali Masumi melamunkan istrinya, dia merasa sedih akan melalui 2 hari ini tanpa Maya.

Oh...tidak, padahal Maya sering pergi untuk shuting begini. Tapi aku masih saja seperti anak kecil yang ditinggalkan induknya.
Mungil lekaslah pulang...kalau aku sudah tidak bisa menahan semuanya, aku akan menjemputmu...
Mungiiiilll....

Masumi begitu merasa hampa. Dia tidak ingin melakukan apapun. Dia hanya ingin tertidur pulas, dan saat terbangun, Maya sudah kembali dari Yamagata.

Mizuki sudah paham betul dengan situasi seperti ini. Dia berusaha menunda beberapa pertemuan dengan relasi sampai Maya kembali. Kalau sudah begini Mizuki pasti membiarkan Masumi berada di ruangannya hingga larut. 

*****

Maya dan rombongannya baru saja tiba di stasiun Sendai. Mereka turun dari kereta untuk menaiki kereta selanjutnya ke Yamagata. Namun kereta itu belum tiba, Maya mencoba berbaur dengan pemeran lainnya. Maya tak menyadari bahwa pemeran lain yang bernama Ryo Majima tersebut, memperhatikannya dari awal tadi.

Maya tak sengaja beradu pandang dengan lelaki tampan itu. Maya pun tersenyum padanya. Dan Ryo langsung menghampiri Maya. Maya sudah tahu akan seperti ini, oleh karena itu dia tenang saja menghadapinya. Tidak ada kegugupan sama sekali dari gerakan Maya. 

Ryo sedikit kaget dengan reaksi Maya. Ryo pun menjulurkan tangannya menyapa Maya. Maya pun membalas uluran tangan Ryo.

"Maya...apa kabarmu? Kau tampak berubah sekarang" kata Ryo sedikit kaku.

"Aku baik-baik saja. Tidak ada yang berubah dariku. Hanya saat ini aku telah menjadi seorang istri" ucap Maya santai.

"Tentu, aku sudah tahu itu sejak lama. Maaf aku tak bisa hadir di pesta yang cukup meriah itu" ujar Ryo dengan tatapan lembut.

"Tak apa. Trimakasih atas ucapanmu. Oiya aku ingin bicara dengan sutradara dulu. Permisi" ucap Maya sambil meninggalkan Ryo.

Ryo masih bengong, dia tadi benar-benar menatap Maya dengan perasaan kagum. Dia tak menyangka akan bertemu lagi dengan 'cathy' yang pernah dia kagumi dulu.

Akhirnya kereta tiba. Semua naik dan bersiap ke tempat tujuan. Maya sudah tak sabar ingin menyelesaikan shuting ini. Dia merasa tidak nyaman ada Ryo Majima dalam satu tempat. Maya ingat betul kala Ryo mengungkapkan perasaannya. Maya menyembulkan nafasnya beberapa kali.

Mengapa selalu saja ada lelaki yang pernah kukenal dalam setiap pementasan atau film yang kumainkan. Huuuffff........

Akhirnya kereta tiba di Yamagata. Mereka langsung menuju hotel untuk meletakkan semua perlengkapan dan perbekalan film. Maya mendapat kamar sendiri. Entah mengapa sang sutradara selalu mengistimewakan Maya. Mungkin karena dia adalah istri dari direktur Daito.

Setelah bersiap-siap dan menyusun semua perlengkapan. Mereka pun segera menuju lokasi shuting. Maya memakai celana jeans dipadu dengan kaos polos berwarna putih, juga syal merah muda yang menutupi lehernya. Maya tampak seperti gadis berumur belasan tahun. Mungkin karena tubuhnya yang mungil. Tentu saja Ryo memandanginya tanpa berkedip. 
Dan Maya sadar dengan tatapan Ryo. Maya pun berusaha menjauhinya. Dia tak ingin membuat skandal dan menghancurkan segalanya. Bayangan Masumi pun hadir dalam kegelisahannya...

Masumi...saat seperti ini aku ingin kau ada disisiku...
Aku harus menghadapi mata yang penuh maksud...
Terkadang aku takut itu, suamiku...

Maya berjalan dan pergi mengatakan kepada sutradara untuk segera memulai shuting. Sang sutradara tidak keberatan dengan permintaan Maya. 
Hari itu Maya mendapat giliran pertama untuk pengambilan gambar. Dari jauh Maya sekilas melihat Ryo melambaikan tangan dan tersenyum manis padanya. Maya hanya memberinya senyuman tipis dan melanjutkan adegan selanjutnya.


Tak terasa waktu telah senja. Giliran beberapa pemain lainnya, termasuk Ryo untuk di-shut adegannya. Maya duduk termenung sambil meminum segelas teh hangat yang diberikan beberapa kru padanya. Akhirnya selesai sudah untuk pengambilan gambar hari ini. Maya dan rombongan kembali ke hotel. Wajah-wajah letih sudah mulai tampak dari mereka.


Maya mengambil kunci dari saku celananya. Dia hampir saja masuk ke kamar, ketika suara Ryo menyapanya.


"Malam Maya...apakah kau sudah akan tidur?" tanya Ryo santai.


"Tentu Ryo, aku merasa sangat letih hari ini. Pasti sama denganmu bukan?" jawab Maya, sambil membuka pintu kamarnya.


Ryo mendekati pintu kamar Maya. Dia mencoba menahan Maya dengan mengajaknya untuk mencari udara segar di luar hotel.
Namun Maya menolaknya dengan sopan. Dia meminta maaf karena tak bisa menemani Ryo untuk jalan-jalan.


"Baiklah kalau begitu, Maya. Mungkin lain kali kita bisa jalan bersama" ucap Ryo sambil sedikit membungkuk dan pamit untuk pergi.


