Juni 15, 2011

Fall in Love Forever -part 2-


Mizuki kembali ke ruang perawatan Maya bersama 2 orang dokter dan beberapa perawat. Salah satu dokter itu adalah Naomi.


Eisuke tersenyum saat mereka masuk sambil mempersilahkan dengan isyarat tangannya.


Masumi tampak tak sabar dengan penjelasan dokter. Dia pun menceritakan bahwa beberapa menit yang lalu istrinya sempat sadar, namun matanya tertutup kembali.


Dokter menerangkan bahwa itu hal yang wajar. Itu akibat pengaruh obat bius total saat operasi. Kalau Maya kuat, beberapa jam lagi dia pasti akan benar-benar sadar.


Masumi sedikit lega mendengarnya.


Setelah dokter memeriksa, begitu juga perawat mencatat semua perkembangan medis Maya. Akhirnya mereka keluar ruangan, tanpa diikuti Naomi.


Naomi masih berdiri di samping Mizuki. Eisuke melihatnya heran dan bertanya apakah Mizuki mengenal dokter muda tersebut.


"Mizuki, apa kau mengenal dokter ini?" tanya Eisuke ingin tahu.


Namun sebelum Mizuki menjawab, Naomi menghampiri Eisuke dan membungkuk hormat sambil menjulurkan tangannya. Eisuke membalasnya dengan senyuman.


"Oh jadi anda teman kecil Mizuki?" tanya Eisuke.


"Iya paman, saya...Naomi. Senang bisa berkenalan dengan anda paman" balas Naomi sopan.


Ternyata tak butuh waktu lama untuk Naomi bisa akrab berbincang dengan Eisuke. Dan Mizuki tidak begitu senang dengan sikap Naomi.


Mizuki menatap ke arah Masumi, bergantian ke arah Eisuke dan Naomi.

Masumi masih saja menggenggam jemari Maya. Memandanginya dengan lembut. Membelai kepalanya dengan sangat hati-hati karena masih ada perban yang dililitkan.


Mizuki makin gerah memperhatikan gerak-gerik Naomi.  Beberapa kali Mizuki mendapati Naomi melirik Masumi dengan tatapan penuh arti.


Melihat itu Mizuki meminta ijin pada Eisuke untuk membawa Naomi ke luar sebentar. Naomi tampak kaget dan kesal dengan ajakan Mizuki.


Namun itu harus diturutinya karena Mizuki sudah langsung menarik lengannya dan pelan mendorongnya ke luar ruangan.


Pintu tertutup...


"Sudah kubilang berapa kali! Apa kau tuli?" tanya Mizuki kesal.


Naomi melepaskan lengannya dari genggaman Mizuki. Dia menatap Mizuki tajam, begitu juga sebaliknya. Mizuki tak mau kalah menantang tatapannya.


Dari sudut lain, Hijiri memperhatikan mereka. Hijiri sudah mengerti dengan apa yang terjadi. Karena selama ini begitu banyak wanita yang tergila-gila pada Masumi.


*****
Sementara yang lain sibuk dengan urusan masing-masing. Tidak begitu dengan Masumi, sedari tadi masih saja duduk disisi istrinya dengan menggenggam jemari dan terus membisikkan kenangan-kenangan indah mereka.

Eisuke tampak sedih dengan keadaan ini. Dia berusaha berulang kali menenangkan Masumi. Memintanya beristirahat, namun berulang kali pula Masumi menolaknya.

"Masumi...sebaiknya kau istirahat. Masih banyak tugas di kantor yang menunggumu, bukan?" ujar Eisuke perlahan.

"Apa ayah pikir itu semua penting untukku?" sahut Masumi lirih.

Eisuke tidak menjawab apa-apa lagi. Dia menyerah dengan sikap Masumi. Eisuke menyadari bahwa putranya akan mati tanpa Maya.

Dalam keheningan itu, tiba-tiba jemari Maya mulai bergerak lagi. Masumi tersentak kaget. Dia memperhatikan Maya dengan seksama.

Perlahan Maya mulai bergumam dan matanya pun terbuka sedikit demi sedikit. Masumi langsung memanggilnya berulang kali.

"Mungiil...mungil.." panggil Masumi.

Saat ini mata Maya terbuka sayu, dia memandang Masumi. Masumi membalasnya dengan penuh harap.

Melihat itu Eisuke langsung meminta Asa untuk memanggil Mizuki. Mizuki pun akhirnya ditugaskan memanggil dokter kembali.

Beberapa menit kemudian, dokter tiba dan langsung memeriksa Maya kembali.

Maya hanya memandangi mereka satu persatu tanpa suara.

Mizuki pun membawa Naomi keluar ruangan. Dia mengatakan ini akan menjadi hari-hari yang panjang bagi bos-nya. Mizuki sudah mengetahui akibat dari cedera yang dialami Maya pada kecelakaan itu, dari Naomi.

Mereka tampak duduk terdiam, merasakan kesedihan yang dialami keluarga Hayami.

"Mizuki...aku merasa sedih dengan keadaan bos-mu" ucap Naomi tiba-tiba.

Mizuki menatap temannya heran.

"Apa kau sungguh-sungguh, Naomi? Aku kira kau akan menganggap ini satu kesempatan!" balas Mizuki bingung.

"Kau harus ingat satu hal, bahwa aku tidak seburuk yang kau kira" terang Naomi sedih.

Mizuki menepuk pundak sobatnya, namun Naomi menambahkan:

"Tapi jika rasa yang kupunya tak terbendung lagi, mungkin aku memang buruk" ucap Naomi sambil berdiri dan meninggalkan Mizuki yang kesal dengan kata-kata terakhir sobatnya itu.

Sementara Mizuki bingung dan kesal, Masumi malah senang dengan sadarnya Maya.

Namun Eisuke merasa sedih karena Maya sama sekali tak merespon semua ucapan Masumi.