Maya pun segera masuk kamar setelah Ryo pamit. Maya mencoba menahan emosi karena jelas sekali pria itu ingin menggodanya.


Setelah mandi dan membersihkan wajahnya, Maya pun menghempaskan tubuhnya ke kasur empuk tersebut. Lalu dia mengambil handphone dari tasnya. Maya terkejut saat tahu bahwa banyak sekali panggilan tak terjawab di HP-nya. Dan semuanya dari suami tercinta 'Masumi Hayami'.


Wajah Maya langsung sedih, ini sudah pukul 9 malam. Segera dia menekan beberapa angka di HP-nya. Tak lama kemudian terdengar nada sambung. Namun tidak diangkat. Maya mencobanya lagi.


Tuut....tuut....tuut...


"Halo...sayang" sapa Masumi dari sana.


"Sayang, maaf....seharian aku tak melihat HP-ku" ucap Maya menjelaskan dengan nada manja.


Masumi tidak meresponnya. Masumi masih diam. Maya jadi sedih karenanya.


"Suamiku...kau masih marah?" tanya Maya lagi.


"Tidak Mungiil...bagaimana aku bisa marah padamu? Mungiil...aku sangat merindukanmu" ucap Masumi manja.


"Ah...Masumi, jangan seperti itu" ujar Maya tersipu.


Entah mengapa Maya masih saja tersipu bila Masumi menggodanya. Padahal seharusnya itu tidak lagi, Maya semakin tersipu dengan kata-kata Masumi malam itu.
Walau hanya lewat telepon, namun kehangatan suara Masumi seakan berada di dekatnya.


Masumi...mengapa pipiku masih merona saat kau menggodaku...
Aku harap kau akan terus menggodaku tanpa bosan...
Aku pun sangat merindukan mu...
Masumi...aku benar-benar menginginkanmu...


*****
Malam itu Maya tak bisa memejamkan mata, begitu pula Masumi di kota yang berbeda. Mungkin lewat tengah malam keduanya bisa tertidur. Mungkin kelelahan dengan rutinitas seharian atau mungkin juga memendam rasa rindu yang dalam.

Mata Maya tampak menitikkan air mata kerinduan pada Masumi. Dia tertidur sambil menciumi HP hingga alam Yamagata menidurkannya dalam sepi dan kerinduan.

Begitupun Masumi tampak berantakan sekali, dia masih memakai kemeja dan sepatunya kala tertidur. Rupanya itu karena Maya lah yang selalu merapikan segalanya sebelum tidur. Benar-benar suami yang manja.

*****
Satu malam telah berlalu tanpa Maya. Masumi sangat merindukan istrinya. Dia selalu mengirimkan sms pada Maya,agar segera kembali bila syuting usai.

Hari ini adalah hari jum'at. Masumi agak santai di kantornya. Dan hari itu Masumi merasa bosan berada di kantor. Dia meminta Mizuki menemaninya ke suatu tempat.

Tak berapa lama, mereka telah berada di mobil dan siap melaju. Masumi memerintahkan supir untuk membawa mereka ke sebuah butik. 
Mizuki bingung mengapa Masumi ingin pergi kesana. Tapi sebelum Mizuki menanyakannya, Masumi sudah terlebih dulu mengatakan alasannya.

"Malam ini atau besok pagi, Maya kembali dari Yamagata. Aku ingin memberinya sebuah kejutan,Mizuki" kata Masumi santai.

"Iya pak, saya akan membantu mempersiapkan semuanya" jawab Mizuki.

"Nanti kau rangkai agar tampak indah dan menarik" ucap Masumi sambil tersenyum sendiri membayangkan Maya.

Mizuki menganggukkan kepala tanda siap melaksanakan perintah Masumi. Dia merasa bahagia melihat bos-nya setelah menikah. Masumi berubah menjadi lebih tenang. Juga mulai ramah dan berbaur dengan para karyawan di kantor. 

Tanpa terasa mereka telah tiba di depan sebuah butik yang mewah.
Masumi masuk diikuti Mizuki. Seorang pekerja butik membungkuk hormat dan menyapa selamat datang dengan sopan.

Masumi tersenyum tipis dan langsung masuk ke butik tersebut. Dia segera mendekati beberapa dress yang dipajang. Masumi mengambil sebuah dress berwarna merah muda dan meminta Mizuki menilainya. 
Mizuki tidak begitu suka dengan dress pilihan Masumi. Dia mengambil yang lain. 

Beberapa waktu berlalu, mereka masih memilih dress-dress tadi.

Terdengar pintu terbuka, seorang wanita memakai kaca mata hitam masuk dengan anggunnya. Dia tersenyum tipis saat pelayan tadi menyapanya.

Wanita itu segera menuju tempat dress-dress, dimana Masumi dan Mizuki berada. Mereka hanya menoleh pada wanita itu, dan meneruskan pemilihan dress-nya. 

Tiba-tiba...
Wanita itu menghampiri Mizuki, dan memeluknya. Masumi heran dan bergeser menjauh dari mereka. Mizuki tak mengenali wanita itu. 

"Eh maaf nona, apa kita saling kenal?" tanya Mizuki kebingungan.

Wanita itu akhirnya membuka kaca mata hitamnya. Mata indahnya mengerdip menatap Mizuki. 
Barulah Mizuki tahu dan sangat mengenal wanita itu. Dengan sedikit berteriak mereka berpelukan kembali.

"Naomi!! Kau kah itu?" kata Mizuki terkejut.

Wanita itu hanya menganggukkan kepalanya dan lari ke pelukan Mizuki. Ada rasa haru dari pertemuan itu, karena mata mereka tampak berkaca-kaca karena senang.

Masumi terus saja melangkahkan kakinya ke pajangan lainnya. Mereka pun masih bercengkrama. Asyiknya mereka melepas rindu, terhenti ketika suara Masumi memanggil pelayan untuk mencari stok dress yang ada di tangannya. 

Mizuki baru tersadar, dia pun menarik tangan Naomi. Dan berjalan ke arah Masumi. Dengan sopan Mizuki mengenalkan temannya tadi ke Masumi.

"Ah...maaf aku hampir lupa, ini teman lama saya, pak Masumi" kata Mizuki sedikit grogi.

Masumi tersenyum dan menjulurkan tangannya pada Naomi. Naomi pun tersenyum sambil menyebutkan namanya.

"Masumi..." ucap Masumi bersahaja.

"Aku Naomi...senang bisa berkenalan" balas Naomi sambil sedikit membungkuk hormat.

Dalam rasa gugup, Mizuki menarik temannya itu. Karena Naomi memandang tanpa berkedip pada Masumi.
Masumi pun kembali melihat stok yang telah dibawa pekerja butik itu.

Dengan suara agak berbisik, Mizuki mencubit pipi Naomi. Dan membawanya duduk di sebuah sofa lembut dekat pajangan kaos-kaos.

"Hei...dia bos-ku. Kenapa kau tadi menatapnya seperti itu. Ingat ya jangan berbuat yang tidak-tidak" bisik Mizuki bingung.

"Apa? Bos-mu? Haduuhh...Mizuki" kata Naomi kaget dengan ucapan Mizuki tadi.

"Apanya yang haduuh, Naomi?" tanya Mizuki.

"Mizuki, aku pikir...dia kekasihmu atau suamimu? Hihihi" ujar Naomi iseng.

"Ah kau ini? Dia adalah bosku dan sudah menikah 5 tahun yang lalu" terang Mizuki kesal pada Naomi.

"Sudah menikah? Wah...aku terlambat ya kawan!" kata Naomi lesu.

"Hei...hei...kau ini. Jangan berpikiran yang macam-macam. Sudahlah  aku ingin mendengar kabarmu selama ini. Ayo Naomi ceritakan sekilas padaku" kata Mizuki ingin tahu.

Naomi masih saja mencuri pandang memperhatikan Masumi. Mizuki melihat itu, dan langsung menutup matanya.

"Mizuki...apa kau tak tahu? Selama ini kau bekerja untuk pria itu?" tanya Naomi.

Mizuki menganggukkan kepalanya. 

"Mizuki...apa kau tidak pernah menatap dan memandangnya sebagai seorang pria tampan dan sangat mempesona?" tanya Naomi lagi.

"Apa kau gila, Naomi. Dia itu pria dingin yang gila kerja. Tapi sejak menikah, dia lebih ramah. Seperti tadi itu, kau lihat kan?" terang Mizuki menenangkan kawannya tersebut.

"Oke baiklah, mungkin aku saja yang merasa dia begitu mempesona hanya dalam sekali tatap. Huuuuhhh" ucap Naomi tersenyum.

Terdengar Masumi memanggil Mizuki. Mengatakan bahwa dia akan menunggu Mizuki di mobil. Masumipun keluar setelah membayar beberapa dress yang dia pilih tadi.

Sambil melihat ke arah parkiran, Mizuki menarik tangan Naomi. Dan  keduanya memberikan nomor handphone masing-masing.
Sebelum Mizuki keluar, Naomi membisikkan sesuatu yang membuat Mizuki kesal.

"Hei...kurasa aku baru saja jatuh cinta" ucap Naomi lembut.

Seketika wajah Mizuki merah padam dengan ucapannya kawannya tadi. Dia merasa menyesal mengenalkan Masumi pada Naomi. Karena dia takut dengan apa yang akan dilakukan gadis centil itu.

*****

Sejak pagi seluruh pemain dan kru yang terlibat pembuatan film tersebut sudah memulai aktivitasnya. Maya terlihat segar pagi itu, begitupun Ryo Majima yang mulai mendekati Maya. Mereka seperti berkejar-kejaran. Sang sutradara memperhatikan itu. 

Saat Ryo mendekatinya, sutradara menarik lengannya. Dia mengatakan sesuatu pada Ryo. 

"Ryo...aku tidak ingin kau mengganggu Maya. Ingatlah, dia sudah menjadi milik Masumi dan Daito" ujar Sutradara dingin.

Ryo hanya manggut-manggut dan pergi sambil merapikan rambutnya yang tertiup angin.
Dia menunggu giliran dan berdiri di satu sudut jalan Nanoka-Machi itu. Sambil memandang lirih pada sosok wanita yang dikaguminya di depan sana. Dan mulai mengkhayalkannya...

Maya...kau selalu saja mempesona...
Dari dulu hingga saat ini...
Dan mungkin sampai nanti...
Aku begitu mengagumimu...
Adakah setitik harapan untukku?
Walau hanya menatapmu...
Aku merasakan kebahagiaan...

Ryo masih melamunkan Maya. Beberapa kali panggilan sutradara tak digubrisnya. Dengan wajah kesal, sang sutradara mendatanginya dan menepuk punggungnya. Ryo sedikit melompat karena kaget.

"Sudah kubilang, kau ini Ryo!" kata sutradara kesal karena Ryo mengabaikan perkataannya beberapa waktu lalu tentang Maya.

"Ah...maaf pak, aku..." ucap Ryo pelan.

Mengikuti sang sutradara, ke tengah lokasi shuting. Kini giliran Maya dan Ryo beradegan dalam film tersebut. Mereka menjadi majikan dan pelayannya. Ryo menjadi majikan yang menaruh hati pada seorang pelayan, diperankan oleh Maya.