Perlahan Eisuke meminta dokter menjelaskan di tempat terpisah. Eisuke tampak terkejut dengan pernyataan dokter. Dia baru tahu bahwa sedari kemarin putranya menyembunyikan hal itu.

*****
Hari berganti, hampir satu minggu sudah Masumi menemani Maya di RS. Sedangkan semua urusan kantor, dia meminta Mizuki mengurusnya. Walau tengah malamMasumi pun harus memeriksa beberapa dokumen-dokumen yang diserahkan Mizuki padanya.

Pagi itu Masumi mencoba menyuapi Maya sarapan buburnya. Dengan sabar, suap demi suap dia berikan pada Maya.

Maya memandanginya dengan senyuman. Masumi membalasnya dengan mesra.

"Sayang, kau harus makan yang banyak. Biar kita bisa cepat pulang ke rumah" ucap Masumi lembut.

Maya hanya menatapnya diam. Tampak airmata mengalir dari mata Masumi. Dia menggenggam jemari Maya. Dan membisikkan kata cinta di telinga Maya.

"I love you..." bisik Masumi pilu.

Dia tak kuasa menahan tangisnya. Lalu berdiri dan menjauh dari tatapan Maya. Masumi tersedu-sedu di sudut yang tak bisa dilihat Maya.

Maya hanya bingung sejenak dengan sikap Masumi, lalu dia menoleh ke arah jendela dan terus menatap langit.

Sementara Masumi masih pilu dengan keadaan Maya yang tak meresponnya.
Dia merasa hampa, mengapa tidak ada sedikitpun hal yang bisa membuat mata Maya mengisyaratkan bahwa dia mengenalnya.

Masumi pun mencoba mengingat apa yang dikatakan dokter sebelumnya. Dia mengangguk pilu.

Masumi terduduk lunglai, mungkin memang tidak akan ada keajaiban yang terjadi, dalam pikirannya.

Akhirnya dokter sudah memperbolehkan Maya untuk dirawat di rumah. Tapi tetap harus kontrol satu minggu sekali. Masumi dan Eisuke senang dengan berita tersebut.

*****
Begitu pula dengan rombongan film yang lainnya. Termasuk Ryo Majima. Dia juga tetap masih harus kontrol dengan waktu yang sama.

Dengan menaiki kursi roda, seorang pelayan keluarganya mendorong Ryo untuk keluar kamar. Namun Ryo meminta ijin untuk bisa menjenguk Maya terlebih dahulu.

Sang ibu ingin menolak, namun dia khawatir akan buruk untuk kondisi putranya.

Pelayan tadi membawa Ryo menuju ruang perawatan Maya. Sedang ibu Ryo menuju tempat pembayaran biaya tagihan selama di RS.


Sementara Masumi masih bersiap-siap akan membawa pulang Maya. Terlihat Mizuki, Hijiri dan pak Asa  membereskan semua barang-barang yang akan dibawa pulang.


Pintu diketuk tiga kali oleh Ryo.


Tok...tok...tok...


Mizuki membukanya dan sedikit kaget dengan tamu yang datang tersebut. Dengan ragu Ryo menanyakan tentang Maya dan meminta ijin untuk menjenguknya.


Pintu masih terbuka, Mizuki menghampiri Masumi dan memberitahukan ada teman yang ingin menjenguk Maya.


Masumi menoleh ke arah pintu, dia terkejut melihat pemuda itu. Ada rasa cemburu dari matanya menatap. Namun dia berusaha menahan emosi dan dengan lapang dia persilahkan Ryo masuk.


"Masuklah..." perintah Masumi ramah.


Sang pelayan pun mendorong kursi roda Ryo ke dalam kamar tersebut. Perlahan kursi roda itu mendekati tempat tidur Maya.


Maya sedang menatap keluar jendela. Matanya menoleh ketika suara roda dari kursi Ryo mengganggu pendengarannya. 
Maya menatap Ryo dengan mengernyitkan dahi. Dengan tatapan yang pilu, Maya mulai menarik nafas dan bersuara..


"R..y..o..." ucap Maya pelan.


Mendengar dan melihat itu, seisi ruangan itu terkejut dan mendekati Maya. Sedang Masumi terpaku menatap mata dan gerakan bibir Maya.


Dia mengenali pemuda ini?
Mungiil...mengapa...dia?
Dia...


Masumi terpukul dengan apa yang terjadi barusan. Tatapannya begitu sedih pada Maya. Dia tak pernah menyangka bahwa pemuda itulah yang pertama Maya sebut namanya.


Masumi baru saja berniat mengusir Ryo, namun tangannya ditahan oleh Eisuke. Mereka membiarkan Maya dan Ryo saling bertatapan sejenak.


Lalu Maya menggerakkan jemarinya untuk meminta Ryo mendekat. Pelayan pun mendorong Ryo lebih dekat dengan Maya.


"Maya...apa kau sudah merasa baikan? Aku ikut senang" kata Ryo lembut.


Maya menatap Ryo sambil menganggukkan kepalanya. Perlahan dia tersenyum pada Ryo. Entah apa yang dirasakan Maya pada saat itu. Namun yang pasti Masumi sangat cemburu dan marah dengan hal tersebut.


Menyadari tatapan Masumi begitu terlihat emosi, akhirnya Ryo pun mohon diri.


Dia menyalami Maya. Tapi tanpa diduga, Maya melarangnya pergi dulu. Maya berusaha menarik tangan Ryo. Masumi semakin kesal dengan keadaan itu.
Hingga Maya berbicara kembali dengan terbata-bata:


"R..y..o.., si..a..pa.......me..re..ka..?" tanya Maya pelan.


Mendengar itu Ryo sangat kaget. Wajahnya pucat dan matanya menatap tajam pada sekeliling.


Ryo bingung apa yang harus dia jawab. Eisuke mendekatinya dan membisikkan sesuatu tentang kondisi Maya akibat kecelakaan tersebut.


"Apa? Bagaimana mungkin?" gumam Ryo kaget.


Ryo tampak berpikir keras, dia pun tidak tahu harus menghadapi Maya bagaimana. Disana ada suami dan keluarga Hayami. Ryo akhirnya melepaskan genggaman tangan Maya dengan lembut.


Sementara Masumi masih berdiri kaku. Tangannya mengepal geregetan dan cemburu. Mata nya tampak berkaca-kaca.


Maya menatap Ryo dengan sedih, dia seperti ingin mengatakan untuk jangan meninggalkannya bersama mereka.
Namun Ryo tidak ingin ini menjadi lebih sulit lagi bagi Masumi.
Dia meminta pelayannya mendorong menjauhi tempat Maya.


Membungkuk memberi hormat pada Masumi, Eisuke dan semua yang ada disana.


Perlahan dia meninggalkan ruangan Maya. Sepanjang jalan dia merasa iba dengan kondisi Maya, wanita yang dikaguminya.


Kembali dia mengingat tatapan Masumi yang sangat cemburu dengan keadaan itu. Ryo merasa bersalah, dia berjanji akan menemui Maya bila kondisinya telah pulih seperti semula.


Maya...bukan seperti ini yang kuharapkan...
Aku merasakan bagaimana sakitnya Masumi, suamimu...
Aku tidak ingin menabur garam di atas luka itu...
Semua akan ada waktunya...
Maya...


*****

Maya dan Masumi tiba di rumah. Eisuke menyuruh Masumi segera membawa Maya masuk ke kamar mereka. Namun Masumi masih saja berdiri menatap Eisuke dengan tatapan kosong. 

Entah apa yang dipikirkannya, mungkin dia masih terbayang bagaimana istrinya mengenal pemuda yang bernama Ryo itu. 

Mizuki masih mendorong Maya menuju kamar. Eisuke menyuruh Mizuki menghentikannya. 

"Mizuki, biarkan Masumi yang membawa sendiri istrinya ke kamar mereka" ujar Eisuke sambil melirik Masumi yang masih terdiam kaku.

"Ayaaah...ijinkan aku sendiri dulu" pinta Masumi sedih.

Eisuke menatap Masumi kesal dan berkata:

"Bersikaplah sebagai seorang suami dan lelaki yang bijaksana, Masumi. Semua cobaan ini jangan sampai menghancurkan segala yang telah kau raih" kata Eisuke tegas.

Masumi dan Mizuki tampak berpikir sejenak, Mizuki menganggukkan kepalanya. Perlahan Masumi mendekati kursi roda tempat istrinya duduk.

Dia dorong pelan kursi roda tersebut, tanpa menoleh ke arah Eisuke dan Mizuki. Terus membawa Maya hingga sampai di depan kamar mereka.

Maya memandanginya dengan kosong, seperti tidak ada sedikitpun yang membuatnya tertarik. Mata Masumi terus berkaca-kaca. Akhirnya dia berada berdua di kamar dengan istri tercintanya. Namun kali ini berbeda karena hanya Masumi lah yang merasakan betapa penuh sejarahnya kamar besar itu. Tempatnya bercanda dan mengisi kebahagiaan bersama Maya.

Masumi kembali terisak karenanya. Matanya menatap penuh cinta kepada Maya.

Masumi mencoba duduk di hadapan Maya. Mencoba menatap mata wanita yang teramat dia sayangi. Dengan menggenggam jemari mungil itu, Masumi mulai bercerita.

"Mungiil...ini kamar kita. Aku tahu kau mungkin belum bisa mengingatnya saat ini" ucap Masumi menahan tangisnya.

Maya menatap Masumi dengan seksama, memperhatikan setiap gerakan bibir lelaki itu. Dan mengartikan apa yang dikatakannya.

"Disini...di kamar ini, 5 tahun yang lalu kita melakukan malam pengantin kita. Kau dan aku sangat bahagia" ucapnya lagi dengan airmata yang mengalir perlahan di pipinya.

Butiran airmata itu begitu terbendung di bawah matanya. Memandangi istri tercinta yang saat ini tidak mengenalnya lagi, membuat Masumi begitu merasa hancur dan tersiksa.

"Mungiil...bagaimana ini? Apa yang harus kuceritakan padamu? Mulai dari mana, Maya?" tanya nya frustasi.

"Terlalu...terlalu banyak sayang, hal indah yang kita lalui bersama. Terlalu indaah...mungil" ucapnya tersedu-sedu.

Masumi menangis sejadinya di depan Maya, sambil terus menggenggam jemari Maya.

Perlahan Maya mulai mengusap kepala Masumi. Sontak Masumi terkejut, dia mengira Maya telah sadar.

"Mungiil...istriku...apa kau ingat sesuatu?" tanya Masumi tiba-tiba terdiam dari tangisannya.

Maya menatapnya sedih. Ada rasa ingin memeluk lelaki di depannya. Namun sikap Masumi membuat Maya berpikir...

Mengapa lelaki ini selalu berkata hal yang menyenangkan tentang kami berdua? Dia begitu lembut dan perhatian...
Apa aku pernah mengenalnya?


Mengapa aku merasa asing dengannya? Namanya Masumi, dan dia suamiku, katanya?
Lalu mengapa aku tidak bisa mengingat sama sekali?


Tapi jika dia memang benar adalah suamiku, apa yang harus kulakukan? Eh tunggu...
Atau mungkin aku mirip dengan istrinya? 
Aduuh...aku tak nyaman begitu menyusahkannya...

*****
Malam ini keluarga Hayami makan bersama seperti biasa, sebelum Maya kecelakaan. Tampak Masumi hendak menyuapi istrinya, namun Maya menolaknya dengan lembut.