Adegan demi adegan telah berhasil dishut. Ryo tampak menikmati perannya sebagai majikan yang mencintai pelayannya. Karena perasaan itulah yang dia rasakan sebenarnya pada Maya.

Sehingga pengambilan gambarnya pun begitu alami. Sutradara merasa puas dan senang hari itu. Setelah semua adegan selesai di-shut, para kru pun segera membereskan semua perlengkapan. Karena menurut rencana, sore itu juga mereka harus menaiki kereta terakhir ke Sendai. 

Sesampainya di hotel, Maya membereskan pakaian dan barang bawaan lainnya. Sebelum meninggalkan kota itu, sutradara mengadakan pesta kecil-kecilan sebagai tanda selesainya pengambilan gambar.

Berkumpul di aula hotel, mereka terlihat gembira. Ada beberapa makanan dan minuman yang dipesan pada pihak hotel. Maya berjalan menuju tempat minuman hangat. Perlahan Maya menatap beberapa pemain dan kru, sambil tersenyum manis. 

Ryo-pun menghampiri Maya. Maya tampak tenang menghadapinya. Dia meminta Maya menemaninya sebentar, Maya menolak. Tapi sepertinya Ryo bersikukuh mengajak Maya. Akhirnya Maya pun mau dengan syarat paling lama 30 menit.

Mereka berjalan keluar aula. Ada taman indah di dekat danau buatan di belakang hotel tersebut. Ryo berjalan santai, Maya pun mengikutinya dari belakang.

Suasana saat itu tidak begitu terik. Ryo menghentikan langkahnya di depan sebuah bangku. Ryo meminta Maya duduk di sebelahnya.
Karena gelisah, Maya meminta Ryo mengatakan maksudnya. Karena sebentar lagi mereka harus kembali ke Sendai dengan kereta sore.

"Ryo...apa yang ingin kau bicarakan denganku?" tanya Maya buru-buru.

Ryo menatap Maya lembut. Maya membalasnya dengan tatapan kosong tak berarti.

"Maya...dulu aku pernah ungkapkan perasaanku padamu. Kala itu, ada Koji di hatimu" ucap Ryo sedih mengenang masa lalu.

"Ryo, sebenarnya aku tidak ingin menemanimu seperti ini. Karena aku tahu, kau akan mengungkit yang tlah lalu" ujar Maya dingin.

"Maya, maafkan aku. Aku hanya ingin mengungkapkannya sekali lagi padamu" kata Ryo serius.

Maya tak percaya dengan keberanian Ryo. Mengapa masih saja ungkapkan perasaan pada wanita yang sudah menikah...

"Aku sudah menikah, Ryo. Jadi kumohon mengertilah. Dari dulu sampai sekarang, perasaanku padamu hanya sebagai teman" ucap Maya tegas.

"Maya, aku tidak mengharap balasan darimu. Aku hanya mengatakan asa yang kusimpan untukmu dari dulu hingga sekarang" kata Ryo lembut.

Pandangan mereka tertuju pada gemeriak air danau yang tenang di depan sana. Ryo memendam asanya begitu dalam. Sedang Maya hanya berusaha mengerti semuanya tentang Ryo.

"Ryo...trimakasih atas perhatianmu. Aku sangat menghargainya. Aku harap kau bisa menghargaiku juga" ucap Maya sambil berdiri dan meninggalkan Ryo.

Ryo masih saja duduk di bangku itu, Maya menoleh namun membiarkannya. Tak berapa lama Ryo pun meninggalkan danau itu.

Akhirnya seluruh rombongan berangkat menuju stasiun Yamagata. Sore itu tampak agak mendung. Maya berusaha menghubungi Masumi. Namun Masumi tak menjawab. Akhirnya Maya mengirim pesan ke HP Masumi.

*Sayang...sore ini kami berangkat menuju Sendai dengan kereta Yamagata-Sendai. Mungkin tengah malam nanti baru tiba di stasiun kereta Tokyo.
Nanti aku akan naik taksi, jadi kau tak perlu menjemputku yaa..
Tidurlah yang nyenyak, mimpikan aku...Masumi*

*****
Sore itu Masumi masih ada rapat. Mizuki menemaninya dengan sabar. Sambil melihat jam tangannya Masumi menarik nafas. Karena rapat ini begitu alot. Masumi tak sabar mempersiapkan kejutan untuk istri tercintanya.

Akhirnya rapat selesai juga. Masumi segera meminta Mizuki untuk mempersiapkan semua kejutannya. Mizuki dengan sigap membeli beberapa benda yang dibutuhkan untuk membungkus dan merangkai dress-dress yang dibeli Masumi tadi.

Masumi terduduk lelah di ruangannya. Perlahan dia membuka handphone. Dia sudah tahu pasti Maya menghubunginya tadi. Lalu dia membaca beberapa sms dari Maya. 

Maya kau sudah berangkat. Syukurlah...
Sebentar lagi kau akan kubuat kaget...
Aku akan memelukmu hingga esok dan lusa...
Dan selamanya...

Aku akan memintamu seharian bersamaku...
Mungilku...lekaslah kembali...
Kembali di sampingku...
Di kamar kita, sayang...

Masumi sempat tertidur di kursi kerjanya. Raut wajah itu benar-benar menyiratkan kerinduan pada seseorang yang menjadi belahan jiwanya selama ini.

Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Masumi terbangun karena ada suara sirene ambulan lewat kantornya. 

Masumi berdiri setengah sempoyongan karena kaget. Dia menatap sekeliling, tiada seorangpun. Yang ada hanya sebuah bingkisan indah dan dihias dengan mawar ungu di letakkan di atas meja tamunya.