"Tidak...usah, tri..ma..ka..sih" ucap Maya terbata-bata.

Maya mencoba makan sendiri, dan itu membuat Maya sedikit berkeringat. Masumi menyeka keringat yang ada di dahi Maya dengan tisu.

Maya tersenyum dan berterimakasih dengan menganggukkan kepalanya beberapa kali. Masumi membalasnya dengan senyum yang begitu mempesona.

Eisuke sangat senang dengan sikap Masumi yang mulai menerima keadaan ini. 

Akhirnya makan malampun usai, Eisuke menyuruh Masumi dan Maya beristirahat secepatnya. Agar besok semua bisa lebih baik. Apalagi Maya harus banyak istirahat.

Sementara Masumi membawa Maya ke kamar, Eisuke memanggil Asa untuk membicarakan sesuatu.
Eisuke meminta Asa untuk mencari seorang dokter dengan kemampuan terapi bicara.

Asa setuju dengan usul Eisuke. Dengan begitu mereka tidak akan salah memperlakukan Maya. Mereka akan lebih tahu hal apa saja yang boleh dan tidak boleh untuk penderita amnesia.

"Ya...Asa, itu kurasa akan sangat membantu Masumi. Tapi ingat dokter itu harus datang pada saat Masumi tidak di rumah. Mengerti?!" kata Eisuke menegaskan.

Asa mengangguk dan mengerti dengan maksud dari tuannya. Eisuke ingin apabila suatu saat Maya sembuh, itu karena usahanya untuk Maya. Bukan karena terapi dan semacamnya.

*****
Masumi menutup pintu kamar. Dia segera membersihkan wajah Maya, mencuci tangan dan kaki istrinya dengan penuh kasih sayang.

Maya merasakan betapa baik lelaki ini padanya. Mungkinkah semuanya akan berakhir baik bila aku ingat sesuatu nanti? pikir Maya...

Masumi hendak menggendong Maya, namun Maya memintanya hanya menuntunnya sampai ke tempat tidur. Tanpa bersuara Masumi menuruti Maya. Duduk disisi Maya dan memandangi wajah mungil istrinya.

Maya meminta Masumi mengambil kertas dan pulpen, tentunya dengan isyarat tangannya. Masumi buru-buru menyediakan apa yang diminta Maya.

"Ah...itu bagus, mengapa aku tidak pernah memikirkannya?" kata Masumi senang dengan ide Maya.

Lalu Maya mulai menuliskan sesuatu, dan Masumi memperhatikan satu persatu huruf yang ditulis Maya.

'Apa aku akan tidur di kasur yang sama denganmu?'

Masumi bingung bagaimana menjawabnya. Lalu Masumi mengangguk dan mengatakan bahwa mereka adalah suami istri.

'Tapi aku tidak ingat apapun tentangmu, tuan'

Masumi langsung menatap Maya sedih. Perlahan dia membelai rambut Maya. Dan mengatakan nanti dia akan tidur di sofa dekat meja rias.

"Kau tenang saja, sayang. Aku akan membuatmu nyaman" ucap Masumi menahan kerinduannya pada Maya.

Maya mulai membaringkan tubuhnya, Masumi perlahan beranjak dari tempat tidur. Dia menoleh ke arah Maya, dan begitu menginginkan istrinya tersebut.

Dengan mengepalkan tangannya Masumi menjauh dari ranjang. Mengambil selimut di lemari dan mencoba membaringkan tubuhnya di sofa lembut itu.

Namun ternyata Maya masih memikirkan Masumi, dia merasa harusnya Masumi yang tidur di ranjang empuk ini.
Maya ingin bicara pada Masumi, namun saraf bicaranya benar-benar belum bisa berbicara banyak.

Akhirnya Maya melemparkan sesuatu ke arah Masumi. Dan tentu saja Masumi tersentak kaget. Dia mencari dari mana asal benda tersebut. Tampak Maya melambaikan tangan ke arahnya.

Masumi begitu terpukau dengan apa yang dilakukan Maya. Buru-buru dia menghampirinya. Dengan wajah berseri, Masumi duduk di samping Maya.

"Apa kau yang melempar benda itu?" tanya Masumi memastikan.

Maya mengangguk dan mengambil kertas lalu menuliskan sesuatu dengan pulpennya.

"Kau tidur disini saja, biar aku yang di sofa" 

Membaca itu Masumi sedikit kecewa, karena dia berharap Maya akan mengajaknya tidur bersama malam itu.

Karena pikirannya, Masumi jadi tersenyum sendiri. Maya pun heran dibuatnya.

"Maafkan aku mungilku.....kau tak usah khawatir. Aku akan baik-baik saja walau tidur beralaskan koran sekalipun" ucap Masumi geli.

Maya tersenyum melihat wajah Masumi. Dia menuliskan sessuatu kemudian:

'Baiklah kita bisa tidur berdua di sini, kau tidak boleh berbuat yang aneh-aneh" 

Masumi semangat sekali membaca itu, dia langsung berlari meraih selimut di sofa tadi. Dan kembali ke tempat tidur, dimana Maya tidur.

Mereka pun tidur berdampingan, Masumi tampak gugup sendiri. Dia tersenyum berulang kali dan memutarkan tubuhnya ke arah Maya.

Namun tidak begitu dengan Maya. Dia hanya berusaha memejamkan matanya, namun ternyata tidak bisa. Entah mengapa Maya menoleh ke arah Masumi.
Maya kaget karena Masumi menatapnya dengan mesra dan mata yang penuh kerinduan.

Masumi grogi karena Maya menoleh ke arahnya. Dia ingat bagaimana dulu mereka selalu gugup saat malam tiba. Namun saat ini hanya Masumilah yang merasakan hal itu.
Maya hanya membalas nya dengan tatapan kosong.

Hingga perlahan mata Maya mulai tertutup. Masumi mengusapnya lembut.

"Tidurlah mungil...aku akan selalu menjagamu" ucap Masumi lembut.

"Aku berharap akan ada keajaiban esok pagi. Kau tersenyum dan mengecup keningku" Masumi bicara sendiri lagi.

"Mungil...aku tak peduli kau akan melupakanku, yang terpenting kau selalu ada di kamar ini bersamaku di waktu malam" ucap Masumi lirih.

Entah berapa lama Masumi seperti itu, hingga akhirnya tiada suara dari kamar besar itu. Yang ada hanya keheningan malam yang begitu membuat relung hati Masumi terkikis begitu dalam sampai matanya terpejam.

*****

Pagi itu Masumi terbangun karena terganggu dengan suara gemericik air. Masumi duduk berpikir sejenak siapa yang bermain air sepagi ini.

Matanya langsung menoleh ke tempat Maya tidur. Dan ternyata Maya tidak ada. Seketika itu juga Masumi terkejut dan ketakutan muncul dalam benaknya.

Masumi berlari ke arah kamar mandi, mengetuknya berulang kali sambil memanggil Maya.

"Mungil...mungil...mungil..." teriak Masumi cemas.

"Maya...apa kau di dalam? Sedang apa sayang?" tanya Masumi lagi.

Tiba-tiba....
Pintu terbuka...

Cekklleek...

Masumi berdiri kaku saat melihat Maya keluar dengan wajah yang begitu segar dengan wangi sabun kesukaannya. Dia berjalan keluar kamar mandi dengan memakai kimono handuk hadiah dari Masumi beberapa tahun lalu.

Rambut yang terbalut lilitan handuk kecil. Berjalan melewati Masumi yang masih bengong memperhatikan Maya.

Ada rasa bahagia melihat itu, Masumi berkhayal bahwa saat ini Maya telah kembali mengingat apapun yang ada di kamar ini. Walau itu hanya khayalan saja.

Senyuman Masumi begitu menusuk hati siapapun yang melihatnya pasti.

Maya duduk di meja riasnya dan mengambil hair dryer dari laci meja tersebut. 

Masumi memperhatikan semua yang Maya lakukan dan berpikir...

Dia masih mengingat semua hal yang dia simpan di kamar ini. Wangi sabun kesukaannya, alat pengering rambut itu. Sepertinya sampai hal terkecilpun...

Tapi mengapa kenangannya bersamaku tidak dia ingat...
Belaianku, ucapan lembutku, dekapan tubuhku bahkan genggaman tanganku pun sama sekali, dia tidak mengingatnya...
Mengapa Mungiil...

Masumi terus menatap Maya dengan pilu...
Hingga tatapannya beradu dengan Maya. Maya langsung tersenyum sambil menyisir rambut hitamnya.

Akhirnya Masumi mencoba menjernihkan pikiran kalutnya dengan mandi dan berendam di bath tube mandinya.
Lama Masumi berdiam diri, hingga tak menyadari bahwa Maya keluar dari kamar dan menuju ruang makan.

Disana Eisuke telah duduk, dia kaget dengan kehadiran Maya. Mengapa Masumi tidak bersamanya, pikir Eisuke.

Kemana anak bodoh itu, mengapa membiarkan istrinya sendiri menuruni tangga dan berjalan kemari.
Dasar anak egois dan keras kepala...

"Maya...mengapa kau sendirian, mana suamimu?" tanya Eisuke heran.

Maya hanya tersenyum dengan matanya yang polos. Seolah tidak ada pengaruhnya Masumi ada atau tidak disampingnya.
Maya menggeleng tidak tahu. Lalu merapikan sendok dan garpu di mejanya.

Tersadar lama membiarkan Maya sendiri, Masumi buru-buru menyelesaikan mandinya dan keluar kamar mandi.

Betapa kagetnya dia, sosok mungil itu tidak terlihat olehnya. Wajahnya pucat kebingungan. Segera memakai pakaian dan turun ke bawah.

Langkahnya terhenti ketika dia masuk ke ruang makan, dan Maya sudah menunggu bersama ayahnya. Eisuke menatap marah pada Masumi.

Masumi bingung harus bicara apa. Dia langsung menarik kursi dan duduk di samping Maya.
Pikirannya benar-benar tak percaya dengan kejadian pagi ini.

Merekapun sarapan tanpa suara sepatah katapun, yang ada hanya suara dentingan sendok dan garpu yang beradu.

Setelah sarapan, Masumi meminta ijin untuk membawa Maya ke kantor sekalian untuk kontrol minggu ini.
Eisuke mengijinkannya.

"Masumi...kau harus lebih sabar" kata Eisuke saat mengantar mereka hingga di pintu.

Masumi mengangguk dan mendekap tangan Maya di sampingnya. Mobilpun melaju menuju kantor Daito. Masumi memperhatikan Maya. Dia selalu tersenyum pada istrinya yang mungil tersebut.

"Mungil...hari ini kau harus menemaniku di kantor. Nanti siang kita akan ke RS untuk kontrol rutinmu" ucap Masumi lembut.

Maya hanya menatap Masumi dan tersenyum mengangguk. Lalu seperti biasa, matanya kembali menatap ke luar jendela mobil. Sepertinya dia menikmati perjalanan singkat ini.

*****
Mizuki berdiri saat Masumi tiba. Mizuki terkesima melihat Maya di samping Masumi. Mizuki tersenyum bahagia melihatnya. Mereka masuk ke ruangan Masumi.

Maya langsung duduk di sofa dan mengambil sebuah majalah dan membacanya. Masumi melihatnya dari meja kerjanya, begitupun Mizuki. 
Mizuki menoleh ke arah Masumi, mereka saling memandang sedih.

"Pak Masumi ini sudah satu bulan lebih, apa ada perkembangan pada istri anda?" tanya Mizuki sambil memperhatikan Maya.