Pastilah Mizuki tadi mengantarkan kesini. Masumi pun melirik jam di dinding ruangan besar itu. Dia tersenyum karena sudah tengah malam, dan sebentar lagi Maya akan sampai di stasiun.

TIBA-TIBA...

Dering telepon kantor membangunkan lamunan Masumi. Dia berdiri dan berjalan ke arah meja kerjanya. Mengangkat telepon itu. Namun...

BUUGGGG!!!!

Sebuah suara seperti menghantam tubuhnya. Masumi terjatuh di lantai. Dia tak percaya dengan apa yang didengar barusan. Berusaha menyapa kembali suara di seberang sana.

"Ha..lo...di..ma..na..ini?" tanya Masumi gemetar.

"Kami dari RS Hiroo, pak? Ibu Maya terluka parah dan harus segera diambil tindakan" kata seorang perawat RS tersebut.

Tanpa pikir panjang Masumi menyambar jas nya dan berlari secepat kilat. Supir telah menunggu dan langsung melajukan mobil menuju RS tersebut. Masumi tampak tegang, seluruh tubuhnya basah karena keringat dingin.

Mungiilll...ada apa ini? Bertahanlah untukku...
Ada kejutan yang akan kuberikan padamu...
Mungiiill...bukan begini yang kumau...
Bukan mungiiill....

Dengan tergesa-gesa, Masumi turun dan masuk ke Emergency Room di RS tersebut. Beberapa kru dan pemain lainnya pun sepertinya terluka. Sang sutradara menghampiri Masumi. Namun sangking gugupnya Masumi hampir saja menabraknya.

"Pak Masumi...istri anda ada di ruang operasi. Mungkin sebaiknya anda langsung kesana" kata sutradara lemah, karena diapun terluka.

Masumi kian tampak semakin dingin ketakutan. Dia berlari ke ruang operasi di ujung emergency room itu. Ada kecemasan yang dalam dari raut wajahnya.

Masumi hampir saja mendorong pintu operasi, kalau tidak karena seorang dokter muda dan suster keluar dari sana. 

Dokter itu berhenti dan menatap Masumi dengan tajam. Sang susterpun heran dengan itu. Sementara Masumi menanyakan kepada dokter tadi bagaimana kondisi istrinya.

"Dokter, tolong ijinkan saya masuk. Istri saya ada di dalam. Bagaimana kondisinya" tanya Masumi gopoh bertubi-tubi.

"Ah...anda pak Masumi bukan?" tanya dokter itu berbalik.

Masumi menjadi bingung dengan pertanyaan dokter tersebut. Dia menarik tangan dokter dan memohon untuk melakukan yang terbaik untuk Maya.

"Dokter, aku mohon selamatkan istri saya" ucap Masumi mulai terisak.

Tak lama dokter lain yang terlihat lebih tua keluar dari ruangan tersebut. Dia mendekati Masumi yang masih berdiri kaku di depan pintu.

Dokter tua itu menepuk bahu Masumi. Dan meminta Masumi ke ruangannya sebentar karena ada yang ingin dibicarakan.

DEG!!!

Mendadak Masumi sangat lemas, dia tidak ingin mendengar apapun yang membuatnya shock. Namun dia berusaha tegar dan mengikuti dokter tua itu.
Mereka duduk di sebuah bangku panjang tak jauh dari ruang operasi.

"Pak Masumi, saya tahu wanita di ruang itu adalah istri anda. Beberapa orang mengatakannya padaku" kata dokter memulai pembicaraannya.

Masumi menatap dokter dengan cemas, setiap gerak bibirnya seolah ingin menikamkan kata-kata yang membuatnya sedih.

"Dokter....ba..gai..ma..na...istriku?" tanya Masumi lemas.

"Maaf sebelumnya, pak Masumi. Kemungkinan dia akan mengalami amnesia dan juga gangguan pada saraf bicaranya. Ada saraf yang terbentur sangat keras saat kecelakaan itu terjadi" terang dokter itu.

Masumi hanya memandang dokter itu hampa. Dia begitu terpukul dengan kata-kata dokter itu. Namun dia merasa lega bahwa Maya masih bisa diselamatkan.


"Dokter...trimakasih, aku hanya butuh dia tetap di sampingku. Walaupun dia hanya diam dan tak mengenalku lagi" ucap Masumi kaku.


Dokter menepuk tangan Masumi dan meminta Masumi segera menandatangani surat persetujuan operasi selanjutnya.
Masumi mengangguk dan berjalan mengikuti dokter tersebut.


Dengan langkah gontai, Masumi berjalan mengikuti dokter dan melewati ruang emergency. Sesosok tubuh lelaki muda terkulai lemah di atas sebuah ranjang besi itu.


Dia menatap Masumi dingin, Masumi merasa mengenal lelaki itu. Tapi lupa entah dimana. Lelaki itu terus menatap Masumi hingga berbelok. Sambil berjalan Masumi kembali mengingat tatapan lelaki tadi. Dia hanya menebak bahwa lelaki itu adalah 'Ryo Majima'.


Ya...itu pasti dia. Karena dia pergi bersama dalam satu team dengan Maya. Tapi mengapa sampai terjadi seperti ini. 
Setelah menandatangani surat persetujuan (tanpa membacanya), Masumi kembali ke beranda operasi tadi.

Beberapa orang membicarakan kecelakaan yang dialami rombongan Maya. Kecelakaan itu terjadi di dekat Tokyo. Kereta yang ditumpangi mereka tergelincir karena licin. Memang dari mulai Sendai, rintik hujan sudah mengguyur perjalanan mereka.


Masumi memejamkan matanya. Dia duduk lesu di satu sudut kursi tunggu. Pangangannya kosong. 