"Belum, hanya dia fisiknya seperti yang kau lihat. Sehat...." ujar Masumi tak meneruskannya.

"Hhmmm...baiklah, sekarang serahkan semua jadwal hari ini" kata Masumi lagi.

"Oh..iya hampir lupa" kata Mizuki sembari menyerahkan beberapa surat dan dokumen.


Masumi segera membacanya dan Mizuki pun pamit keluar dari ruangan Masumi.


Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 11 siang. Masumi teringat janji dengan dokter RS. Dia langsung mengajak Maya beranjak ke RS. Maya menurutinya tanpa bicara. 


Mizuki mengikuti mereka dari belakang. Dia merasa benar-benar keceriaan Masumi mulai hilang. Masumi sering melamun dengan mata yang berkaca-kaca. Sambil memandangi photo pernikahannya yang terpajang di meja kerjanya.


Benar-benar tragis...
Bertahun mengejar dan memendam rasa pada Maya...
Hanya sekejab bahagiamu dan kini harus menjalani seperti ini...


*****
Masumi masih mendekap tangan Maya saat memasuki RS. Kakinya langsung melangkah ke ruangan seorang dokter yang menangani Maya.

Mereka melewati sekumpulan dokter-dokter muda yang sedang beranjak untuk makan siang.

Hampir semua mata para dokter muda tersebut melirik Masumi, khususnya dokter wanita. Mizuki risih dengan tatapan mereka. Dia menatap satu persatu ke arah mereka sambil berlalu. Seseorang melambaikan tangan padanya.

Dan pasti itu Naomi. Segera dia mempercepat langkahnya mengikuti Masumi dan Maya. Namun Naomi pun mengimbangi langkah cepat Mizuki. Saat ini mereka berjalan berdampingan.

Mizuki tidak menolehnya. Karena Mizuki tahu maksud Naomi mengejarnya.

"Hei...apa kau sedang tak enak badan, nona Mizuki?" tanya Naomi membuka perbincangan.

Mizuki hanya menarik nafas dan menatap Naomi kesal.

"Baiklah, kalau kau tidak ingin melihatku. Aku akan membuatmu terkejut nanti" ujar Naomi marah dengan sikap Mizuki yang mengacuhkannya.

Mereka masih berjalan berdampingan, hingga Masumi dan Maya masuk ke sebuah ruangan. Mizuki mondar mandir di depan ruangan tersebut. Sedangkan Naomi duduk sambil tersenyum-senyum sendiri.

Mizuki semakin sebal dengan sikap Naomi. Namun Naomi tak perduli dengan tatapan sebal dari temannya.

"Hei sobat...duduklah. Nanti kakimu parises! Apa kau tahu itu sangat buruk bagi para wanita. Apalagi kita masih sendiri" terang Naomi dengan nada meledek.

Mizuki pun duduk dua kursi dari Naomi. Tapi Naomi menggeser duduknya sehingga berdekatan dengan Mizuki.

"Sebenarnya kau ingin kita tetap berteman atau tidak?" tanya Mizuki tiba-tiba.

Baru saja Naomi akan menjawabnya, pintu ruangan tersebut terbuka. Tampak Masumi membungkuk hormat pada seorang dokter. Begitupun Maya.

Naomi langsung menghampiri Maya dan menyalaminya akrab. Masumi heran dengan sikap dokter muda tersebut. Dia tersenyum tipis pada Naomi. Seketika itu juga pipi Naomi merona.

Tentu saja itu tak luput dari perhatian Mizuki. Dia jadi merasa tidak enak dengan Masumi dan Maya.

Maya pun tersenyum dengan sapaan Naomi. Naomi menyapa Maya dan mengajaknya untuk makan siang bersama.

Maya melirik ke arah Masumi, dan Masumi mengangguk menyetujuinya. Mereka pun pergi makan siang ke satu tempat yang Naomi kenal.

Tidak begitu dengan Mizuki yang terus dengan muka kesalnya pada keberanian Naomi.

Dasar kau Naomi...
Apa kau pikir dengan begini kau bisa menarik perhatian Masumi...
Kasihan sekali caramu...

Mereka makan dengan tenang. Hanya suara Naomi yang terdengar membuat semuanya tersenyum. Naomi memang seorang wanita yang pandai bergaul dan ramah, dan tentunya juga cantik dan pintar.

Maya tersenyum melihat Naomi memperagakan yang aneh-aneh. Masumi memperhatikan Maya dengan bahagia. 

Kau tampak senang mungil...
Aku bahagia karenanya...
Kau sangat menawan bila tersenyum seperti itu...
Ah...mungil....

Akhirnya makan siangpun usai. Maya berdiri dan ingin ke kamar mandi. Naomi dengan sigap berdiri dan bermaksud menemaninya.

Masumi merasa dokter muda itu sangat perhatian pada pasiennya. Dia mulai berpikir sedikit tentang perhatian Naomi.

Mizuki menatap Masumi dalam, sedikit dia mengerti bahwa Masumi mempertanyakan sikap baik temannya.

"Pak Masumi...maafkan kelancangan temanku tadi" kata Mizuki merasa bersalah.

"Tidak Mizuki, dia cukup baik untuk ukuran dokter yang masih baru" kata Masumi datar.

"Dia temanku pak" ujar Mizuki.

"Ya...aku tahu. Apa kalian berteman akrab dulu?" tanya Masumi ingin tahu.

"Bahkan bisa dikatakan sangat dekat, pak!" ucap Mizuki mengenang masa kecilnya bersama Naomi.

Masumi mengangguk mengerti, tak lama kemudian Maya dan Naomi kembali dari toilet.

Masumi menarik kursi dan membantu Maya duduk. Naomi menatap kemesraan mereka.

"Eeheemm...." tiba-tiba Mizuki mendehem mengejutkan Naomi.

Naomi tersadar dan tertunduk malu. Dia menjadi sangat ingin mendapat perhatian Masumi.

Masumi...kau masih saja memperhatikannya...
Kau beruntung sekali Maya...
Mengapa bukan aku yang ada disampingnya...
Pasti aku lebih pantas ada disana... 
Oh Tuhan...lelaki ini begitu mempesona...

Usai makan, Masumi meminta supir mengantar Naomi ke RS kembali. Naomi turun dan mengucapkan trimakasih dengan sopan. Mobil pun akan melaju kembali.

Tiba-tiba...

"Tung..gu..." pinta Maya setengah teriak.

Mobil berhenti...

Masumi dan Mizuki menoleh heran ke arah Maya.

"Ada apa Mungil?" tanya Masumi.

Maya membuka pintu dan turun. Berjalan ke arah tempat parkiran mobil. Masumi mengikuti nya.

Disana tampak Ryo baru saja menutup pintu mobilnya. Ditemani ibu dan pelayan waktu itu.

Betapa terkejutnya Masumi, Mizuki dan Naomi dengan situasi itu. Masumi mengernyitkan dahinya pilu.

"Ryo..." panggil Maya.

Ryo dan ibunya kaget dengan kedatangan Maya. Mereka saling memandang. Maya menghampiri Ryo dan membungkuk sopan.

"Maya...kau..." balas Ryo bingung.

Masumi berdiri di belakang Maya dengan wajah berpura-pura ramah.

"Mungil...ayo kita pergi. Kau harus istirahat" ajak Masumi lembut.

Ryo hanya menatap keduanya dengan sedih. Dia tak tahu harus bahagia atau sedih dengan keadaan ini. Satu sisi, dia sangat ingin Maya menghampirinya seperti tadi. Namun di sisi lain, dia merasa itu tidak adil buat Masumi.

Bukan dia tidak tahu bahwa dulu gosip beredar, Masumi benar tergila-gila pada Maya. Karenanya dia menyerah untuk mengejarnya dan berusaha melupakan cintanya pada Maya.
Namun itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Hingga saat ini pun dia masih teramat sangat mencintai wanita itu. Pesonanya semakin membuatnya gila sendiri. Walau dia sadar bahwa saat ini, akan lebih lama lagi dia berjuang merebut hati Maya.

Ryo berjanji dalam hati, tidak akan mencoba mendekati Maya dalam keadaan amnesia. Tidak akan...

Maya cepatlah sadar dari amnesiamu...
Aku akan mencoba mengalihkan perhatianmu padaku...
Dalam hati ini aku selalu berharap...
Lebih besar dari sebelumnya...

*****
Mobil mewah itu berlalu dari RS. Baik Naomi maupun Ryo masih menatap sampai kejauhan.

Masumi terdiam sedari RS tadi. Dia merasa tidak bisa menerima semua ini. Sedikit demi sedikit Masumi lelah dengan keadaan ini.

*****
Tiga bulan telah berlalu. Hampir tiap malam Masumi pulang larut. Dan ketika pulang ke rumah, Maya telah tertidur pulas. Masumi sering memandangi bintang di tengah malam dari balkon kamarnya.

Setiap kali dia memandangi bintang, dia hanya berharap itu bisa membuatnya lebih tenang dan sabar dengan keadaan ini.
Berulang kali Masumi mencari cara mengerti sakitnya Maya. Namun berkali pula relung hatinya tidak bisa menerima lebih lama lagi tersiksa begini.

Dia kembali ke dalam memandangi Maya. Saking asyiknya menatap istri tercintanya, Masumi tak menyadari bahwa Maya sudah terbangun dari tadi.

Tiba-tiba...

"Ma..su..mi..." panggil Maya pelan.

Masumi membelalakkan matanya. Menyadari Maya memanggil namanya. Dia mendekati Maya dan memastikannya.

"Ah...Mungiil....kau memanggil namaku?" tanya Masumi tak percaya.

Maya mengangguk dan tersenyum. Lalu berkata...

"Trima..kasih. Kau ba..ik..." ucap Maya terbata-bata.

Mata Masumi berkaca-kaca mendengarnya. Langsung memeluk Maya dan mengecup bibirnya.

"Tak apa sayang, kau belum mengingatnya. Aku akan tetap menunggumu" kata Masumi haru.

Masumi membelai rambut Maya. Mendekapnya erat. Maya membalas pelukan Masumi.

Mereka tertidur sambil berpelukan mesra. Masumi sangat bahagia, walau dia tahu Maya bersikap seperti itu hanya karena selama ini dia bersikap pada nya.

Maya memang belum mengingat Masumi. Namun Maya merasakan ketulusan Masumi selama ini. Dalam relung hati Maya berharap bahwa Masumi adalah suaminya. 

Bila suatu saat ingatanku kembali...
Aku berharap kau adalah benar suamiku...
Masumi...

Masumi tersenyum lembut dalam tidurnya. Berharap ini akan jadi awal yang baik untuk ingatan istrinya.

*****

Seperti biasa keluarga Hayami sarapan bersama pagi itu. Wajah Masumi tampak berseri-seri. Eisuke melihat nya senang. Masumi menggandeng tangan Maya dan menarikkan kursi untuk istri tercintanya.

"Wah...wah...kau tampak ceria pagi Masumi" sapa Eisuke.

Masumi hanya tersenyum dan mengangguk saja. Eisuke pun tak berkomentar lagi. Dia ikut senang bila pasangan di depannya tersebut bisa bahagia kembali.

Eisuke teringat obrolannya dengan dokter terapi Maya kemarin siang.....
Walau dia sebenarnya tahu bahwa Maya belum bisa mengingat semuanya. Dokter telah memeriksa Maya kemarin. Saat Masumi di kantor, dokter itu datang dan melakukan terapi diam-diam untuk Maya.