Mungiiill...apapun yang terjadi padamu...
Aku akan selalu mencintaimu...
Tak peduli bagaimana keadaanmu...
Maya...kita akan melewatinya bersama...


*****
Sepasang mata memperhatikan Masumi sedari tadi. Perlahan dokter muda itu menghampiri Masumi dan membawakan segelas susu hangat untuk Masumi.

Masumi masih tertunduk, pelan mengangkat wajahnya ke arah orang itu berdiri.

"Minumlah....anda membutuhkan ini" kata nya lirih.

Tanpa pikir lagi, Masumi meraih gelas itu. Dan mengucapkan terimakasih. Dokter muda itu duduk berjarak 2 kursi dari Masumi. Dia mulai mengajak Masumi ngobrol. Namun Masumi tidak mengenal dokter muda itu, jadi dia tak begitu memperdulikannya.

Hingga terdengar suara Mizuki dan Hijiri menyapa Masumi.
Masumi menatap keduanya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Pak Masumi..." ucap Mizuki sedih.

Begitupun Hijiri hanya berdiri di sudut lain. Mizuki memberi hormat pada dokter yang duduk dekat Masumi. Mizuki sedikit terkejut melihat dokter tersebut. Masumi memandangi Mizuki.

"Kau? Naomi?" sapa Mizuki kaget.

Naomi hanya tersenyum dan mengangguk. Mizuki menarik tangan Naomi sedikit menjauh dari Masumi.
Sedang Masumi masih dalam kesedihan dan kekhawatiran yang mendalam.

Dia hanya meremas-remas jemarinya. Sambil sesekali menyandar pada kursi tempatnya duduk.

Sedangkan Mizuki berusaha menyelidik Naomi yang berseragam putih seperti dokter.

"Naomi...apa-apaan ini? Apa kau sudah gila?" tanya Mizuki curiga.

Naomi pun heran dengan pertanyaan Mizuki. Dia memutarkan tubuhnya yang tinggi semampai. Sambil mendekap bahu Mizuki, dia berujar:

"Siapa yang gila, Mizuki? Aku memang kerja disini" ucap Naomi santai.

Mizuki menggelengkan kepalanya tak percaya. Dia mengira apapun yang dilakukan temannya itu selalu tak masuk akal dari dulu.

"Dengar, Naomi. Saat ini bukanlah saat yang tepat untuk mengejar cinta gilamu" kata Mizuki mengancam.

Namun Naomi hanya tersenyum dan berlalu pergi meninggalkan Mizuki yang geregetan dengan sikap Naomi. Naomi masuk ke ruangan lain. Tanpa sepatah katapun dia berlalu dengan senyuman yang mencurigakan bagi Mizuki dan Hijiri.

*****

Waktu sudah lewat tengah malam. Beberapa teman Maya datang terburu-buru. Tampak Rei, Nina dan Sayaka. Mereka langsung menghampiri Mizuki yang berdiri tak jauh dari Hijiri. Mereka langsung tampak serius membicarakan tentang kecelakaan yang menimpa Maya.


Hijiri memandangi Masumi dengan sedih. Dia tak pernah  menyangka sesuatu yang buruk menimpa Maya. Matanya menatap pilu saat Masumi menutup wajahnya dengan kedua tangannya.


Masumi masih terdiam kaku. Mizuki tak berani untuk menyapanya. Mereka membiarkan Masumi sendiri.


Tatapannya begitu pilu. Matanya berkaca-kaca sedari tadi. Sungguh hancur hati dan jiwanya oleh keadaan seperti ini.


Cekleeek...pintu ruang operasi terbuka!!!


Tepat pukul 3 pagi itu, dokter keluar dari ruang operasi. Masumi langsung berdiri dan menghampirinya. Dokter itu tersenyum tipis dan mengatakan bahwa operasi tahap awal telah selesai dan berhasil. Namun Maya belum stabil jadi masih harus di ruang intensif hingga stabil dan sadar.


Masumi mengangguk bahagia mendengar itu. Dia meminta ijin kepada dokter untuk masuk menemui istrinya. Dokterpun mengijinkannya. Tapi tidak dulu dengan yang lain.


Masumi pun dibawa oleh salah seorang suster ke ruang sterilisasi. Mengenakan alas baju, sarung tangan dan masker.


Ada rasa takut menghinggapi hatinya. Dia sedikit gemetar masuk ke ruangan tersebut.


Begitu masuk, Masumi langsung sedih memandangi begitu banyak selang dan jarum yang ditusukkan ke tubuh mungil istrinya.


"Apa ini mungiil? Ini pasti sangat sakit, sayang..." gumam Masumi pilu.


Masumi menyentuh jemari Maya. Jemari yang pucat dan lemah. Masumi mencium nya berkali-kali dengan lembut sambil memperhatikan selang-selang yang bersilangan di sekitar tubuh istrinya.


Tak terasa airmatanya menetes. Akhirnya Masumi pun menangis tersedu-sedu. Dia tak sanggup lagi melihat Maya seperti itu.


"Tidak Mungiiiilll..."
"Kau akan baik-baik saja..."
"Tanpa selang-selang itu kau pasti bisa..." ucap Masumi pelan.


Dia menyentuh mesra kening Maya yang dibalut perban dan ada sedikit bercak darah. Masumi menatap wajah istrinya dengan memelas.


Mungil...aku Masumi...
Aku suamimu, sayang...
Aku yakin bila kau sadar, kau pasti mengingatku...


Kau tau kan, aku penggemar setiamu...
Ya...Masumi Hayami..
Aku Mawar Ungumu...
Sekarang aku suamimu, sayang...