Memang ada sedikit perkembangan yang baik pada Maya. Dia mulai mengingat nama Masumi. Namun sewaktu ditanya 'apa makna nama itu bagi Maya'. Maya masih menggelengkan kepalanya bingung.

Dokter menyarankan tidak boleh ada pemaksaan dan pendoktrinan yang terus-menerus. Akan fatal akibatnya untuk Maya. Dia bisa saja tidak akan pernah mengingat apapun dari masa lalunya.

*****
Masumi hari ini mengajaknya ke studio, tempat biasa Maya berlatih bersama teman-temannya.

Semua yang ada di studio menoleh melihat siapa yang datang pagi itu. 

"Maya..." sapa hampir seisi ruangan tersebut.

Maya berdiri kaku, dia tak memperhatikan tatapan teman-temannya. Maya berjalan perlahan mengitari studio. Menyusuri dinding itu dengan jemarinya.

Masumi memandangnya pilu. Masumi tahu pasti Maya merindukan tempat ini. Walau ingatannya belum pulih, pikir Masumi.

Cukup lama Maya memandangi teman-temannya. Disana ada Nina, Sayaka dan yang lainnya.

Tiba-tiba...

Matanya tertuju pada seseorang yang sedari tadi berdiri di salah satu pojok ruangan.
Maya menghampirinya dan seketika itu juga airmata Maya menetes haru. Sambil memanggil nama orang itu...

"Reeeeiiii..." ucap Maya dengan jelas.

Begitupun Rei telah berurai airmata tatkala Maya mengitari ruangan tersebut. Rei terus memperhatikan langkah temannya itu. Hingga mata Maya mendapatinya...

Mereka saling berpelukan dan menangis tersedu-sedu. Rei tak percaya bahwa Maya mulai mengingatnya. Rei ingat beberapa minggu yang lalu menjenguk Maya, dan saat itu Maya tidak mengenalinya sama sekali.

Rei senang dengan perkembangan Maya saat ini. Dia membalas pelukan sobatnya erat.

"Maya...kau ingat aku? Benarkaaah?" tanya Rei tak percaya.

Masumi dan yang lainnya menangis terharu karenanya. Masumi menghampiri mereka dan membawa mereka duduk di kursi yang ada.

Masumi mulai memiliki harapan akan kesembuhan Maya. Dia perhatikan istrinya. Semua kejutan tentang Maya di studio itu membuatnya benar-benar bahagia.

Selang berapa menit, seseorang mengetuk pintu kaca studio tersebut.

Masumi masih gembira dengan ingatan Maya, namun wajahnya langsung berubah melihat siapa yang datang.

"Ryo..." gumam Masumi tak percaya.

Seketika itu Masumi menoleh ke arah Maya dan Rei. Saat itu posisi Maya membelakangi Masumi dan yang lainnya.

Langsung saja Masumi menghampiri Ryo, menarik tangannya dan membawa nya sejauh mungkin dari pandangan Maya.

Setelah merasa aman dari pandangan Maya, Masumi melepaskan genggamannya dari tangan Ryo. Dan berkata:

"Untuk apa kau kemari?" tanya Masumi dingin.

Ryo heran dengan sikap Masumi yang tidak beralasan membawanya keluar studio.

"Pak Masumi...aku akan mulai latihan disini hari ini. Karena kesehatanku sudah mulai baik" jawab Ryo kesal.

"Ooohh...aku tahu, kau tahu bahwa akan ada aku dan istriku ke sini, ya kan?" tanya Masumi curiga.

"Selama ini aku tidak punya niat apapun, pak Masumi!" ujar Ryo tegas.

Masumi geregetan dengan sikap sok bersih Ryo. Dia mengepalkan tangannya, namun berusaha menahan emosinya.

"Ryo...kau tahu istriku belum pulih. Ku mohon jangan jadikan ini satu kesempatan untuk mendekatinya" ucap Masumi pelan.

Ryo mengangguk dan memegang pundak Masumi. Lalu berkata:

"Aku memang mengagumi Maya...dari dulu. Namun aku akan bangga bila meraihnya dengan kekuatanku sendiri" kata Ryo datar.

"Bukan dengan dia yang lemah saat ini. Aku harap anda mengerti ucapanku" kata Ryo sambil berlalu meninggalkan Masumi yang cemburu.

Lelaki itu menjauh dari Masumi juga dari studio. Masumi memandanginya hingga hilang dari pandangan. Tampak raut kemarahan di mata Masumi.

Dia merasa ditantang oleh Ryo. 

"Huuh...kau terlalu percaya diri, anak kecil!" gumam Masumi sambil melangkah kembali ke studio.


*****


***continue to -part 3-***

















10 komentar:

  1. huaaaaaaa jgn lama2 ya lanjutannya

    BalasHapus
  2. okke mba, doain ya biar dpt ide lg..

    BalasHapus
  3. masumi baiknya kamu....maya cepet sadar ya......huaaaaaaa

    BalasHapus
  4. bagus banget...aku sangat tersentuh white rose...hiks....

    BalasHapus
  5. masumi jadi nelangsa tapi tetap lanjut moga kali ini Maya cepat pulih dari amnesianya

    BalasHapus
  6. wah mba... katanya mau bikin cerita yg nguji cintanya Maya ke Masumi kebalikannya Another. Kok sekrg ffnya ttg nguji cintanya Masumi lagi...
    Kasihan deh si Masumi musti nunggu lagi...
    Next ff bikin yg Mayanya yg di uji ya mba ;)
    Thank you for sharing your nice fics btw.

    -serendipity

    BalasHapus
  7. wah mba.....lanjut lagi ya ,......makin greget aja nih.....

    BalasHapus
  8. mba chap 4 lagi mau update ya...kok gak bisa kebuka sih.jgn lama2 ya ditunggu nih :P

    BalasHapus

Frens, pliz comment in here...