Suara Masumi terisak menahan tangis kesedihannya. Dia berusaha memeluk istrinya, namun tak bisa karena begitu banyak selang dan peralatan medis yang diletakkan di tubuh Maya.


Terdengar suara suster meminta Masumi segera meninggalkan ruang tersebut. Karena waktunya suster memeriksa beberapa hal dari Maya.


Dengan gontai Masumi melepas masker dan sebagainya. Lalu keluar  dan terduduk di kursi sebelumnya. Mizuki dan yang lainnya melangkahkan kaki mendekati Masumi. Namun langkah itu terhenti karena wajah Masumi saat itu benar-benar menyedihkan. 


Berjam-jam, dia hanya duduk di dekat pintu ruangan Maya. Semua yang melihatnya turut sedih, karena mereka tahu bagaimana pasangan tersebut sebelumnya.


Mizuki memberanikan diri untuk berbicara sesuatu dengan Masumi.
Hijiri menganggukkan kepalanya kala Mizuki meminta pendapatnya lewat isyarat.
Perlahan Mizuki menghampiri Masumi. Masumi pun menoleh ke arah Mizuki.


"Pak Masumi....apa sebaiknya anda istirahat sejenak? Ini sudah pagi" ucap Mizuki gugup.


Masumi hanya tertunduk sembari memejamkan matanya. Kemudian dia meminta Mizuki meninggalkannya.


"Biarkan aku disini, Mizuki. Trimakasih" ucap Masumi sendu.


Mizuki tak berani membantah. Setelah itu terdengar suara seseorang menyapa Masumi dari jauh. 


"Masumi..." ucap pria itu pilu.


Ternyata Eisuke datang bersama pak Asa. Dengan kursi rodanya, Eisuke segera menghampiri anaknya, yang diikuti pak Asa.


Masumi menatap kehadiran mereka dengan tatapan kesedihan dan keputus-asaan.


"Ayaaah..." ucap Masumi dengan mata berkaca-kaca.


Begitpun Eisuke menangis tertahan oleh mulutnya yang tertutup.
Kedua tangannya menggenggam jemari Masumi. Sambil manggut-manggut tanda bahwa dia mengerti perasaan anaknya yang sedang terpuruk.


"Ayah...ayah...aku harus bagaimana?" tanya Masumi putus asa.


"Berdoalah anakku. Hanya itu..." balas Eisuke pilu.


Tiba-tiba semuanya dikejutkan dengan suara pintu terbuka kembali.


Seorang dokter menghampiri Eisuke dan Masumi. Mereka berjabat tangan. Sepertinya dokter tua itu mengenal baik Eisuke.
Dia mengatakan bahwa Maya akan segera dibawa ke ruang perawatan. Karena kondisinya sudah mulai stabil, walau belum juga sadar. Mungkin karena pengaruh obat bius total pada tubuhnya.


Beberapa suster mendorong tempat tidur Maya ke ruangan lain. Mereka semua mengikuti kemana Maya akan dibawa.


Masumi pun mengikutinya dengan tatapan hampa. Seolah jiwanya tak berada di raganya saat ini.


*****
Masumi mengucapkan terimakasih kepada para sahabat dan relasi yang datang menjenguk Maya siang itu. Mizuki terlihat mondar-mandir membawa tas dan perlengkapan Masumi ke RS. Begitupun Hijiri.

Mizuki dan Hijiri dengan setia menunggu di kursi depan ruangan tersebut. Mereka pun hanya diam tak banyak berbincang.

Masumi duduk lemah di samping Maya. Kini tubuh Maya hanya menerima dua buah selang infus. Tidak ada lagi selang besar dan mesin-mesin pembantu medis lainnya.

Masumi sedikit lega karenanya. Eisuke menatap putranya yang tampak terpukul. 

Sabar nak...semuanya akan baik-baik saja...
Kau harus tabah menerima ini semua...
Jangan biarkan belahan jiwamu pergi...
Rangkullah dia, bantulah dia agar bisalekas pulih...
Masumi...anakku...

Eisuke sedikit mengusap matanya yang mulai menangis melihat anak dan menantunya.


Masumi terus saja memanggil-manggil Maya dengan lembut. Dia ingin begitu Maya sadar, akan mengingat apapun yang telah dikatakannya.


Tanpa Masumi ketahui, panggilan-panggilan itu menyadarkan jiwa Maya dalam ketidaksadarannya.


(Maya mendengar semua yang dikatakan Masumi. Namun dia tidak mengenal suara lembut tersebut. Jiwanya melihat semua orang bersedih dengan keadaaanya. Dalam ketidak-sadaran itu Maya ingin meraih tangan dan suara Masumi. Namun sangat susah, sampai.................)


Masumi mencium bibir mungil Maya. Maya seolah tersentak dengan ciuman lembut Masumi. Perlahan dia menggerakkan jemari tangannya. 


Masumi langsung berdiri memanggil ayahnya. Dia terlihat gembira dengan gerakan itu. Eisuke pun mendorong kursi rodanya mendekati tempat tidur Maya.


Masumi memanggil Maya lagi, berulang kali.


"Mungiill...mungill...mungil...mungil..." ucap Masumi lembut.


Perlahan mata Maya mulai terbuka. Dia menatap lemah Masumi dan Eisuke. Maya benar-benar terkulai lemah. Mata yang sayu dari wajahnya yang mungil.


"Maya...ini aku suamimu, Masumi" ucap Masumi lagi.


Maya diam saja dengan pandangan bingung. Matanya terpejam kembali. Masumi menjadi takut. Dia berusaha membangunkan Maya. Eisuke melarangnya, meminta Masumi tenang.


"Mungiiill..." ucap Masumi lagi.


Terdengar gumaman Maya dengan mata yang terpejam. Masumi mendengarkan dengan serius gumaman itu.


"Mmmm..." gumam Maya.


"Maya..." ucap Masumi khawatir.


Dia baru tersadar harus memanggil dokter bila Maya telah sadar. Dia pun keluar meminta Mizuki memanggil Dokter. Mizuki pun segera pergi.


*****

Di ruangan lain, tampak keluarga Ryo Majima sedang menunggu hasil laboratorium dari Ryo Majima.

Seorang wanita setengah baya memeluk Ryo dengan begitu sayang. Wanita tersebut adalah wanita yang melahirkan Ryo, 29 tahun lalu. Ryo tampak merintih kesakitan, seluruh tubuhnya penuh luka dan lebam. Ada beberapa jahitan di bagian lengan dan kepala.

Begitu juga dengan yang lain, semuanya telah berada di ruang perawatan. Yang paling terluka parah adalah Maya. Setelah itu ada satu orang kru, juga Ryo.

Ryo tampak memanggil seorang suster, sepertinya dia menanyakan kondisi Maya. Raut wajahnya tampak khawatir. Dia ingin bangkit dari tempat tidurnya, namun sang ibu melarangnya. Karena Ryo terlihat lemah dan pucat. 

"Bu...ijinkan aku melihatnya" pinta Ryo memaksa.

Namun sang ibu hanya membelai lembut anak semata wayangnya. Dan berkata:

"Ryo, lihat kondisimu. Mengapa kau begitu ngotot ingin melihatnya?" tanya Ibu cemas.

Ryo terdiam, dia menatap sang ibu penuh kesedihan. Sang ibu mencoba mengingat kembali tentang wanita yang ingin dilihat oleh anaknya. Dia menyentuh jemari Ryo, sambil membisikkan sesuatu.

"Dia...Maya Kitajima? Cathy-mu dulu, bukan?" ucap Ibu penuh perhatian.

Ryo menatap sang ibu dan menganggukkan kepalanya. Ibu tersenyum karena mengerti dan paham dengan apa yang dirasakan anak lelakinya. Bertahun-tahun Ryo selalu menceritakan wanita itu. Membawanya dalam keseharian sampai saat ini. Sejak saat itu, Ryo tak pernah mengenalkan seorang wanitapun padanya.

Anakku...mungkin dia cinta sejatimu...
Mengapa begitu lama kau membiarkannya...
Raihlah dia kembali...
Aku ingin melihatmu bahagia...

Begitulah mungkin perasaan seorang ibu, namun dia belum tahu bahwa wanita yang dicintai anaknya, telah menjadi milik orang lain. 

Ryo menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Dia ingin segera berlari melihat Maya. Walau dia tahu akan ada Masumi yang selalu disisinya.

Maya...lekaslah sembuh...
Aku ingin melihatmu tersenyum kembali...
Aku akan melakukan apapun..
Untuk melindungimu...

Ryo kembali terkenang saat pertama dia mengenal Maya 10 tahun yang lalu. Hingga kemarin saat di Yamagata. Walau Maya tak meresponnya, namun senyuman nya saja sudah membuat Ryo melayang.

Bayangan indah begitu cepat berlalu, sampai terakhir tragedi kemarin sepulang dari Yamagata.

Ryo ingat bagaimana dia berlari mencari Maya saat kereta mulai tak stabil.

("MAYA...MAYA...kau dimana?" teriak Ryo sambil mencari ke semua sudut kursi sampai setiap gerbong.
Hingga dia temukan Maya telah tersungkur bercucuran darah. Dari kepala nya begitu banyak darah mengalir. Ryo langsung mencari pertolongan. Dia tak menyadari bahwa dirinya pun sama terluka parah.
"Kau...Ryo...tolooong" gumam Maya dalam pangkuan Ryo.
"Iya Maya...ini aku, bertahanlah" ujar Ryo.

Lelaki itu tak menyadari darah mengalir dari tangan dan kepalanya. Dia berlari keluar gerbong dengan menggendong Maya sekuat mungkin. Hingga beberapa petugas datang dan membawa mereka ke RS Hiroo, Tokyo)

Ryo tersadar dari lamunannya. Matanya berkaca-kaca.

Maya...akan kulakukan apapun untukmu...
Walau aku harus berkorban nyawa karenanya...
Trimakasih kau masih menyebut namaku saat itu...
Aku akan selalu mengagumimu...
Dan...men..cin..tai..muu..

Ryo masih melamunkan Maya, sang ibu memperhatikannya dengan senyuman. Perlahan dia mendekati putranya untuk memberinya jus buah pir. Ryo tampak sangat menyayangi ibunya. Dia memeluk wanita paruh baya itu dengan sayang.

"Ibu...trimakasih" ucapnya lembut.

Sang ibu memeluk dan mencium kening anak lelakinya. Berharap semuanya akan baik-baik saja.

*****


***continue to -part 2-***


7 komentar:

  1. wah sis aq sukaaaa deh sm smua ceritanya imajinasinya tak terbatas nih semangat utk lanjuuutkaaannn.....XD

    -fagustina-

    BalasHapus
  2. tengkyu ya mba tina..jadi semanggggaaaad neeh....

    BalasHapus
  3. jiiiaahhhhhhhh bersambung lagi..........lagi lagi lagiiiiiiii....hehehehehe *maruk.com*

    -fagustina-

    BalasHapus
  4. ya ampun mba rose kpn jadi tragedi nih T_T, kasian bener dah....

    -fagustina-

    BalasHapus
  5. langsung dilanjut lagi ya...................

    BalasHapus
  6. lanjutkaaaannnnnnnnnn....

    -fagustina-

    BalasHapus

Frens, pliz comment in here...